Oleh: KH. Abdul Rahman Bustomi, Lc, MA
Al-Ghulul bermakna al-khail, al-khianat.
Setiap sesuatu yang terdapat khianat di dalamnya, dalam rangka mengambil
sesuatu dengan cara khianat,maka itu disebut dengan ghulul secara
bahasa.
Alhamdulillah [shalawat], berbahagialah, bersyukur
bahwa pada kesempatan siang hari yang penuh barakah, di tempat yang
barakah pula bersama kita mengkhusyukan diri, menundukkan hati, menjadi
hamba yang sedikit daripada hamba-hamba Allah, yang disebut dalam
Alquran: “Dan sangat sedikit sekali hambaKu yang pandai berterimakasih”,
maka kita saat ini dalam kondisi beribadah kepada Allah SWT, merdeka
jiwa dari kesibukan duniawi, dan mudah-mudahan amalan ini menjadi satu
amalan shalih yang dapat mengampuni dosa-dosa kita dan mengangkat
derajat kita di sisi Allah SWT.
Pada
hari ini kita akan membahas sesuatu yang luar biasa sulit, berada di
tepi jurang, yaitu masalah al-Ghulul, bisa juga dalam bahasa Arab
disebut al-Fasad, bahasa Yunani-nya koruptio atau bahasa kitanya disebut
dengan korupsi.
Bagaimana Islam memandang korupsi? Dan bagaimana sejarah Islam melihat tentang korupsi ini, apa ada di zaman nabi korupsi?
Sengaja
judul ini ditugaskan kepada al-Faqir karena masih nuansa kemerdekaan,
maka pemimpin-pemimpin bangsa kita membuat sebuah lagu “… Bangunlah
jiwanya, bangunlah badannya…”.
Dalam
rangka membangun jiwa ini, seorang panyair Abdul Fattah al Bisti
mengatakan: “Hadapilah jiwamu itu dan sempurnakanlah
keutamaan-keutamaannya, karena engkau disebut sebagai manusia pada
hakekatnya bukan lantaran tubuhmu tapi karena ruhmu, karena rohanimu,
karena jiwamu,” dan itu ingin sekali kita merdeka, bukan saja merdeka
secara lahiriah, tapi merdeka juga dari kejinya hawa nafsu, intervensi
syaithan, dan pressing syaithan kepada kita khususnya tentang al-Ghulul
ini.
Supaya tambah barokah, ini hari
barokah, di tempat barokah, kita ingin awali pengajian ini dengan sebuah
kitab yang dikemukakan oleh Syekh Ibnu Athaillah Assakandari, beliau
berkata dalam kitabnya: “Kesungguh-sungguhan engkau dalam mencari
sesuatu yang telah dijamin oleh Allah untukmu, yaitu rizqi. Dan
kelalaianmu atas apa yang diminta oleh Allah darimu, yaitu ibadah. Itu
merupakan satu pertanda bahwa memang buta mata hatimu.”
Mengapa? Sudah dijamin rizqi tapi kok sungguh-sungguh? Masalah ibadah yang diminta Allah SWT kok bisa santai?
Belum
pernah kita ada yang melihat ada orang berantem garagara ingin shalat
shubuh di shaf pertama. Atau di shalat Jum’at orang berantem karena
sungguh-sungguh ingin mendapat shaf pertama, belum pernah kita temukan.
Tapi urusan duniawi orang memaksakan diri sampai mereka mau dipenjara 20
tahun pada akhirnya. Inilah judul yang akan kita bahas pada kesempatan
siang hari ini.
Al-Ghulul bermakna
al-khail, al-khianat. Setiap sesuatu yang terdapat khianat di dalamnya,
dalam rangka mengambil sesuatu dengan cara khianat, maka itu disebut
dengan ghulul secara bahasa.
Mengapa
dinamai ghulul? Disebut ghulul karena kedua tangan terbelenggu ke atas
pundaknya. Nanti Nabi Muhammad SAW memberikan sebuah gambaran bagi
koruptor itu bagaimana nanti kelak, di akhirat itu seperti apa bentuknya
nanti kita akan bahas.
Jadi, dinamai
ghulul itu karena kedua tangan yang terbelenggu ke belakang bahkan
dengan besi terkunci saking sulitnya. Tapi secara istilah, ghulul adalah
mengambil hak orang lain sebelum dibagikan oleh penguasa. Kemudian ada
setidaknya empat peristiwa korupsi pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Pertama
adalah ketika perang Uhud, dimana Nabi SAW sudah memerintahkan kepada
50 orang pemanah itu untuk tetap berada di atas bukit. Namun karena
sebagian dari mereka mengira bahwa ghanimah ini tidak akan dibagikan
oleh Nabi Muhammad SAW.
Sehingga Nabi
mengatakan: “Kamu sekalian mengira bahwa aku tidak akan membagikan
ghanimah kekayaan ini kepada kamu sekalian?” Padahal sudah
diwanti-wanti: “Dalam kondisi menang atau kalah kalian harus tetap
berada di lembah Uhud ini, di gunung Uhud ini. Maka ketika itulah turun
firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 161,
وَمَا
كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ
يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ
لَا يُظْلَمُوْنَ
Artinya: "Tidak layak
seorang nabi menyelewengkan (harta rampasan perang). Siapa yang
menyelewengkan (-nya), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa
apa yang diselewengkannya itu. Kemudian, setiap orang akan diberi
balasan secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak
dizalimi." (QS. Ali Imran ayat 161)
Betapa
berat korupsi ini akan ditimpakan di lehernya, dan dibawa pada hari
kiamat apapun yang dia korup. Keterangan lengkapnya pada sebuah hadits.
