Rumah Sakit Indonesia di Gaza adalah sebuah bukti silaturahim rakyat RI dan rakyat Palestina.
Diblokade sejak tahun 2007 hingga detik ini, Jalur Gaza merupakan penjara terbuka terbesar di dunia. Bagian dari wilayah Palestina ini dihuni sekira 2,3 juta jiwa. Keterbatasan dan kekurangan fasilitas tidak menjadikan penduduk Gaza bangsa pengemis. Alih-alih menyerah, semangat mereka dalam berjihad melawan agresor terus membara.
Serangan Israel atas Gaza saat ini merupakan kejadian yang kesekian kalinya. Tidak peduli akan suara-suara kecaman dari dunia internasional, entitas Zionis itu terus membombardir Gaza, termasuk area-area yang dihuni penduduk sipil.
Mendengar dan merasakan duka yang dialami warga Gaza dan Palestina pada umumnya, masyarakat Indonesia tidak tinggal diam. Salah satu dari sekian banyak perhatian yang bangsa ini berikan untuk Negeri al-Quds ialah pembangunan fasilitas kesehatan.
Sebagai daerah yang kerap dilanda serangan penjajah, Jalur Gaza hanya memiliki gegerapa rumah sakit. Di Gaza Utara, terdapat RS Kamal Udwan dengan kurang dari 100 tempat tidur (beds). Padahal, populasi region setempat mencapai 600 ribu jiwa. Sementara itu, di Gaza City terdapat RS asy-Syifa yang sudah berstatus rumah sakit rujukan. Namun, kapasitasnya hanya 300 beds, sedangkan untuk melayani 150 ribu warga setempat.
Dua rumah sakit lainnya, yakni RS Syuhada di Gaza Tengah dan RS Eropa di Gaza Selatan masing-masing berkapasitas 100 dan 150 beds. Sementara, jumlah warga masing-masing bisa mencapai antara 150-200 ribu orang. Alhasil, dalam kondisi damai sentausa sekalipun, Gaza jelas kekurangan fasilitas pelayanan kesehatan. Apatah lagi dalam situasi genting.
Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), sebuah organisasi sosial kemanusiaan yang berpusat di Jakarta, Indonesia, menjadi perantara untuk mewujudkan sebuah rumah sakit di Jalur Gaza. Faskes itu kemudian dinamakan Rumah Sakit Indonesia, berlokasi di Bait Lahiya, Gaza Utara.
Rencana pembangunan RS Indonesia di Gaza bermula pada Desember 2008. Saat itu, Israel memulai gempuran dahsyat ke Jalur Gaza. Pada 1 Januari 2009, Tim Medis MER-C bersama dengan tim pemerintah RI berangkat ke Gaza untuk menyalurkan bantuan kepada para korban.
Selama sepekan berada di RS asy-Syifa, Gaza City, Tim MER-C masih banyak menemui korban-korban agresi dengan luka dan trauma berat. Bahkan, tak sedikit warga Palestina yang harus kehilangan anggota tubuhnya akibat terkena bom dan rudal Israel yang membabi-buta.
Pada 23 Januari 2009, Tim MER-C didampingi sejumlah wartawan dari Indonesia bertemu dengan menteri kesehatan Palestina saat itu, dr Bassim Naim. Pada kesempatan yang langka di Gaza tersebut, untuk pertama kalinya MER-C mengutarakan maksud, yakni rencana pembangunan RS Indonesia di Jalur Gaza.
Bassim Naim menyatakan, rakyat Palestina tentunya akan menyambut baik adanya faskes tersebut. Perwakilan MER-C saat itu, dr Joserizal Jurnalis, Sp.OT atas nama rakyat Indonesia lalu melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Kemenkes Palestina, yang diwakili Bassim Naim. Isi MoU itu menegaskan komitmen untuk membangun sebuah rumah sakit yang dibiayai dari donasi rakyat Indonesia untuk Palestina, khususnya warga Gaza.
Mengapa dinamakan “RS Indonesia”? Seperti dilansir dari situs resmi MER-C, nama itu mengandung penegasan bahwa seluruh dana untuk mewujudkan RS tersebut berasal dari masyarakat Indonesia. Dengan nama itu pula, tersirat pesan bahwa RS ini merupakan sebuah simpul silaturahim jangka panjang antara rakyat RI dan rakyat Palestina.
RS Indonesia tersebut berdiri di atas lahan seluas 16.261 m persegi. Tanah ini merupakan wakaf dari Pemerintah Palestina di Gaza. Mulai dari ide, proses desain, hingga hal-hal teknis lainnya untuk membangun faskes tersebut menggunakan tangan-tangan para relawan Indonesia. Mereka memberikan sumbangsihnya tanpa berharap imbalan. Semua dilakukan sebagai bentuk jihad profesionalnya. Adapun lima kontraktor untuk mengerjakan pembangunan RS ini berasal dari perusahaan-perusahaan papan atas di Gaza dengan sebelumnya melalui mekanisme tender.
RS Indonesia tersebut berdiri di atas lahan seluas 16.261 m persegi. Tanah ini merupakan wakaf dari Pemerintah Palestina di Gaza.
RS Indonesia membukukan dua kali rekor pengecoran terbesar di Gaza. Yang pertama adalah pengecoran lantai dua RS Indonesia dengan volume 483 m kubik. Dua bulan kemudian, pada Maret 2012, dilakukan pengecoran lantai tiga sebesar 500 m kubik beton yang selesai dalam waktu delapan jam.
Proyek realisasi RS Indonesia tahap pertama berfokus pada pembangunan struktur. Durasi pengerjaannya berlangsung antara Mei 2011 dan April 2012. Mulai dari masa persiapan yakni sepanjang tahun 2010 dan pengerjaan tahap pertama itu, selalu penuh tantangan. Sumber soal utamanya ialah blokade dan bahkan serangan yang dilancarkan Israel atas Gaza dalam rentang waktu tersebut.
Berbeda dengan pekerjaan tahap pertama yang dilakukan oleh kontraktor lokal, pekerjaan tahap kedua seluruhnya akan dilakukan oleh putra-putra bangsa Indonesia, baik insinyur maupun pekerjanya.
Pada Februari 2014, pembangunan RS Indonesia yang terdiri dari 2,5 lantai dengan total luas hampir 10 ribu m persegi dinyatakan rampung. Untuk selanjutnya, RS di Gaza itu terus menerima pengadaan alat-alat kesehatan, yang juga berasal dari donasi rakyat Indonesia.
Tepatnya pada 27 Desember 2015, RS Indonesia di Gaza resmi dibuka dan beroperasi. Peresmiannya dilakukan secara simbolis di Theater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 9 Januari 2016. Acara ini dihadiri wakil presiden RI Jusuf Kalla, menlu RI Retno LP Marsudi, mendikbud Anies Baswedan, serta perwakilan negara-negara sahabat. Serah terima dilakukan Presidium MER-C kepada Pemerintah Palestina, yang diwakili menkes Palestina, dr Jawad M Awwad dan dubes Palestina untuk RI saat itu, Fariz Mehdawi.
RS Indonesia di Gaza dilengkapi dengan peralatan medis canggih dengan kualitas terbaik. Total dana pembangunan rumah sakit bertipe general hospital itu mencapai Rp 126 miliar—seluruhnya berasal dari sumbangsih rakyat Indonesia.
Bangunan RS Indonesia di Gaza terdiri atas empat lantai dan satu lantai dasar (basement). Luas total bangunan utama mencapai 12.672 m persegi. Adapun kapasitas RS ialah 230 beds.
0 comments:
Post a Comment