![]() |
Masyarakat Betawi menyebut orang yang pergi ke kota dengan istilah
milir, sedangkan yang pulang kampung disebut mudik. Mudik yang kita
bicarakan di sini adalah istilah populer yang dikaitkan dengan hari
raya, misalnya Lebaran, Natalan, Waisak, Nyepi dan Imlek. Tapi yang
paling populer memang mudik Lebaran, karena pergerakan masa yang sangat
besar dan melibatkan semua kalangan. Pemerintah pun memberi kesempatan
kepada masyarakat untuk menikmati liburan panjang.
Liburan ini menjadi peluang untuk orang yang tinggal bersama isteri
dan anak-anaknya di kota atau tempat yang jauh dari kampung halamannya
untuk mudik setahun sekali. Kesempatan mudik ini, ia manfaatkan untuk
silaturahmi dan berbagi kegembiraan dengan orang tua dan sanak saudara.
Perjumpaan setahun sekali ini akan menyenangkan, bila yang mudik dan
yang dikunjungi dalam keadaan sehat, apalagi jika pemudik membawa
oleh-oleh yang banyak sebagai tanda keberhasilan di perantauan.
Perlu membaca situasi
Lebaran tahun ini sangat berbeda dibanding tahun sebelumnya.
Tahun-tahun yang lalu kita merasakan kegembiraan, karena keadaan Negara
kita aman sentosa. Tapi saat ini segenap bangsa sedang berduka, karena
Negara sedang genting akibat Covid-19 alias Corona yang mewabah di
mana-mana.
Mudik tahun ini bisa jadi membawa bencana. Karena mungkin saja dengan
tidak kita sadari oleh-oleh yang dibawa adalah juga virus Corona.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, menyampaikan informasi yang
mengundang prihatin. Seorang Kepala Desa di wilayahnya yang sehat dan
segar bugar menjadi sakit terpapar virus Corona setelah ditemui oleh
seorang pemudik dari kota.
Semua lapisan masyarakat telah sadar, bahwa ada wabah yang
merajalela. Ia menyebar ke mana-mana. Ia dapat memapar siapa saja,
termasuk orang yang mengaggap Corona sebagai wabah biasa. Ia menyebar
dengan kecepatan tak terduga. Orang yang tinggal di kampung pun sudah
waspada. Mereka berusaha keras, bahkan melakukan tindakan yang tidak
biasa, agar wabah ini tidak menjangkiti mereka.
Media masa televisi baru-baru ini memberitakan penolakan masyarakat
di suatu daerah terhadap pemudik. Orang yang mudik bersama isteri dan
anak-anaknya diisolasi masyarakat dalam sebuah dangau di tengah sawah,
(orang Sunda menyebutnya Saung Sawah).
Jadi kalau kita mudik Lebaran tahun ini bisa jadi bukan kebahagiaan
yang kita dapatkan, melainkan kesengsaraan. Kita tidak tahu bahwa kita
membawa virus Corona. Akibatnya bukan memberi kegembiraan kepada orang
tua dan sanak saudara, malah menimbulkan bencana untuk semua. Orang tua
dan sanak saudara akan sedih dan kitapun akan merasa pedih. Ini akibat
kita tidak sabar dan memaksakan diri, menurutkan hawa nafsu belaka,
tanpa mempertimbangkan kesehatan dan keselamatan keluarga.
Keputusan yang cerdik
Tekad untuk tidak mudik Lebaran tahun ini merupakan keputusan yang
cerdik. Selain sedang merebaknya wabah penyakit, kesempatan pun hanya
sedikit. Karena Pemerintah telah mengalihkan libur bersama pada bulan
Desember akhir tahun nanti. Tidak mudik Lebara tahun ini, selain
keputusan yang cerdik, juga sesuai dengan tuntunan agama yang kita anut.
Agama Islam mengajarkan kita untuk menjaga diri dan keluarga agar
tidak terjerumus dalam duka nestapa (QS At-Tahrim). Menurutkan hawa
nafsu akan menimbulkan sengsara (QS Yusuf: 53). Orang yang berada pada
zona merah tidak boleh bepergian ke mana-mana (HR Bukhary). Agama
Kristen juga nenegaskan bahwa di tengah pandemik wabah, orang cerdik
akan mengisolasi diri, sedangkan orang ceroboh akan pergi ke tempat yang
ia suka, akhirnya ia celaka (Amsal, 22:3).
Jangan melakukan suatu perbuatan kepada orang lain yang jika menimpa
kita, kita pun tidak suka (Matius 7:12). Ajaran ini sejalan dengan
petuah Konghucu yang mengatakan bahwa apa yang diri sendiri tidak
inginkan, jangan diberikan kepada orang lain pula (Sabda Suci 15: 24).
Agama Buddha mengajarkan agar umatnya tidak boleh berbuat aniaya, tetapi
harus selalu menjunjung tingi kebaikan dengan hati mulia (Dhammapada:
183). Agama Hindu mengajarkan tat twam asi – aku adalah engkau dan
engkau adalah aku, menyatu dalam kalbu, bersama dalam raga. Demikian
dikatakan dalam Upanishad.
Jadi, umat Islam dan penganut agama selain Islam yang biasanya ikut
mudik karena libur bersama, Lebaran tahun ini tidak usah mudik. Mari
kita saling mendoakan dari kejauhan kiranya Allah memberi kita
kesehatan, perlindungan dan ketabahan serta kesabaran. Mari kita galang
persatuan agar Corona segera minggat dan silaturahmi kita tetap kuat. (Penulis, Ketua Umum MUI Provinsi Banten/Ketua FKUB Provinsi Banten)*
0 comments:
Post a Comment