Dalam Ajaran Islam Setiap Hari di peringati sebagai “Hari Ibu“.
Bukan tanpa alasan penetapan tanggal yang menunjukkan peringatan
sebagai Hari Ibu, kenapa bukan Hari Orang Tua. Apakah sosok seorang
Ibu/wanita lebih mulia dibandingkan sosok Bapak/laki-laki? padahal dalam
kehidupan sehari-hari sebutan ibu tidak akan terlepas dari sosok
seorang Bapak/laki-laki, wanita disebut ibu karena punya suami
laki-laki atau dipanggil “Bapak”, bahkan panggilan seorang Ibu
dalam pergaulan sering dilekatkan dengan nama suaminya, bukan nama
sebenarnya dari Ibu/wanita itu sendiri tetapi, contohnya suami namanya
“Amir” sang istri namanya”Ida”, dipanggilnya “bu Amir” bukan “bu Ida” .
Peringatan hari ibu tentunya bertujuan tidak sekedar seremonial saja,
atau hanya sekedar hura-hura/ramai-ramai yang tidak substansial, tetapi
itu harus dimaknai dengan sungguh-sungguh yang dapat menggugah dan
mengingatkan kita semua betapa mulia sebutan dan kedudukan seorang “Ibu”
dalam kehidupan umat manusia, yang tentunya hal itu bukan berarti
mengabaikan peran “Bapak” .
Kemuliaan seorang ibu bahkan pernah menjadi suatu legenda yang sangat
terkenal dari daerah Sumatera Barat, yang menjadi cerita menarik penuh
pesan yang baik bagi anak-anak dalam menghormati orang tuannya, yang
dikenal “Legenda Malim Kundang”. Dalam legenda tersebut dikisahkan ada
seorang anak yang ingin sukses, kemudian merantau atau keluar dari
kampung halamannya dengan meninggalkan ibunya sendirian, dan ibunya
dengan berat hati, penuh tangis dan do’a akhirnya melepaskan keinginan
anaknya tersbut. Kemudian anak yang bernama Malim tersebut meraih sukses
menjadi saudagar kaya dengan istri yang cantik rupawan, dan
kesuksesannya menjadikan dirinya lupa asal-muasal sebelumnya seperti
apa, bahkan ketika ibunya yang mendengar anaknya yang sudah sukses,
punya keinginan untuk menemuinya karena sudah lama tidak ketemu dan
tidak tahu kabar beritanya, sehingga sang ibu sangat merindukannya.
Ketika ia bertemu sang saudagar dengan pakaian kemegahannya yang
didampingi seorang wanita cantik jelita, dengan naluri seorang ibu yang
pernah melahirkannya, dan ciri-ciri yang melekat dalam tubuh sang anak,
iapun yakin bahwa saudagar itu adalah anaknya yang lama telah pergi
bernama Malim. Ternyata si Malim dengan kemewahan yang dimiliki telah
melupakan seorang ibu yang pakaiannya dekil dan kotor yang pernah
mengandung, melahirkannya dan merawatnya sejak kecil. Malim merasa tidak
pernah kenal dengan wanita itu yang sesungguhnya adalah ibu kandungnya
bahkan berani mengusirnya. Keangkuhan Malim membuat sang ibu marah, dan
tidak terkendali, sehingga sang ibu mengucapkan kata-kata untuk
tujuannya memberi pelajaran kepada anaknya, singkat cerita; apa yang
dikatakan ibu Malim Kundang didengar dan dikabulkan oleh Tuhan sehingga
Malim Kundang menjadi sebongkah batu.
Di masa Rasulululloh Saw juga terdapat kisah seorang sahabat yang
namanya Alqomah, beliau rajin sholat, rajin puasa dan banyak bersedekah,
kemudian sakit keras yang mengalami kesusahan menjelang meninggalnya
dan ketika para sahabat lainnya yang mengunjunginya dan mentalqin dengan
kalimah Laa Ilaha Illallah pada saat naza’, beliau tidak bisa
mengucapkannya, setelah dicari penyebabnya ternyata Ibu Al-qomah pernah
marah kepadanya, karena ibunya merasa tersinggung tidak dipedulikan oleh
Al-qomah, yang menurut ibunya Alqomah lebih mendahulukan istrinya
daripada ibunya. Kemudian Rasululloh Saw meminta ibunya untuk memaaafkan
Al-qomah, agar kematiannya mudah, tetapi sang Ibu tidak mau memaafkan.
