Ibunya, Sanaa Mhanna, meninggal karena menghirup gas beracun, sehari setelah Israel melancarkan serangan ke kamp pengungsi Nuseirat. Saat itu ia berusia 37 tahun dan sedang menjalani perawatan untuk penyakit ginjal.
"Saya rindu memeluk ibu saya, itu sebabnya saya tidur di makamnya," kata Zain, seperti dikutip dari The National, Sabtu 9 November 2024.
"Saat saya tidur di makamnya dan menciumnya, jantung saya berhenti berdetak. Saya merasa seperti ibu saya memasuki hati saya," ujarnya.
Lebih dari 35.000 anak telah kehilangan salah satu atau kedua orang tua sejak konflik dimulai pada Oktober tahun lalu, dengan kekerasan yang menewaskan lebih dari 43.400 warga Palestina dan melukai 100.000 orang, menurut otoritas kesehatan Gaza.
Perang itu dimulai setelah serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel dan telah menewaskan sekitar 1.200 orang.
Namun, skala sebenarnya dari penderitaan di Gaza diceritakan melalui anak-anak seperti Zain. Ayahnya, Youssef Mhanna, mengatakan kepada The National bahwa keluarganya pergi mencari anak laki-laki itu, setelah mengetahui dia hilang pada malam hari.
"Kami menemukannya di makam ibunya," kata Mhanna.
"Ibunya sangat dekat dengannya. Zain dan ibunya bagaikan dua tubuh dengan satu jiwa," ujarnya.
Beberapa
orang telah menyuarakan kekhawatiran tentang keselamatan anak laki-laki
itu saat ia tidur di pemakaman dekat Deir Al Balah, tempat ia rentan
terhadap serangan Israel di Gaza atau serangan anjing liar, tetapi Zain
yakin ibunya akan melindunginya.
Mhanna mengatakan ia tidak tega mencegah putranya pergi ke pemakaman.
"Bagaimana
saya bisa mengambil seorang anak laki-laki dari ibunya? Bagaimana saya
bisa menghentikannya? Jiwanya adalah ibunya," tambahnya.
Ia
mengenang bagaimana Zain, anak bungsu dari empat bersaudara, begitu
kesal dengan masalah kesehatan ibunya hingga ia bersumpah untuk menjadi
dokter.
"Ia akan berkata, 'Jika aku besar nanti, aku ingin
menjadi dokter agar aku dapat menyembuhkan ibuku.' Putraku sangat
terpukul dengan kematian ibunya," kata Mhanna.
"Kami berusaha mengganti kerugiannya, tetapi seorang ibu tidak dapat digantikan," tambahnya.
Meskipun
saat ini tinggal di tempat yang kurang layak, Mhanna mengatakan
keluarganya merasa tidak dapat meninggalkan daerah itu, karena mereka
tidak ingin beranjak dari makam istrinya.Keinginan untuk tetap dekat dengannya lebih besar daripada pikiran untuk melarikan diri dari daerah kantong itu.
"Saya
menolak meninggalkan Gaza, ada sesuatu di sini yang mengingatkan saya
pada Sanaa, sesuatu yang mengingatkan anak-anak kami pada ibu mereka,"
kata Mhanna.
0 comments:
Post a Comment