SERANG, (KB).- Seluas 1.714,5 hektare tanaman padi atau sawah di Banten waspada kekeringan
dengan 517,5 hektare di antaranya sudah terkena kekeringan dengan berbagai tingkatan. “Dari jumlah kekeringan tersebut kategori ringan 392,5 hektare, kategori sedang 105 hektare dan kategori berat 20 hektare,” kata Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Agus M Tauchid di Serang, Jumat (22/9/2017).
Agus mengatakan, untuk sawah yang kekeringan tersebut berada di Kabupaten Lebak 116 hektare, Kabupaten Tangerang 249 hektare, Kabupaten Serang 125,5 da Kota Serang sekitar 17 hektare. “Tahun ini relatif lebih sedikit yang kekeringan karena pola menanam padi yang sesuai jadwal. Tiga bulan sebelumnya sudah diperingatkan agar menanam sesuai jadwal,” kata Agus.
dengan 517,5 hektare di antaranya sudah terkena kekeringan dengan berbagai tingkatan. “Dari jumlah kekeringan tersebut kategori ringan 392,5 hektare, kategori sedang 105 hektare dan kategori berat 20 hektare,” kata Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Agus M Tauchid di Serang, Jumat (22/9/2017).
Agus mengatakan, untuk sawah yang kekeringan tersebut berada di Kabupaten Lebak 116 hektare, Kabupaten Tangerang 249 hektare, Kabupaten Serang 125,5 da Kota Serang sekitar 17 hektare. “Tahun ini relatif lebih sedikit yang kekeringan karena pola menanam padi yang sesuai jadwal. Tiga bulan sebelumnya sudah diperingatkan agar menanam sesuai jadwal,” kata Agus.
Menurut Agus, kekeringan tahun ini tidak akan mempengaruhi target
produksi padi 2017 sebanyak 2.417 ribu ton gabah. Namun demikian, selain
kekeringan ada juga tanaman padi yang terkena serangan hama wereng
cokelat seluas 66 hektare yakni kategori ringan 39 hektare, 12 hektare
kategori sedang, kategori berat 13 hektare dan dua hektare puso atau
gagal panen gara-gara serangan batang hama wereng cokelat.
Sementara pada komoditas tanaman jagung di Banten, dari total luas
tanam 63.188 hektare, luas tanaman yang waspada kekeringan sebanyak
4.075 hektare dan yang sudah terkena 3.009 hektare.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyiapkan sumur bor pada sejumlah daerah rawan kekeringan sebagai upaya untuk mitigasi.
“Meski kemarau masih tergolong normal, kami tetap siapkan langkah mitigasi berupa sumur bor di sejumlah daerah rawan kekeringan,” ujar Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam keterangannya di Jakarta, awal pekan ini.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyiapkan sumur bor pada sejumlah daerah rawan kekeringan sebagai upaya untuk mitigasi.
“Meski kemarau masih tergolong normal, kami tetap siapkan langkah mitigasi berupa sumur bor di sejumlah daerah rawan kekeringan,” ujar Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam keterangannya di Jakarta, awal pekan ini.
Basuki menjelaskan, sejauh ini musim kemarau masih tergolong normal
dan diperkuat lagi Badan Meteorologi dan Geofisika merilis bahwa pada
awal November atau akhir Oktober 2017 akan masuk musim hujan. Oleh
karena itu, tegasnya, pada daerah rawan air pihaknya telah melakukan
pengeboran air tanah untuk pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat.
Pengeboran dilakukan setelah tim survei geolistrik mengidentifikasi
sumber air tanah dalam dan dilakukan pengeboran sedalam 20-70 meter
dengan debit air yang dihasilkan dari sumur bor bervariasi yakni 1,5-10
liter per detik. “Kami sendiri sudah melakukan mitigasi kekeringan
dengan membangun sumur bor setiap tahunnya dan hingga saat ini total
sebanyak 6.902 sumur bor di berbagai daerah di Indonesia. Dari jumlah
tersebut, sumur bor paling banyak terdapat di Pulau Jawa (2.916 sumur),
Bali dan Nusa Tenggara (2.174 sumur),” ujarnya.
