Lebih Dekat Dengan Masjid Mahasiswa Mengadakan Rutinan Saba Masjid
|
Agar bisa lebih hati-hati dan konsisten atas tujuan meraih ridha Allah SWT.
Pada saat wasilah tujuan tercapai, yakni meraih ridha Allah
SWT, bagi seseorang yang maju dalam kontestasi pemilihan gubernur,
misalkan, haruslah menjadikan tujuannya ingin membuat warganya dalam
kondisi makmur. Sebagaimana dalam tulisan mengenai tujun hidup
Adapun ketika wasilah tujuannya sudah diperoleh, yaitu menjadi gubernur, biasanya pada kondisi ini, sang gubernur akan diuji untuk teguh memenuhi janji tujuannya. Atau malah tujuannya menjadi berbelok dengan alasan apapun.
Bagi orang yang beriman, amanah sebagai gubernur ini akan dijunjung dengan taruhan martabatnya. Bagi yang tidak kokoh pendirian atau imannya pada tujuan awal, maka tujuan menjadi berbelok. Ada beberapa waktu yang memengaruhi.
Keikhlasan, orang yang telah menerima amanah dan ingin menjalankan untuk tujuannya dan bersikap ikhlas karena Tuhannya. Ingatlah bahwa dunia ini laksana pasar. Setelah kiamat, tidak ada seorang pun didalamnya dan pasar pun menjadi sepi.
Maka berusahalah dengan sungguh-sungguh, karena di pasar, manusia akan menjual dan membeli sesuatu yang bermanfaat untuk esok hari di pasar akhirat. Sesungguhnya alat tukarnya sudah jelas berupa, mengesakan Allah SWT dan ikhlas beramal untuk-Nya.
Adapun perintah ikhlas sebagaimana firman-Nya dalam surah az-Zumar ayat 2, “Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab (Alquran) kepadamu (Nabi Muhammad) dengan haq. Maka, sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.”
Melayani, seorang kepala daerah itu hakikatnya adalah "pelayan" bagi warga masyarakatnya. Kepemimpinan pada hakikatnya adalah melayani (HR Ibnu Asakir dan Abu Nu’aim).
Pemimpin adalah pelayan bagi orang yang dipimpin. Menjadi pemimpin berarti mendapat mandat untuk melayani rakyat.
Karena itu, seorang pemimpin harus memiliki visi dan misi pelayanan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kesuksesan seorang pemimpin bukan terletak pada kemampuannya duduk di singgasana kepemimpinan, tetapi terletak pada kemampuannya duduk di hati orang yang dipimpinnya. Hal itu terwujud dalam kemampuan pemimpin yang melayani rakyat.
Kekuasaan, kekuasaan selalu berkaitan dengan sikap yang berkecenderungan untuk korupsi. Perilaku korup sangat tidak terpuji dan tentu tidak diajarkan dalam Islam.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani memberikan nasihat, “Jika keislamanmu benar, kepasrahan dirimu pun akan benar. Maka jadilah orang yang berserah diri pada Allah SWT dalam segala keadaan sambil tetap menjaga batasan-batasan syariat dan tetap konsisten. Janganlah menzalimi orang lain karena kezaliman merupakan kegelapan di dunia dan akhirat. Kezaliman itu menggelapkan hati, menghitamkan wajah dan lembaran-lembaran catatan amal. Janganlah berbuat zalim dan menolong orang yang zalim.”
Bagi orang beriman, kekuasaan itu adalah wasilah untuk merealisasikan tujuan semula. Maka rebutlah kekuasaan untuk menjadi alat dalam menyejahterakan masyarakat. Berteriak menyampaikan ketidaksetujuan terhadap keputusan penguasa tidaklah cukup. Bila perlu masuklah dalam parlemen sehingga bisa ikut kontribusi dalam pembuatan undang-undang.
Nafsu, Allah SWT menciptakan nafsu, dan berfirman kepadanya, "Wahai nafsu, menghadaplah kamu!" Nafsu tidak menjawab dan sebaliknya mendiamkan diri. Kemudian Allah SWT berfirman lagi, "Siapakah engkau dan siapakah Aku?" Lalu nafsu berkata, "Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau."
Setelah itu, Allah SWT menyiksanya di dalam neraka jahim selama 100 tahun, dan kemudian mengeluarkannya. Kemudian Allah SWT berfirman, "Siapakah engkau dan siapakah Aku?" Lalu nafsu berkata, "Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau."
Lalu Allah SWT memasukkan nafsu ke dalam neraka Juu' (neraka yang penuh dengan rasa lapar) selama 100 tahun. Setelah dikeluarkan, maka Allah SWT berfirman, "Siapakah engkau dan siapakah Aku?" Akhirnya nafsu mengakui dengan berkata, "Aku adalah hamba-Mu dan Engkau adalah Tuhanku.”
Itu nafsu yang mempunyai sifat membandel, maka seseorang apalagi pemimpin janganlah sampai hidupnya dikendalikan oleh nafsu sebagai kuda tunggangan.
Jadi kekanglah nafsu agar tidak mengendalikanmu dan nafsu ini licik sekali. Seseorang yang sudah memperoleh yang diinginkan karena nafsu yang lepas kendali, maka ia berharap dapat lebih. Hal ini menjadi bahaya jika seseorang itu seorang pemimpin.
Pesona dunia. Dunia merupakan godaan yang sangat berat bagi seorang pemimpin, jika seseorang memperhatikan pesonanya niscaya ia akan terbawa arus. Maka dunia itu sampailah di tangan saja dan jangan sampai merasuk ke dalam hati.
Dunia ini fana (berubah) seperti harta kekayaan, jabatan, keluarga, dan lainnya. Maka janganlah mempunyai tujuan pada yang fana, raihlah tujuan pada yang kekal. Janganlah menjual yang berharga dan membeli yang murahan.
Ingatlah firman-Nya, "Sesungguhnya sebagian darimu menyukai kehidupan dunia, dan sebagian lain mencintai akhirat.” (QS Ali Imran: 153 ).
Kita tutup dengan senandung syair agar bisa lebih hati-hati dan konsisten atas tujuan. Semoga Allah SWT melindungi dan membimbing agar kita tidak salah dalam pelaksanaan tujuan.
Orang yang kehendaki dunia, dialah anak dunia.
Orang yang kehendaki akhirat, dia menjadi anak akhirat.
Jadi, anak siapakah dirimu?
Lihatlah pada cermin timbangan kehidupanmu.
Kelak kau lihat orang-orang di surga dan di neraka.
Kau ingin berada dimana?
Satu hari di sana setara lima belas ribu tahun.
Yang di surga mendapatkan nikmat karena mencampakkan dunia, berjuang menuju bahagia akhirat dan kedekatan-Nya.
Sebagian lainnya penuh penderitaan dan kehinaan karena tenggelam urusan dunia dan abaikan akhirat.
Pilihlah dari kedua kelompok ini.
Jangan berkawan dengan yang jahat, pembangkang dan setan.
Jadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai pemandumu.
Renungkan dan patuhi keduanya.
Hati-hati dengan perkataan kosong dan berlebihan.
Siti Sayidatul Wafa-Mahasiswa KPI UIN Bandung
0 comments:
Post a Comment