JAKARTA ( KONTAK BANTEN) Munculnya biaya tinggi dan perpecahan antarmasyarakat dampak pilkada langsung membuat sejumlah pihak mendesak pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD. Desakan itu salah satunya dari MPR RI.
Tapi,
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa mengatakan, saat ini pihaknya
tak memiliki rencana merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang
pemilihan kepala daerah (Pilkada), agar wali kota, bupati, hingga
gubernur dipilih DPRD.
Ia juga menegaskan,
rakyat akan tetap memilih secara langsung pada Pilkada 2024 nanti.
"Fokus Komisi II ini kan mulai mengawasi dan mengkonsultasikan berbagai
PKPU untuk tahapan pemilu yang sedang berlangsung dan wacana terkait
Pilkada tidak ada. Pilkada sampai sejauh ini masih 27 November 2024,
dengan UU yang tidak direvisi," ujar Saan, Rabu (12/10/2022).
Ia
juga mengatakan, pilkada langsung merupakan jawaban atas kelemahan dari
pemilihan wali kota, bupati, dan gubernur yang dilakukan DPRD. Pilkada
yang dilakukan langsung oleh rakyat juga merupakan hasil dari reformasi.
Biaya
politik tinggi dalam pilkada langsung yang menjadi alasan MPR juga
dapat ditekan lewat komitmen partai politik. Ditambah perlunya banyak
kajian terhadap wacana pilkada oleh DPRD.
"Pilkada
juga dipahami sebagai bentuk kedaulatan rakyat. Nah, apa yang sudah
sekarang rakyat miliki, ya jangan diambil lagi lah," ujar politikus
Partai Nasdem tersebut.
Sebelumnya, MPR menilai
perlunya kajian dan evaluasi terkait demokrasi yang diterapkan saat
ini. Salah satunya dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), baik untuk
bupati, wali kota, hingga gubernur.
Wakil Ketua
MPR Yandri Susanto mengatakan, pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) pernah mengusulkan pilkada dipilih oleh DPR atau DPRD.
Saat itu, ia merupakan bagian dari panitia kerja (Panja) revisi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota.
"Tapi Pak SBY pulang dari luar
negeri kan mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014, dari Perppu itu
lahirlah tetap pemilu langsung, pilkada langsung. Lahirlah Undang Undang
Nomor 10 tahun 2016," ujar Yandri di Gedung Nusantara III, Kompleks
Parlemen, Jakarta, Senin (10/10).
"Mempertegas bahwa tidak ada perubahan," paparnya.
Menurutnya,
pemilihan kepada daerah oleh DPR dan DPRD perlu dikaji kembali.
Pasalnya, ada sistem demokrasi saat ini yang membuat biaya politik
menjadi tinggi dan berdampak pada lahirnya tindakan korupsi.
"Disertasi
Pak Gamawan (Fauzi, mantan Menteri Dalam Negeri) tentang perlunya
kembali ke sistem pemilihan (oleh) DPRD kabupaten/kota dan provinsi.
Jadi menurut kami ini yang perlu dikaji, jangan sampai membuat UUD
berdasarkan kepentingan, itu tidak boleh," cetus Yandri juga. (tim redaksi)
0 comments:
Post a Comment