Basuki menambahkan , saat terjadi kekeringan, pemenuhan kebutuhan air
bersih menjadi prioritas, baru setelah itu untuk irigasi lahan
pertanian. Selain itu, pemerintah telah upayakan suplai air dari
waduk-waduk yang ada, misalnya Waduk Jatigede mampu mengurangi dampak
kekeringan di Indramayu dan sekitarnya. Ia mengumumkan, memasuki musim
kemarau panjang 2017, kondisi 16 waduk utama di Indonesia secara umum
masih dalam kondisi normal. “Dari 16 waduk utama, 10 di antaranya masih
dalam kondisi normal, sedangkan enam waduk lainnya, tinggi muka airnya
di bawah rencana,” ucap Basuki.
Basuki merinci 16 waduk utama itu antara lain Jatiluhur, Cirata,
Saguling, Kedungombo, Batutegi, Wonogiri, Wadaslintang, Sutami,
Bilibili, Wanurejo, Cacaban, Selorejo, Kalola, Way Rarem, Batu Bulan,
dan Ponre Ponre. Demikian juga 75 waduk lainnya, kata Basuki, kondisinya
12 waduk dalam kondisinya normal, sementara 57 waduk lainnya tinggi
muka air waduk berada di bawah rencana dan enam waduk lainnya mengalami
kekeringan di antaranya Plumbon dan Gebyar di Jawa Tengah. “Kondisi air
waduk di bawah rencana itu apabila daya tampung air saat musim kemarau
di bawah 9 juta m3, sementara kondisi normal waduk adalah 10 juta meter
kubik.
Jika kapasitasnya turun kurang dari 1 juta m3 saat musim kemarau,
maka kondisinya dapat dianggap masih normal,” tuturnya. Oleh karena itu,
katanya, sebagai langkah jangka menengah dan panjang mengurangi dampak
kekeringan sekaligus ketahanan air, pihaknya terus melakukan percepatan
penyelesaian 30 waduk (on-going) dan membangun sembilan waduk baru pada
2017 dan 9 waduk baru di 2018. Pada periode 2014-2019, Kementerian PUPR
menargetkan 29 waduk selesai dengan volume total tampungan sebesar 1,8
miliar m3.
Embung
Selain waduk, Kementerian PUPR juga telah membangun berbagai embung
dengan total jumlah saat ini mencapai 1.742 embung dengan volume
tampungan 174,04 juta m3. Selain itu, dilakukan rehabilitasi 15 danau
prioritas. Pada tahun 2017, Kementerian PUPR menargetkan penyelesaian
pembangunan 111 embung baru yang akan menambah 719 embung yang sudah
selesai dibangun dua tahun sebelumnya (2015-2016), sehingga total embung
baru sebanyak 830 embung.
Pompa disiapkan
Langkah lainnya, sesuai instruksi Menteri Basuki kepada Balai Besar
Wilayah Sungai (BBWS) maupun Balai Wilayah Sungai (BWS) Ditjen Sumber
Daya Air sudah diminta untuk menyiapkan pompa guna mengalirkan air dari
sungai ke sawah petani. Total ada sebanyak 161 pompa yang disiapkan di
17 BBWS dan BWS. “Para kepala balai sudah dikumpulkan oleh Dirjen Sumber
Daya Air (SDA) untuk memonitor daerah masing-masing dan melakukan
identifikasi.
Kalau masih ada sumber air sungai yang debitnya cukup memadai, saya
minta segera bisa dikirimkan pompa untuk mengalirkan air ke saluran
irigasi. Termasuk daerah kering yang padat penduduk untuk bisa
disediakan bor dan pompa,” katanya. Menteri Basuki mengimbau petani yang
tergabung dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) untuk melakukan
pola menggilir air ke daerah rawan kekeringan. “Sebab kalau tidak
dilakukan hal tersebut, warga akan berebut air saat terjadi kekeringan,”
ujar Basuki.
0 comments:
Post a Comment