Seorang pemikir zaman renaisans Niccolò Machiavelli (1469-1527), telah berhasil menciptakan sebuah teori
politik-kekuasaan kekuasaan yang cukup fenomenal, sekaligus kontroversial.
Pemikiran dan gagasan tentang teori “Politik Menghalalkan Segala Cara”
itu ia tuangkan secara apik lewat
karyanya “Il Principe” (The Prince/Sang Penguasa). Kendati buku itu
banyak mendapat kritik dan kutukan, namun diam-diam banyak juga politisi dan
aktor kekuasan yang terpesona dan menjadikannya hand-book dalam sejarah politik
dunia, bahkan di Indonesia.
Dalam teorinya itu Machiavelli menyebut, bahwa ‘siapa yang menguasai senjata dia akan
mengalahkan yang tidak menguasai senjata’. Begitulah. Senjata dalam politik
adalah modal. Modal menjadi penting dalam pertarungan politik, tidak terkecuali
dalam konteks kontestasi pemilihan pemimpin lewat Pilkada.
Dapat dipastikan, hampir mindset semua Partai Politik telah mengamini
dan menguatkan teori ini, sehingga siapapun calon pemimpin harus melewati
tahapan dengan perspektif modal.
Dalam aliran ideologi liberalisme, faham yang mengajarkan tentang
freedom, kebebasan bagi invidivu dalam menguasai produksi sehingga muncul
kekuasaan pemilik modal akan menguasai kekuatan ekonomi dan politik.
Paham liberalis ini juga terus berjuang dengan menggunakan modal
(kapital) dengan segala cara untuk menguasai Sumber Daya Alam yang ada demi
kepentingan politi-ekonomi global.
Indonesia sebagai negara yang dilahirkan dengan ideologi Pancasila
dengan falsafah gotong-royong sebagai budaya bangsa dan menggunakan politik
Pancasila yang berbeda dengan ideologi-ideologi besar dunia seperti liberalism,
kapitalisme, sosialisme, marxisme, komunisme dan Islam.
Pancasila harus digelorakan sebagai payung hukum dalam perebutan
kekuasaan di Indonesia bahkan dalam mewujudkan pemikiran politik Soekarno
tentang Trisakti (berdikari, berdaulat dan berkepribadian) akan terasa penting
untuk dicapai oleh para pemimpin dari semua tingkatan pusat sampai daerah.
Dulu banyak pemimpin masuk penjara dulu baru jadi pemimpin, tapi
sekarang jadi pemimpin dulu baru masuk penjara. Jadi kepala daerah bukan akhir,
tapi mensejahterakan rakyat adalah amanah konstitusi UUD 1945 dan tujuan negara
yang termaktub dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Apakah penyelenggara Pemilu mampu melaksanakan semua tahapan Pilkada
sebagai wujud perebutan kekuasaan secara jurdil dan demokratis di negeri ini ?
Kesiapan kita untuk melakukan transisi demokrasi dengan mendorong Pilkada yang
independen dan bebas politik uang. Rakyatlah pemegang kedaulatan dalam
demokrasi di Indonesia bukan uang dan kekuasaan serta bukan raja seperti dalam
negara teokrasi.
Disamping itu, nilai-nilai agama menjadi penting untuk meminimalisir
berbagai kecurangan dan motif politik. Prilaku politisi yang bergabung dengan
partai politik sedang diuji dalam berdemokrasi, sebab partai politik sebagai
pilar demokrasi jangan sampai menjadi alat kekuasaan tapi sebagai tempat rakyat
untuk menyalurkan aspirasi politik yang bebas dan transparan.
Tahun 2020 sebagai tahun Pilkada akan dilaksanakan secara serentak
termasuk di Kabupaten Serang Cilegon Kabupaten Pandeglang Kota Cilegon dan Kota Tangerang Selatan Kota C. Daerah ini merupakan kawasan yang sangat
kuat agama Islam dan adat budaya Sadulur dengan sistem kekerabatan
Adalah fakta yang tak dapat dipungkiri, bahwa tradisi politik yang
sering dipraktekkan selama ini dalam merebut kekuasaan adalah dengan
mengandalkan kekuatan modal (hepeng) atau dalam bentuk praksis dengan
menggunakan strategi ‘serangan fajar’. Watak demokrasi yang seperti inilah yang
akan kita lawan.
Deklarasi Para Relawan yang Notabene di Luar Tim Sukses Sudah di Lakukan Para Relawan sedang diuji, mampukah rakyat merasakan kebijakan yang tertulis dalam visi misi “Banten yang Semboyan Akur Sadulur" dapat Menjalankan Misi dan Misi yang akan di Capai oleh Para Relawan dapat di wujudkan Banten yang di kenal Kental dalam ajaran agama dan
adat istiadat Sekarang Masayarakat Sedang di Uji untuk melawan kekuatan modal. Sudah saatnya Pilkada langsung bisa mengubah
paradigma berpikir masyarakat dari capital oriented ke cultural oriented,
menuju peradaban yang kuat.
