Tiada yang mampu menandingi kebahagiaan para pengabdi. Tengoklah
Uwais al Qarni. Ia disanjung Rasul, penuh berkah. Namanya pun harum di
langit. Di zamannya, ada juga Sa’id bin Musayyib.
Sa'id
seorang ulama besar. Ia banyak meriwayatkan hadist. Selama kurang lebih
40 tahun, ia selalu berjamaah di masjid dan datang sebelum adzan
berkumandang. Namun di masanya, ketulusan Uwais justru mengalahkannya
dan ulama lain semisal Hasan Al Bashri.
Tiada pula yang
mampu menyaingi penderitaan para pelaku pencitraan. Tengok pula Karun.
Ia sukses dengan tumpukan materi. Memiliki status sosial terpandang.
Pujaan khalayak banyak mengalir. Banyak orang begitu berharap nasibnya
dan anak keturunannya seperti Karun. Namun hidup yang penuh kebanggaan
itu pada akhirnya telah menenggelamkannya.
Tiada yang mampu
menyamai kebahagiaan orang yang pandai bersabar. Ia bukan dengan
kata-kata. Bukan pula mengelus dada, kemudian duduk manis sembari
menghela nafas. Tengoklah Uwais yang bersabar dengan penyakit nya.
Hidup Uwais sungguh sederhana. Masyarakat pada masa itu
terus mengolok-ngolok, meremehkan, sampai menganggapnya gila dengan
beragam cemooh. Namun sosok sekelas Umar bin Khatab, seorang calon
penghuni surga, justru tak segan dan tak malu untuk meminta doa darinya.
Bahagia
memancar justru dari sosok Uwais. Ia bagaikan rembulan yang menerangi
gelap malam, lebih terang dari gugusan bintang yang menghiasi indahnya
langit dari tujuh lapisan. Bahagia juga menular.
Tengoklah
Uwais al Qarni yang begitu bahagia dengan kesehariannya. Hidup dan mati
tanpa popularitas. Ia lebih memilih menjadi rakyat jelata. Ia menolak
tawaran dari sang khalifah Umar untuk mendapat jaminan.
Wajahnya
selalu menghadap ke langit, penuh harap, rindu dan cinta akan sang
pencipta dan baginda Nabi Muhammad. Kendati hidup semasa, sayang takdir
tak mempertemukannya. Tapi hatinya justru selalu terpaut dengan baginda
Rasul.
Bahagia bukanlah persepsi banyak orang, bukan pula
dengan banyaknya materi. Perspesi bisa salah. Materi pun bisa habis.
Seiring dengan banyaknya kesalahan dan habisnya materi maka bahagia
itupun lambat laun akan sirna.
Bahagia adalah suasana hati.
Ia akan terus memancar dan menularkan kepada siapa saja yang
melihatnya. Orang yang berbahagia, ia akan sangat mudah membahagiakan
orang lain.
Tak usah tanya kenapa Anda suka dengan dia? Atau, apa
yang membuat Anda tertarik dengannya. Apa kelebihannya? Dia kan begini,
begitu dan rasa penasaran lainnya! Ah, beragam pertanyaan itu memang
kerap lahir.
Sekali-kali tidak, Anda pastinya tak akan bisa
menemukan alasan mengapa orang-orang yang berbahagia itu bisa
menularkan kebahagiaanya dengan sangat mudah. Hanya dengan menatap,
berteman ataupun sekedar bertegur sapa.
Hal itu adalah
anugerah terbesar dari Allah Ta’ala. Ketenangan yang bersemai di dalam
dirinya bisa menjadi penawar bagi jiwa-jiwa yang gelisah. Ia juga bisa
melapangkan setiap dada yang sempit sekaligus menjadi cahaya bagi
kehidupan yang penuh kegelapan.
Bersabarlah sebagai seorang
pengabdi. Bersabarlah atas segala ujian yang menimpa tanpa banyak
berkeluh kesah. Bersabarlah untuk tidak bermaksiat kepada Allah Ta’ala.
Bersabarlah untuk tetap berada dalam ketaatan.
Dahsyatnya
kehidupan di hari pembalasan, cukup menjadi pelajaran bagi kita semua.
Tiada ikatan nasab antara kita dan keluarga. Tiada pula saling bertanya,
walau sekedar menanyakan kabar.
Semua akan menunggu rapot
masing-masing. Matahari kian didekatkan. Panasnya akan membuat manusia
banjir keringat. Hingga pada suatu waktu, penduduk yang ada di padang
mahsyar merasa jenuh. Mereka bosan dengan ketidaknyamanan dan
ketidakpastian.
Berharap cepat diadakan persidangan, untuk
diputus apakah ia masuk ke dalam neraka atau menjadi penghuni surga.
Pada saat itulah manusia sudah benar-benar tak kuasa melawan kebosanan
dan kekawatirannya.
Hanya Nabi Muhammad yang kelak bisa
memberi syafaat. Pada akhirnya, sidangpun diputuskan setelah munajat dan
sujud penghambaan beliau kepada Rabb semesta alam yang menguasai hari
pembalasan. Inilah bentuk syafaat Nabi kita.
Diantara kita,
ada yang berjalan melewati sirat laksana purnama secepat kilatan
cahaya, pancaran terangnya bintang, menunggangi kuda, berlari hingga ada
yang berjalan merangkak, kemudian jatuh ke dalam neraka.
Pada
hari itu semua manusia diperlihatkan tentang pedih dan panas membara
neraka. Kemudian Allah Ta’ala akan menyelematkan pribadi-pribadi yang
bertakwa, bersabar, ikhlas, bersyukur dan tidak sombong atau berbangga
diri.
Ketahuilah, kesombongan manusia hanya akan
membuatnya terhalang dari mencium aroma wangi surga. Sedikitpun ia
takkan merasakan keindahan surga. Yang demikian itu disebabkan karena
kamu bersuka ria di muka bumi (tanpa) mengindahkan kebenaran dan karena
kamu selalu bersuka ria (dalam kemaksiatan).
(Dikatakan
kepada mereka): "Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang
kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi
orang-orang yang sombong ". (QS. Ghafir: 75-76)
Semoga
Allah Ta’ala senantiasa melindungi jalan kita dengan menjadikan
pribadi-pribadi yang cepat bertaubat, memberi hidayah serta taufiknya.
Ya Robbana
Elza Nikma Yunita aktivis mahasiswa
0 comments:
Post a Comment