JAKARTA KONTAK BANTEN Presiden Mahasiswa BEM KM IPB, Muhammad Afif Fahreza (Kokoh), menyoroti kebijakan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba, yang memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi.
Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap fungsi utama perguruan tinggi terdapat pada UU No 12 Tahun 2012 Pasal 5 yang berbunyi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi yang seharusnya menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan inovasi kini berisiko bergeser menjadi institusi bisnis yang lebih mengutamakan keuntungan ekonomi dibanding misi akademik. Dalam regulasi yang diusulkan, tercantum dalam Pasal 51A ayat (1) RUU Minerba dalam 3 poin bahasan utama Luas WIUP:
Pemberian WIUP harus mempertimbangkan luas area yang akan dikelola. Perguruan tinggi yang diberikan izin perlu memiliki kapasitas untuk mengelola wilayah yang cukup luas tanpa mengabaikan dampak sosial dan lingkungan Akreditasi Perguruan Tinggi.
WIUP diberikan kepada perguruan tinggi dengan akreditasi minimal B. Hal ini menjadi dasar bahwa perguruan tinggi yang terlibat dalam pengelolaan tambang memiliki kualitas akademik yang baik dan, Peningkatan Akses dan Layanan Pendidikan.
Pemberian WIUP harus mendukung upaya untuk meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat, terutama yang berada di daerah sekitar tambang.(RUU NO 4 TAHUN 2009), Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) yang diperbolehkan mengelola WIUP.
Saat ini, terdapat 24 PTN BH di Indonesia, namun tidak semuanya memiliki kompetensi dalam bidang pertambangan.
Hal ini berpotensi menimbulkan ketimpangan dalam pengelolaan izin usaha pertambangan di kalangan perguruan tinggi, di mana institusi dengan keahlian dan sumber daya lebih besar akan mendominasi, sementara lainnya tertinggal. Akibatnya, alih-alih menciptakan pemerataan manfaat, kebijakan ini justru bisa memperdalam kesenjangan antar perguruan tinggi.
Lebih lanjut, Afif menyoroti potensi konflik kepentingan yang muncul akibat keterlibatan perguruan tinggi dalam industri tambang. Perguruan tinggi memiliki kewajiban moral dan akademik untuk melakukan penelitian yang objektif dan berbasis keberlanjutan.
Namun, dengan adanya kepentingan bisnis dalam industri pertambangan, ada risiko besar bahwa penelitian yang dilakukan bisa kehilangan independensinya dan cenderung menguntungkan kepentingan ekonomi tertentu dibanding kepentingan lingkungan dan sosial.
Selain itu, dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kebijakan ini tidak bisa diabaikan. Industri pertambangan dikenal sebagai salah satu sektor yang memiliki risiko tinggi terhadap ekosistem dan keseimbangan lingkungan. Jika perguruan tinggi turut serta dalam eksploitasi sumber daya alam tanpa pengawasan yang ketat, bukan tidak mungkin akan terjadi kerusakan lingkungan yang luas. Padahal, perguruan tinggi juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik mahasiswa tentang keberlanjutan dan pelestarian lingkungan.
Di sisi lain, kebijakan ini juga dapat menggeser fokus perguruan tinggi dari misi utama mereka dalam pendidikan dan penelitian. Pengelolaan bisnis pertambangan yang kompleks menuntut sumber daya dan perhatian yang besar, yang bisa mengurangi kualitas pendidikan dan penelitian yang dilakukan oleh universitas. Alih-alih menjadi pusat inovasi akademik, perguruan tinggi bisa berubah menjadi institusi yang lebih fokus pada kepentingan ekonomi dan bisnis.
BEM KM IPB dan Forest Lestari juga menyoroti, bagaimana kebijakan ini bisa mempercepat komersialisasi pendidikan tinggi. Jika perguruan tinggi mulai mencari sumber pendapatan melalui sektor tambang, ada kemungkinan besar bahwa orientasi akademik akan bergeser ke arah yang lebih pragmatis dan berorientasi profit.
Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan tinggi yang bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia unggul dan berkontribusi bagi pembangunan bangsa, bukan untuk mengejar keuntungan semata.
Sebagai alternatif, Afif menyebutkan, rekomendasi agar pemerintah lebih memprioritaskan riset dan inovasi yang berbasis keberlanjutan dibanding memberikan izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi. Dukungan dalam bentuk insentif bagi universitas yang fokus pada penelitian lingkungan, energi terbarukan, dan solusi keberlanjutan lainnya akan lebih sejalan dengan visi pendidikan tinggi dalam menciptakan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan.
Lebih jauh, Afif juga mendorong, adanya transparansi dalam setiap kebijakan yang menyangkut dunia pendidikan tinggi. Perguruan tinggi sebagai institusi akademik harus tetap independen dan tidak terjebak dalam dinamika politik dan ekonomi yang bisa mengganggu fokus utamanya.
Oleh karena itu, diperlukan diskusi yang lebih luas dengan melibatkan akademisi, mahasiswa, dan masyarakat sebelum kebijakan ini diimplementasikan.
Dalam waktu dekat, BEM KM IPB dan Forest Lestari berencana untuk mengadakan diskusi terbuka dengan berbagai pihak, termasuk perwakilan mahasiswa, akademisi, serta aktivis lingkungan, untuk membahas lebih lanjut dampak dari kebijakan ini.
Harapannya, perguruan tinggi tetap bisa menjalankan perannya sebagai pusat pendidikan dan penelitian tanpa harus terlibat dalam industri yang memiliki dampak besar terhadap lingkungan dan sosial.
0 comments:
Post a Comment