Spirit inilah yang menjadi tantangan bagi putra/putri Banten yang ingin
meretas pandangan dengan konsepsi budaya perlawanan politik ‘’
sebagai konsepsi budaya lokal dengan pandangan hidup leluhur yang mulia dalam
tatanan sosial hidup bersama-sama, bergotong-royong, bahu-membahu,
Tantangan ini cukup berat tapi mulia. Rakyat harus dicerdaskan,
diberdayakan dalam pendidikan politik budaya ‘’. Rakyat Banten
akan semakin sadar bahwa tanah yang masih memegang Para Tokoh dan Alim Ulama karena masih memegang adat
Tentunya kita miris melihat realitas, dimana pemanfaatan Anggran
Pendapatan Belanha Daerah (APBD) untuk kepentingan investor.
Rakyat Banten hanya mendapatkan dampak sosial, ekonomi dan budaya, ditambah banyak orang Potensial di Banten yang Keluar dari banten tinggal di Jakarta
Kapan lagi rakyat Banten merasakan sebesar-besar kemakmuran atas sumber
kekayaan alamnya. Mereka masih sulit menyekolahkan anaknya hingga sarjana.
Mestinya masih dalam kandungan orang tuanya sudah bisa bercita-cita untuk masa
depan anaknya.
Harusnya kita sudah Bukan Lagi memikirkan Hanya Sebatas Pribadi dan Golongan Tim Sukses Yang hanya Mementingakan Kelompok dan Lupa Atas Rakyat Sendiri yang Semangkin Miskin dengan kebijakan yang tidak Pro terhadap Rakyat " Banten Harus Berubah Menjadi Rumah Yang Nyaman dan Damai Bukan Hanya Segelintir Orang Yang Memiliki Kepentingan Karena Memilih Kepala Daerah bukan Hanya Sebatas Pribadi kita Tetapi Semua Lapisan Masayarakat yang ada di Banten
Tidak diragukan lagi, sangat dibutuhkan kehadiran pemerintah dalam
memperjuangkan hak dasar rakyat
Bukan hanya pemimpin yang
mengejar WTP dan penghargaan sebagai daerah yang maju, tapi rapuh dengan
kondisi masyarakat dan lemahnya keberpihakan kepada kondisi rakyat.
Kemiskinan dan pengangguran terbuka akan terus bertambah, investor belum
melirik tenaga kerja lokal terampil, penurunan jumlah sarjana di Desa terus
bertambah karena persoalan penurunan produktifitas hasil pertanian. Migrasi
antar Desa belum dengan konsep bapak angkat di wilayah perkebunan inti rakyat
belum terwujud. Perluasan dan penambahan areal kawasan terus terjadi,
eksploitasi alam atas nama sumber daya energi terbarukan sebagai konsep negara
yang tak terbendung. Pengakuan akan identitas semakin dterus dilemahkan,
‘dijajah’, ‘ketergantungan’ dan rakyatnya tetap miskin.
Pilkada jangan menjadi ajang ‘cari pekerjaan baru’ untuk menambah
kebutuhan hidup dan mau dibayar. Ini kesempatan masyarakat Banten melawan Berbagai paham destruktif, seperti paham permisivisme, pragmatism,
individualisme dan karakteristik kepribadian (machiavellianisme) yang serba melegalkan
segala cara.
Sudah saatnya kita menyadari, masyarakat Banten dan putra/putri Banten
akan di jauhkan dari rasa memiliki terhadap daerah, para Tokoh dan Pemuda harus paham menjadi agen (aktor) sudah saat kita bersama Membangun Banten untuk Kesejahteran Rakyat Bukan Rakyat yang di buat Miskin oleh Kebijakan yang di buat
bukan saatnya lagi model kelompok yang mengatasnamakan Rakyat untuk tujuan kepentingan pribadi dan juga rendahnya pendidikan dan faktor ekonomi sebagai penyebab politik uang masih sulit dihilangkan.
bukan saatnya lagi model kelompok yang mengatasnamakan Rakyat untuk tujuan kepentingan pribadi dan juga rendahnya pendidikan dan faktor ekonomi sebagai penyebab politik uang masih sulit dihilangkan.
Maka, mari jadikan Pilkada BANTEN ajang mencari pemimpin yang Benar Benar bertujuan Membuat Rakyat Banten Sejahtera Jangan lagi
kita dibodoh-bodohi dengan janji-janji. Rakyat harus lawan politik uang. Mari
kuatkan identitas menuju “Banten Yang Sejahtera Bukan Hanya Slogan Saja Beriman, Berkarakter, Berbudaya”. (****)
Penulis adalah : Akdemisi UI di Jakarta
Ketua Pengamat Kebijakan Birokrasi
Ketua Gerakan Relawan Tanpa Warna
Ketua Gerakan Relawan Tanpa Warna
0 comments:
Post a Comment