Sebagai seorang aktivis dakwah, sudah merupakan tuntutan untuk terjun langsung di masyarakat luas agar dapat menjadikan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Dalam berinteraksi dengan masyarakat tersebut, membentuk kebersamaan menjadi salah satu unsur pengikat hati kepada orang lain sehingga dakwah tersampaikan dengan tiada paksaan tetapi dengan keterikatan hati.
Namun
dalam membentuk dan mengelola kebersamaan tersebut haruslah penuh
dengan kehati-hatian agar kebersamaan yang terbentuk dapat menjadi
sarana mengalirnya hidayah, bukan sebagai jalan menjerumuskan pada
kesengsaraan akhirat. Sebabnya, meski kebersamaan terasa memberikan
banyak kesenangan atau keuntungan duniawi, ternyata kebersamaan pada
umumnya menimbulkan kerugian di akhirat. Terlihat dari berbagai hal
buruk atau perbuatan dosa yang dapat berawal dari sebuah kebersamaan
seperti tawuran antar kelompok/geng remaja, ‘geng motor’ dan sebagainya.
Sebuah kisah dalam Al Qur’an memberikan
pelajaran bagi umat manusia betapa kebersamaan itu amat tipis batasnya
dengan pintu permasalahan. Dalam Al Qur’an dikisahkan kekerabatan atau
kebersamaan antara Thalud dan Daud yang notabene merupakan orang yang
dekat dengan Allah Azza wa Jala. Saat terjadi peperangan melawan
Jalud, Thalud lah yang dipilih oleh Allah untuk menjadi pemimpin dari
kaumnya melawan kebengisan Jalud dan pasukannya. Namun usai kemenangan
peperangan tersebut, Daud lah yang kemudian dipilih oleh kaum tersebut
untuk dijadikan pemimpin mereka. Hal ini kemudian menjadikan rasa dengki
pada diri Thalud terhadap Daud, meskipun pada akhirnya Thalud mengakui
kesalahan tersebut. Kisah ini memperingatkan manusia bahwasanya di
antara orang-orang yang dekat dengan Allah pun masih dapat terjadi
sebuah masalah dalam kebersamaan mereka.
Dalam
AL Qur’an surat Al Kahfi ayat 28, Allah bahkan mentaujih Rasulullah SAW
agar bersabar dalam kebersamaan dengan orang-orang yang baik. Kembali
Allah memberikan pelajaran kepada kita bahwa dengan siapapun kita
menjalin kebersamaan, tentu untuk tujuan yang baik, maka tetap harus
dikelola. Rasulullah SAW yang bersama orang baik saja diperintahkan
untuk bersabar, tentu di masyarakat luas saat ini yang heterogen
perangainya kita harus bersabar pula.
Untuk
mengelola kebersamaan tersebut agar kita dapat menjadi jalan hidayah
bagi orang-orang yang kita bersamai maka hal utama yang harus kita
jalankan adalah perbaikan dalam diri sendiri agar siap menjadi sarana
hidayah Allah bagi banyak orang.
Pertama, perbaikan diri dimulai dengan menyadari bahwa datangnya hidayah hanya dari Allah Azza wa Jala
semata dan kita hanya menjadi ‘talang’ mengalirnya hidayah Allah
tersebut kepada orang lain. Dengan begitu maka semangat yang mendasari
kita dalam mengelola sebuah kebersamaan menjadi semangat yang ikhlas.
Kedua,
setelah kita benahi semangat kita maka kita benahi akhlak dan tambah
amalan ibadah kita. Karena pada dasarnya, keteladanan lah hal yang
paling diperhatikan oleh masyarakat yang membuat mereka merubah dirinya
sendiri tanpa paksaan dengan mencontoh si teladan. Meminjam istilah
Ustadz Salim A Fillah dalam bukunya ‘Menyimak Kicau Merajut Makna’,
Aklah adalah perjuangan yang manis; memamerkan ibadah kepada Allah
semata, lalu menampilkan hasilnya pada sesama sebagai akhlak mulia.
Ketiga,
agar tidak tersesat di tengah mengelola kebersamaan maka haruslah
selalu berkaca dan mengikuti para Nabi dan Rasul dalam bertindak. Karena
sudah diterangkan dalam Al Qur’an surat AL Ahzab ayat 21 bahwasanya
telah ada pada diri Rasulullah SAW suri tauladan yang baik bagi kita.
Keempat,
merefleksi diri agar kita senantiasa tahu kesalahan baik yang sudah
kita ketahui maupun yang diketahui orang lain namun belum kita ketahui.
Sehingga lewat refleksi dapat kita perbaiki diri kita sebagai dan kita
mampu menjadi sarana hidayah Allah bagi orang lain di sekitar kita.
Terakhir,
setelah menjadi pribadi yang shalih maka mulailah kita saling nasihat
menasihati dalam kebenaran untuk menjadikan hidayah Allah itu mengalir
pada diri kita dan pada orang-orang yang kita bersamai.
Sudah
barang tentu menjadi kewajiban bagi tiap insan untuk membawa perbaikan
di masyarakat. Oleh karena itu mari bersama-sama bergerak dan memulai
langkah perbaikan dari diri masing-masing. Jika tidak, maka kita
termasuk orang yang merugi.
“Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat
menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya
menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3).







0 comments:
Post a Comment