TANGSEL KONTAK BANTEN Penumpukan sampah di berbagai sudut Kota Tangerang Selatan dipandang sebagai persoalan serius yang membutuhkan perhatian ekstra. Pemerintah Kota Tangsel diminta mengambil tindakan darurat untuk menyelesaikan permasalahan dalam jangka pendek.
Permintaan itu disampaikan aktivis lingkungan sekaligus Founder Saba Alam Indonesia Hijau (SAIH) Foundation, Pahrul Roji. Dia menilai kondisi tersebut sudah masuk kategori darurat. Menurutnya, masalah sampah di Tangsel bukan persoalan baru dan sudah lama diprediksi akan terjadi jika pola penanganannya tidak berubah.
“Ini bukan cuma soal tempat pembuangan akhir Cipeucang. Sampah sekarang menumpuk di pinggir jalan, memang ada imbas dari TPA Cipeucang, tapi sebenarnya ini karena sistem pengelolaannya sejak awal bermasalah,” ujar Pahrul Roji saat dikonfirmasi, Senin (15/12).
Ia menilai pemerintah daerah terlalu bergantung pada solusi jangka pendek dan berharap pada daerah lain untuk menampung sampahnya. Padahal, menurutnya, setiap daerah juga memiliki persoalan yang sama. “Kalau hanya berharap buang ke daerah lain, itu nggak akan pernah selesai. Seharusnya dari dulu ada perencanaan jangka panjang. Bangun TPS3R atau TPST di setiap wilayah dan libatkan masyarakat secara masif,” tegasnya.
Pahrul juga mendorong Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk tidak berjalan sendiri, melainkan melibatkan DPRD, aparat penegak hukum, hingga TNI untuk duduk bersama merumuskan kebijakan penanganan sampah.Kalau sudah seperti ini, artinya pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada aturan jelas, bukan cuma bicara anggaran di atas meja, tapi eksekusi di lapangan,” katanya.
Menurut Pahrul, solusi harus dibagi menjadi dua skema, yakni jangka pendek dan jangka panjang. Dalam kondisi saat ini, langkah darurat harus segera dilakukan.
“Jangka pendeknya, gerakkan semua. Bank sampah dihidupkan lagi, edukasi masif ke masyarakat, pemilahan dari rumah, TPS3R diaktifkan. Ini harus serius, bukan sekadar sosialisasi,” katanya.
Ia juga mengkritik rencana PSEL (Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik) yang dinilai masih terlalu jauh untuk dijadikan andalan.
Terkait rencana penataan landfill dan pembangunan Material Recovery Facility (MRF), Pahrul menilai langkah tersebut terlambat dan tidak sebanding dengan timbulan sampah Tangsel yang mencapai sekitar 1.000 ton per hari.
“Penataan landfill itu kewajiban dari dulu. Kenapa baru sekarang setelah sampah sampai ke rumah warga? Kapasitas MRF juga terbatas. Kalau cuma 3.000–4.000 meter, itu tidak akan mampu menampung semua sampah,” jelasnya.
Ia mendorong Pemkot Tangsel membebaskan lahan di setiap kecamatan untuk fasilitas pengolahan sampah serta menerbitkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota terkait penanganan sampah darurat.
“Jadi Pemerintah Kota Tangerang Selatan itu tidak siap untuk menyelesaikan persoalan sampah. Mereka itu tidak aware persoalan besar di Kota Tangerang Selatan. Yang terkena dampaknya adalah masyarakat,” ucapnya.
Terpisah, Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Pilar Saga Ichsan mengatakan pihaknya belum menyebut kondisi Tangsel sebagai darurat sampah. Kata dia, status itu hanya bisa dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (LH).
“Saya tidak tahu, belum sampai ke sana. Itu yang harus menyampaikannya dari Kementerian Lingkungan Hidup,” ujar Pilar.
Namun Pilar mengakui persoalan sampah harus ditangani bersama. Ia
meminta masyarakat turut berperan aktif agar sampah tidak menimbulkan
masalah sosial dan lingkungan.
Terkait pengangkutan sampah kembali efektif dirinya tidak bisa menjamin. Untuk penataan TPA Cipeucang, Pilar menyebut saat ini sedang dilakukan
“Segera mungkinlah, jangan tunggu tahun depan kalau bisa. Saat ini kan lagi pembangunan beronjong tuh, penahan dinding, supaya tidak longsor si tanah itu bahaya kalau masuk ke sungai. Lalu juga ada pembangunan jalan yang ke arah landfil 2 dan landfil 4. Segera mungkin,” paparnya.
Ia menambahkan, penataan TPA Cipeucang baru dilakukan saat ini karena sebelumnya Pemkot Tangsel sempat merencanakan kerja sama pengelolaan sampah dengan Kabupaten Pandeglang. Namun rencana tersebut batal karena kendala teknis.
“Dulu itu awalnya kita kan mau kerja sama dengan Pandeglang. Di perjalanannya kita sudah anggarkan. Taunya pada saat itu ada kendala, di Pandeglang lalu tidak jadi. Jadi di anggaran akhir tahun ini, di perubahan, kita anggarkan untuk infrastruktur di Cipeucang,” ungkapnya.
“Ya maka dari itu sekarang ini waktunya untuk penataan. Tapi ya itu, ternyata pas kemarin itu ada permasalahan terkait banjir dan longsoran yang rumah warga. Ini kita hindari dulu. Kan ini kepentingannya jangan sampai warga sekitar juga terdampak,” ungkap Pilar.
Diketahui, pemandangan tak sedap terlihat di Kota Tangerang Selatan akhir-akhir ini. Tumpukan kantong berisi sampah tampak dibuang di jalan-jalan arteri mulai dariSerpong hingga Ciputat. Sampah yang sudah hampir sepekan tidak diangkut itu menimbulkan bau menyengat dan mengganggu aktivitas masyarakat sekitar.
Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie mengungkapkan penumpukan sampah terjadi karena tempat pembuangan akhir (TPA) Cipeucang sedang dalam perbaikan. Hal itu menyebabkan sampah tidak dapat dipindahkan ke TPA tersebut.
“TPA Cipeucang sedang dalam tahap perbaikan dan penataan konstruksi dan timbunan sampahnya, sehingga memang dalam beberapa hari belakangan sampah tidak dapat masuk dulu,” ungkap Benyamin.
pembangunan beronjong penahan longsor dan infrastruktur jalan menuju landfill.







0 comments:
Post a Comment