LEBAK KONTAK BANTEN Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Lebak, Iyan Fitriyana merespons kebijakan yang diambil Gubernur Banten Andra Soni dan Sekda Banten Deden Apriandhi yang menonaktifkan Dini Fitria sebagai Kepala SMAN 1 Cimarga terkait dugaan kekerasan terhadap seorang siswa berinisial ILP (17). Iyan akan melaksanakan tabayyun terlebih dahulu guna memastikan kebenaran dari peristiwa tersebut.
Tabayyun adalah sikap meneliti dan menjelaskan kebenaran suatu berita atau informasi sebelum mempercayainya, yang juga bisa diartikan sebagai “check and recheck”. Sikap ini sangat penting dalam Islam untuk menghindari fitnah, kesalahpahaman, dan akibat buruk yang disebabkan oleh kebodohan.
Peristiwa dugaan kekerasan terhadap siswa yang kini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat usai Gubernur dan Sekda Banten menonaktifkan Dini Fitria dari jabatannya, dan orang tua korban yang membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
Dugaan kekerasan yang terjadi pada Jumat 10 Oktober 2025 lalu itu bermula, saat ILP dipergoki tengah merokok lalu membuangnya. Kepsek Dini pun meminta ILP untuk mencarinya namun tidak ditemukan. Mengetahui hal itu emosi Dini terpancing dan menampar ILP. Tak sampai di situ, ucapan kurang pantas pun dilontarkan oleh Dini yang mengeluarkan kata-kata “goblok” kepada ILP. Kini kasusnya sudah di tangan Kepolisian dan Gubernur Banten.
PGRI Lebak tetap menyatakan dukungan moral kepada Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Fitri yang saat ini tengah menghadapi kasus dugaan kekerasan terhadap siswa yang kini duduk di Kelas XI. “Tentunya, kami sangat menghormati langkah-langkah (kebijakan menonaktifkan kepala SMAN 1 Cimarga) yang diambil Gubernur dan Sekda Banten,”ujar Iyan, Rabu (15/10/2025).
“PGRI Lebak memiliki spirit untuk melindungi rekan guru, terus kami menginginkan ada proses tabayyun pada dinamika ini. Itu (kebijakan Gubernur dan Sekda Banten) ada klarifikasi yang berbeda atas kewenangannya,” sambung Iyan.
Iyan menegaskan, PGRI Lebak hadir memberikan dukungan moral bukan untuk membenarkan tindakan kekerasan dalam bentuk apa pun. Menurutnya, para guru selalu berupaya memberikan yang terbaik bagi peserta didik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan dan kemanusiaan.
“Kami selalu ingin menghadirkan proses pembelajaran yang aman, nyaman, inklusif, dan tanpa kekerasan. Bahkan kami mengacu pada referensi klasik Ta’limul Muta’allim yang menggambarkan relasi ideal antara guru dan peserta didik,” jelas Iyan.
PGRI Lebak mendorong agar kasus ini diselesaikan dengan iktikad baik melalui dialog dan musyawarah, tanpa mengedepankan ego dari pihak mana pun. “Insya Allah, dengan iktikad baik seluruh guru dan peserta didik, kita bisa menjaga proses pembelajaran yang aman, nyaman, inklusif, dan menggembirakan,” jelasnya.
0 comments:
Post a Comment