JAKARTA – Ekonom senior Rizal Ramli mengatakan
secara umum Jokowi sibuk mempertahankan dan mengampanyekan hal-hal yang
telah dikerjakannya dalam debat putarahn kedua capres pada Pilpres 2019.
Hanya saja, selama 4 tahun terakhir janji kampanye tentang kedaulatan
pangan semakin jauh dari jangkauan.
“Semakin sulit untuk tercapai. Dengan kinerja seperti itu, nyaris
tidak mungkin mencapai cita-cita kedaulatan pangan. Apalagi fokus
terbesar hanya soal stabilitas harga,” kata mantan Menteri Koordinator
Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, Minggu (17/2/2019) malam.
Artinya, lanjut RR, sapaan Rizal Ramli, kebijakan impor akan tetap
menjadi strategi penting dari pemerintahan Jokowi yang akan datang.
Tidak ada pergeseran strategi yang penting, kecuali mengulang
praktek-praktek lama yang gagal.
Apalagi kebijakan impor yang jor-joran tersebut ditunggangi oleh
kartel pemburu rente. Jokowi sama sekali mengabaikan pemburu rente
tersebut dalam merusak kedaulatan pangan Indonesia.
“Prabowo, memang tidak terlalu detail. Tetapi itikad, komitmennya
untuk menciptakan kedaulatan pangan menjadi kenyataan sangat tegas dan
jelas. Dan yang paling penting, keberpihakannya kepada kepentingan
petani pangan, petani kebun, dan nelayan, sangat kuat. Keberpihakan
tersebut merupakan kunci dan arah penting dari arah kebijakan.
Kelihatannya Prabowo tidak ingin bekerja untuk petani di Thailand,
Vietnam, maupun pedagang garam besar di Australia,” katanya.
RR mengatakan mendapat surprise bahwa capres Prabowo menyatakan akan
menurunkan tarif listrik yang selama ini sangat memukul daya beli
golongan menengah ke bawah, pengguna listrik 450 kWh dan 900 kWh. Mereka
termasuk kategori miskin dan nyaris miskin.
“Inilah salah satu penyebab merosotnya daya beli golongan menengah ke
bawah sejak 2 tahun terakhir. Keinginan Prabowo untuk menurunkan tarif
listrik untuk golongan miskin dan nyaris miskin tersebut akan sangat
membantu daya beli mereka dalam waktu cepat. Banyak cara yang dapat
dilakukan untuk mewujudkan hal ini,” katanya.
Selama ini, sambungnya, berbagai kejahatan dan masalah lingkungan
hidup tertutup secara institusional akibat penggabungan Kementerian
Lingkungan HIdup dengan Kementerian Kehutanan oleh Pemerintah Jokowi.
Bukti yang paling kasat mata adalah nilai kerusakan lingkungan PT
Freeport sebesar Rp 185 triliun bisa dihapuskan oleh pemerintah.
“Belum lagi berbagai potensi pelanggaran lingkungan hidup dalam kasus
reklamasi, dan pembakaran hutan menjadi kurang transparan. Lebih banyak
membawa kepentingan pengusaha besar ketimbang kepentingan generasi yang
akan datang. Usulan Prabowo untuk memisahkan kembali Kementerian
Lingkungan Hidup dari Kehutanan merupakan langkah yang sangat
strategis,” katanya.
Sehingga, bebernya, monitoring dan enforcement lingkungan hidup
semakin berwibawa dan efektif. Sikap Jokowi yang menganggap penggabungan
ini sebagai hal yang wajar sangat pantas disesalkan. Alasannya, di
negara-negara lain Kementerian Lingkungan Hidup berdiri sendiri,
sehingga mereka bisa efektif jika terjadi pelanggaran.
“Keinginan Prabowo agar semua tanah dikuasai negara, tidak perlu
dibagi kepada rakyat, adalah pandangan yang terlalu progresif. Sementara
program Jokowi pembagian sertifikat untuk rakyat yang sudah punya tanah
adalah untuk melegalkan status tanah. Sementara program kehutanan
sosial hanya memberikan hak pakai kepada rakyat. Rakyat tidak memiliki
hak tanah tersebut. Jadi selama Jokowi berkuasa tidak ada reforma
agraria. Padahal reforma agraria adalah redistribusi tanah,” katanya.
0 comments:
Post a Comment