Jakarta - Analis politik dari Voxpol Center Research
and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan dalam sistem demokrasi,
kelompok oposisi berperanan penting dalam membangun keseimbangan atau
"checks dan balances" pada pemerintahan.
"Mekanisme 'checks dan balances' ini dibutuhkan untuk mewujudkan tata
kelola dan penyelenggaraan pemerintahan yang terkontrol, sehingga
pemerintahan yang sedang berkuasa tidak keluar 'jalur' dan bertindak
sewenang-wenang," kata Pangi Syarwi melalui telepon selulernya, di
Jakata, Selasa (22/7/20).
Menurut Pangi Syarwi, kelompok oposisi juga harus memperkuat diri
untuk memaksimalkan perannya sebagai penyeimbang kekuasaan. Mekanisme
"checks and balances" ini, kata dia, harus dipandang sebagai satu
kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan dari sistem demokrasi itu
sendiri.
"Berkuasa atau berada di luar kekuasaan adalah satu paket, tujuannya
tetap sama yakni memastikan negara berjalan sesuai konstitusi dan
meminimalisir terjadinya
penyimpangan dan penyelewengan kekuasaan," katanya.
penyimpangan dan penyelewengan kekuasaan," katanya.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini
menambahkan, tidak boleh ada pandangan sinis terhadap oposisi sebagai
kelompok "pengganggu".
"Pandangan ini harus diluruskan, karena pemahaman itu keliru.
Memandang sinis terhadap oposisi dan upaya mengkebiri kelompok ini
sebagai 'pengganggu' stabilitas negara, akan mendorong negara ke jurang
tirani mayoritas dan otoritarianisme," katanya.
Pangi juga memandang, adanya upaya "rekomposisi" koalisi
pasca-pilpres adalah bentuk ketidakpercayaan diri dari koalisi pemenang
pilpres terhadap kekuatan
politiknya sendiri. Padahal, kekuatan koalisi parpol pendukung pemerintahan petahana di parlemen sudah cukup dominan, yakni 60 persen.
politiknya sendiri. Padahal, kekuatan koalisi parpol pendukung pemerintahan petahana di parlemen sudah cukup dominan, yakni 60 persen.
Di sisi lain, Pangi juga melihat langkah "rekomposisi" ini sebagai
upaya membungkam kelompok oposisi untuk melemahkan daya kritisnya
terhadap kekuasaan.
"Intrik politik semacam ini semestinya bisa dihindari dengan upaya
membentuk koalisi permanen yang tidak mudah goyah hanya karena godaan
pembagian 'kue
kekuasaan' semata," katanya.
kekuasaan' semata," katanya.
Adanya koalisi permanen, menurut dia, akan mendorong kelompok oposisi
punya proposal tandingan sebagai "second opinion" sehingga nantinya
kebijakan pemerintah bukan hanya dikritik tanpa dasar, juga punya
alternatif berfikir konstruktif untuk kontrol kepada pemerintahan.
Soal tawaran agar Partai Gerindra masuk ke koalisi pemerintahan
Jokowi, menurut Pangi, sebaiknya tidak masuk, karena akan membuat
demokrasi menjadi tidak sehat dan akan menurunkan kualitas demokrasi di
Indonesia.
"Salah satu kelemahan sistem presidensial setengah hati adalah karena
dipadukan dengan multi-partai. Ini yang sering kita sebut cacat bawaan
sistem presidensial multi-partai, tidak berlebihan saya sebut sistem
presidensial banci," katanya.
Menurut Pangi, dalam sistem presidensial murni, partai pengusung
utama calon presiden yang menang akan langsung jadi partai berkuasa atau
"the ruling party", sementara pihak yang kalah otomatis memposisikan
diri menjadi partai oposisi.
0 comments:
Post a Comment