Sadar ataupun tidak, organisasi mahasiswa Islam saat ini sedang mengalami turbulensi secara ideologis dan gerakan. Adanya pergeseran secara ideologi berimbas kepada gerakan yang dilakukan oleh organisasi mahasiswa Islam.
Akhirnya, keadaan ini hanya menghasilkan dogma saat proses kaderisasi berlangsung untuk mempertahankan ideologi yang tidak pernah kokoh.
Apa yang disampaikan oleh Eko Prasetyo agar mahasiswa melakukan terobosan yang melampaui zamannya adalah konsep yang baik. Hanya saja akan menjadi bias jika hal yang mendasar belum dituntaskan.
Sebagai organisasi mahasiswa Islam, mempertahankan kebiasaan (ritualistik) dalam agama adalah hal yang mutlak sebagai organisasi mahasiswa Islam. Sehingga keberadaan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi mahasiswa Islam tidak lagi memiliki autentikasi, baik secara gerakan maupun secara ideologis secara mendasar.
Hal mendasar yang dimaksud dalam organisasi mahasiswa Islam misalnya paling sederhana bagaimana salat menurut Nabi; melaksanakan kajian kegamaan, perdebatan perkembangan peradaban; bagaimana memanifestasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari; bagaimana memiliki ahklak dan moralitas dan sebagainya.
Masalah ini mungkin bisa saja dianggap sepele, dengan berdalilkan “kita perlu lebih maju cara berpikirnya, tidak terkungkung pada kebenaran agama”. Justru sebagai organisasi yang berlabelkan Islam, minimal untuk menghasilkan insan unggul, manusia yang paham agama, menjadi sosok intelektual organik, maka dibutuhkan pengetahuan dasar agama yang berasaskan tauhid sebagai landasannya.
Muhammad Riza dan Rifki Ahda pada jurnal penelitian ilmu humaniora menjelaskan Gerakan mahasiswa itu terbentuk atas dasar satu ide dan gagasan untuk agama, bangsa dan negara. Terlebih lagi, setiap organisasi memiliki tujuan yang setiap anggotanya memiliki laku yang dapat mencapai tujuan tersebut.
Bagaimana mungkin sebagai organisasi mahasiswa yang
berlabel Islam untuk dapat membentuk cendekia muslim yang memiliki
kecakapan berdasarkan iman, ahklak, dan sebagainya, sementara perihal
dasar sebagai organisasi Islam tidak di jalankan?
Identitas sebagai organisasi mahasiswa Islam, tidak boleh hilang dari gerakan dan tingkahlaku setiap kadernya. Ini juga dibutuhkan kesadaran kolektif dari seluruh muslim untuk menunjukkan identitas sebagai organisasi Islam. Sebagaimana dulu di zaman peralihan rezim identitas organisasi Islam menjadi kolektif melawan pengaruh komunisme.
Landasan Organisasi Mahasiswa Islam
Setiap tindakan dan ucapan tentunya memiliki konsekuensinya masing-masing. Begitupun sebuah nama tentunya memberikan gambaran seperti apa ia bertindak. Label Islam pada organisasi mahasiswa, bukan hanya sekadar nama, melainkan konsekuensi yang harus dijalankan adalah bagaimana cita-cita luhur dan tujuan murni dari agama dilaksanakan.
Kata Islam tidaklah hanya sebagai identitas bahwa semua orang di dalamnya adalah orang Islam. Jauh dari itu, ajaran Islam dijadikan sebagai landasan gerakan dan menjadi manifestasi dalam setiap tindakan sebagai organisasi. Itulah sebabnya ajaran Islam yang berdasarkan Al-Quran dan Sunnah menjadi landasan amat mendasar dalam setiap organisasi mahasiswa Islam.
Merujuk awal-awal pembentukan semua organisasi mahasiswa Islam, tidak terlepas dari semangat Islam. Dalam proses pengambilan keputusan, selalu meminta petunjuk Allah Swt dengan melaksanakan sholat dua rakaat. Begitupun dalam proses kaderisasi, membentuk insan yang unggul dengan berawal dari ibadah yang benar barulah kemudian memberikan nutrisi pikiran. Ini sangat sederhana, namun sangat sulit dilaksanakan.
Itulah sebabnya, hal yang amat mendasar pada ajaran Islam, seperti sholat, puasa, bersedekah, membantu orang lain, menyiarkan agama adalah pondasi dasar yang harus dimiliki oleh setiap organisasi mahasiswa Islam dan itu dikerjakan secara continue.
Identitas Kolektif Organisasi Mahasiswa Islam
Perkembangan peradaban manusia, telah mengubah identitas yang melekat pada manusia (fitrah) menjadi manusia ilusi. Tidak jarang kita menemukan seseorang yang sangat ramah dan baik di dunia nyata, namun di dunia maya ia sangat kejam dan menakutkan. Di dunia maya, ia berbicara seakan paham akan segala hal, sementara di dunia nyata, ia tidaklah lebih dari seorang yang tidak tahu tentang sedikit hal.
Bahkan, mahasiswa yang dilabeli sebagai agen of change, agen of intelektual dan sebagainya justru menjadi bagian dari kasus di atas. Ada masalah yang begitu berat, menjadi tanggungjawab moral sebagai bagian dari organisasi mahasiswa Islam yang berada di perguruan tinggi untuk membantu menciptakan peradaban Islam yang lebih maju.
Dalam hal inilah, identitas kolektif mahasiswa terus dibangun, bukan hanya sekadar melahirkan kader melalui kaderisasi tiap tahunnya tanpa menanamkan pondasi dasar keislaman sebagai identitas yang harus di miliki. Justru realitas yang ada, organisasi mahasiswa Islam saat ini cenderung lebih formalistic dan pragmatis.
Identitas sebagai organisasi mahasiswa Islam, haruslah menjadi bagian dari setiap gerakannya. Menjadikan ajaran Islam sebagai nilai-nilai kehidupan yang dijadikan sandaran dalam bertindak. Organisasi mahasiswa Islam setidaknya menjadi patron, inisiator kebangkitan Islam dalam berbagai aspek. Sehingga tidak terkesan hanya sekadar menggugurkan kewajiban.
Oleh karena itu, membangun indentitas kolektif semua organisasi mahasiswa Islam adalah upaya membangun generasi Islam yang baru menjadi generasi yang unggul, insan religious, insan akademis, insan sosial, insan dinamis dan insan mandiri.
Ini adalah bagian dari autokritik yang selama ini penulis lihat baik secara internal maupun eksternal. Sehingga tulisan ini bisa menjadi kesadaran diri dan kolektif organisasi mahasiswa Islam.
ASMAN Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan
0 comments:
Post a Comment