JAKARTA – Sejumlah kalangan menilai pemerintah perlu melakukan
langkah konkret untuk mendorong industri substitusi impor maupun
orientasi ekspor dengan cara mewujudkan hilirisasi industri manufaktur.
Langkah tersebut berpeluang menyelamatkan ekonomi Indonesia karena
akan mengurangi impor serta memacu ekspor, sehingga bisa membenahi
masalah struktural ekonomi, yakni defisit neraca perdagangan dan
defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).
Direktur Program Indef, Esther Sri Astuti, mengingatkan yang perlu
diperhatikan dari hilirisasi industri antara lain industri manufaktur
Indonesia harus menjadi bagian dari global value chain atau rantai nilai global.
Selain itu, lanjut dia, perlu diberikan insentif bagi pertumbuhan
industri antara yang memproses bahan mentah menjadi bahan setengah
jadi. Misalnya nikel, maka pemerintah harus mendorong tumbuhnya
industri smelter di Indonesia agar nikel bisa diolah sebelum diekspor.
“Kalo langkah ini berhasil maka beri ruang untuk tumbuhnya industri yang memproses final product,” papar Esther, di Jakarta, Selasa (14/1).
Dia menambahkan infrastruktur dan sarana transportasi harus dibangun
untuk menjamin kelancaran pasokan dan distribusi barang. Industri harus
memperoleh sumber energi yang murah agar bisa menekan biaya produksi
sehingga harga jual produknya kompetitif
Di samping itu, industri juga harus mendapatkan sumber daya manusia
(SDM) yang sesuai dengan kebutuhan pabriknya. Untuk itu, kurikulum
perguruan tinggi, seperti politeknik, mesti disesuaikan dengan
karakteristik industri. “Terakhir, kepastian hukum dan pemberantasan
korupsi harus dijamin pemerintah agar industri bisa menjalankan usaha
dengan tenang,” tukas Esther.
Terkait hilirisasi hasil tambang, Presiden Joko Widodo (Jokowi)
mengajak pengusaha yang tergabung dalam Indonesia Mining Association
(IMA) untuk hilirisasi komoditas tambang, guna meningkatkan ekspor dan
membuat neraca perdagangan surplus.
Presiden mendorong pengusaha hilirisasi hasil tambang mentah menjadi
produk jadi atau setengah jadi. Alhasil, nilai ekspornya lebih tinggi.
“Dengan begitu, negara kita memiliki nilai tambah dan dampak berganda (multiplier effect),” kata Jokowi, beberapa waktu lalu.
Selain meningkatkan ekspor, Jokowi optimistis hilirisasi hasil
tambang bisa memacu penciptaan lapangan kerja serta berpeluang mendorong
neraca perdagangan surplus dan mengurangi CAD.
Berdasarkan perhitungannya, hilirisasi nikel bisa mengatasi
persoalan defisit transaksi berjalan kurang dari tiga tahun. “Ini belum
berbicara masalah timah, batu bara, copper. Banyak sekali yang bisa dilakukan dari sana,” kata Jokowi.
Menurut Presiden, hilirisasi hasil tambang bakal memuluskan rencana
pemerintah untuk mendorong pengembangan mobil listrik. Sebab,
hilirisasi copper dan nikel dapat menghasilkan bahan baku baterai lithium pada mobil listrik.
“Kalau bahan dan barangnya ada, kenapa diekspor?” kata Jokowi. Kepala
Negara menjelaskan perusahaan bisa menggandeng korporasi lain yang
memiliki teknologi untuk hilirisasi hasil tambang.
Jangan Terlena
Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Aloysius Gunadi Brata,
mengemukakan investasi di sektor manufaktur substitusi impor dan
hilirasi tambang harus segera diperkuat sebab tanda-tanda membaiknya
ekonomi dunia justru makin suram. Tidak ada jalan lain, kecuali
pemerintah membuka kemudahan bagi investasi di kedua sektor tersebut
agar ekonomi dalam negeri terselamatkan.
“Kita butuh bertahan tumbuh di atas 5 persen. Perdagangan global
tidak bisa diandalkan maka kurangi impor melalui industri subtsitusinya
dan tambang harus sebesar-besarnya diolah di dalam negeri untuk
menopang industri turunannya,” papar dia.
Dia mengingatkan agar dunia usaha tidak terlena dengan penguatan kurs
rupiah terhadap dollar AS belakangan ini karena hal itu tidak
mencerminkan kondisi riil kekuatan ekonomi Indonesia.
“Jangan terlena rupiah menguat saat ini, dan jangan terlena dengan
masih bergeraknya sektor riil saat ini. Semua harus disiapkan
antisipasinya yakni investasi substitusi impor dan hilirisasi tambang,”
jelas Gunadi.
0 comments:
Post a Comment