Bagaimana kondisi seseorang yang korupsinya bukan sistematis, di zaman
nabi tidak sistematis dan tidak berjama’ah. Bukan sistemik dan tidak
terstruktur. Tapi kita akan lihat dalam hadits ini, berapa milyar yang
di korupsi pada zaman nabi?
Yang
pertama adalah hadits riwayat Imam Bukhari. Rasulullah SAW bersabda,
'Abu Hurairah mengatakan: “Kami berperang bersama Rasulullah SAW dalam
perang Khaibar (120 km dari Madinah) untuk menghantam orang Yahudi yang
berkhianat dan memporakporandakan orang Yahudi di benteng Khaibar yang
amat kuat.”
Kemudian pada peperangan
itu tidak mendapatkan apapun, kecuali harta biasa saja. Selanjutnya nabi
diberikan hadiah seorang laki-laki (budak) oleh Rifa’ah bin Zaid,
namanya Bid’am. Jadi, Bid’am ini diberi tugas untuk membawa
barang-barang rampasan dari perang Khaibar itu, tiba-tiba ketika sampai
di Wadil Quro bersama Rasulullah SAW ada anak panah yang menusuk Bid’am,
panah yang tidak disengaja, maka wafatlah Bid’am. Sahabat mengatakan:
“Semoga Bid’am, masuk surga.” Lalu Nabi SAW berkata: “Tidak. Dia
(Bid’am) tidak masuk surga. Demi Tuhan yang jiwaku dalam genggaman-Nya,
budak ini (Bid’am) tidak masuk surga karena justru baju hangat (jaket)
yang dia ambil/sembunyikan/ akan menyulut api di dalam neraka.”
Jadi
ternyata barang sederhana, jaket/baju tebal yang disembunyikan oleh
Bid’am ternyata itu menjadi penyulut api kata Nabi SAW. Maka ketika para
sahabat itu mendengar bahwa Bid’am yang korup yang menggelapkan baju
tebal itu masuk neraka sehingga berlarian segera orang yang membawa tali
sepatu (dari ghanimah) yang ada pada dirinya dan langsung diserahkan
kepada Nabi SAW. Kemudian Nabi SAW bersabda: “Barang ini jika tidak
dikembalikan akan menjadi penyulut api di neraka, walaupun dengan satu
tali atau dua tali” (H.R. Bukhari & Muslim).
Ternyata
bukan tiga milyar, bukan tiga trilyun, bukan tiga ratus trilyun
korupsinya, hanya sekedar itu saja. Tapi dijamin oleh Nabi Muhammad SAW,
bahkan ketika sahabat mengatakan mudahmudahan orang ini masuk surga,
ternyata kata Nabi SAW: “Tidak, dia tidak masuk surga. Demi Tuhan yang
jiwaku dalam genggaman-Nya, bahwa apa yang disembunyikannya itu dapat
menyulut api di neraka.” Na’uzdubillahi min dzalik.
Bisa
kita bayangkan sekarang, yang trilyunan-trilyunan itu bagaimana nanti?
Subhanallah. Mudah-mudahan diperbaiki oleh Allah SWT sehingga bangsa
kita kelak menjadi yang baldatun thayibatun warabbun ghafur. Insya
Allah.
Adakah kasus lagi selain itu di zaman Nabi SAW tentang korupsi? Ada. Berapa milyar? Atau berapa trilyun?
Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari pula, ada seorang laki-laki, masih dalam perang
khaibar. Khaibar itu adalah satu wilayah yang terkenal sebagai penghasil
kurma yang terbaik di Madinah. Bahkan para ulama Yaman mengatakan kalau
mereka mengaji atau ceramah. Seperti kemarin ada Habib Umar bin Hafizh
di sini. Ulama-ulama di kita itu mengatakan: “Dan salah satu hal yang
menakjubkan itu aneh jika kita memberikan kurma kepada penduduk
Khaibar.” Mengapa aneh? Karena wilayah penduduk Khaibar itu penghasil
kurma terbaik, kok kita malah memberikan hadiah kurma kepada mereka?
Seperti menerangkan ilmu di hadapan orang-orang yang berilmu.
Masih
dalam perang Khaibar, seseorang meninggal dalam peperangan itu,
sehingga disebut-sebut orang yang meninggal itu di hadapan Rasulullah
SAW. Dan ketika Nabi SAW merespon mendengar tentang cerita orang yang
meninggal itu, Nabi SAW mengatakan: “Silahkan kalian shalatkan orang
(yang meninggal) itu.” Maknanya apa? Nabi SAW tidak suka menshalatkan
orang yang meninggal itu. Semua sahabat bingung, mengapa Nabi SAW tidak
mau menshalatkan yang meninggal dalam perang Khaibar ini.
0 comments:
Post a Comment