Karena sang ibu tidak mau memaafkan anaknya, maka Rasululloh SAW
mengancam akan membakar Al-Qomah untuk mempercepat kematian dan
menghilangkan penderitaannya. Kisah ini di sebutkan dalam hadits yang
sangat masyhur dan sering menjadi kisah-kisah teladan untuk mengajari
anak-anak agar berbakti pada orang tuannya, namun dalam artikel Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf hafidzahullah (dibahas bahwa hadits tersebut termasuk dhoif/lemah, karena terdapat perawi bernama Abul Warqo’ Fa’id bin Abdirrahman yang merupakan salah seorang yang ditinggalkan haditsnya dan seorang yang tertuduh berdusta…..
Walaupun mungkin dhoif/lemah derajat haditsnya, saya kira kisah ini
tetap bisa menjadi cerita yang dapat menjadi ibroh/pelajaran bagi kita
semua, sebagaimana legenda Malim Kundang, bahwa seorang seorang anak
harus memuliakan orangtua, terutama Ibunya.
Terlepas dari kisah-kisah tersebut di atas, sesungguhnya Alloh SWT
melalui firman-Nya dalam Al-qur’an dan Raslulloh SAW dalam haditsnya
telah memerintahkan kepada kita semua sebagai orang muslim, agar
menghormati, memuliakan, mentaati perintahnya yang tidak untuk
bermaksiat kepada Alloh SWT, menyayanginya sampai akhir hayatnya, dan
selalu mendo’akannya ketika sudah wafat.Dalam
beberapa ayat Al-qur’an dan Al-hadits lebih ditekankan lagi terhadap
orang tua perempuan atau Ibu, sebagaimana dalam hadits berikut ini:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟
قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah r.a, Rasululloh saw bersabda, “Seseorang
datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata,
‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Pendapat Imam Al-Qurthubi dalam menjelaskan hadits tersebut adalah; “Hadits
tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang
ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah.
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga
kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita
mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena
kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan
kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh
seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang
ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Tafsir Al-Qurthubi X : 239)
Sedangkan Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah dalam kitabnya Al-Kabaair memberikan penjelasan lebih luas tentang sosok Ibu dalam hadits tersebut:
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau
mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali
kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang
mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.
Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.
Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.
Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.
(Akan dikatakan kepadanya),
Mengapa Rasululloh SAW memerintahkan untuk menghormati seorang “Ibu”
dalam tiga kali dari seorang “Ayah”? Apabila kita coba cermati secara
seksama, maka akan kita temukan beberapa alasan yang mendasarinya, yang
mana alasan itu juga disebutkan dalam ayat Al-qur’an maupun Al-hadits.
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ
إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ
وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ
أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ
الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً
تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي
مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah
(pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun
ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau
yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku
dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ
اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Kedua ayat tersebut kalau kita cermati, terdapat tiga pekerjaan yang
dilakukan seorang ibu, yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang ayah,
dan pekerjaan ketiganya merupakan pekerjaan yang berat. Namun demikian
jika itu dilakukan dengan senang, sabar, dan dalam rangka mencari ridlo
Alloh SWT, maka pekerjaan itu merupakan bagian dari jihad seorang ibu,
yang pahalanya sungguh luar biasa diberikan oleh Alloh SWT.
1. Ibu “mengandung” bayi
Pekerjaan “mengandung” memang hanya diberikan oleh Alloh SWT kepada seorang wanita, makanya “rahim”
sebagai tempat mengandung juga hanya dipunyai dan melekat dalam tubuh
seorang wanita, yang letaknya pada bagian perut, sedangkan seorang
laki-laki, walaupun sama-sama mempunyai perut, tetapi tidak diciptakan
rahim di dalamnya.
Oleh karenanya, ketika sepasang suami istri ingin mempunyai anak,
kemudian Alloh SWT mengabulkan dan mentakdirkannya, maka setelah terjadi
pertemuan antara sel sperma yang dimiliki laki-laki dengan sel telur
yang dimiliki perempuan, yang hasil pertemuan itu dinamakan “pembuahan” kemudian menghasilkan “janin”,
maka secara automatically janin tersebut tersimpan dalam rahim sang
istri. Di dalam rahim itulah janin akan tumbuh terus dengan mendapatkan
asupan makanan dan oksigen dari ibu yang mengandungnya melalui saluran
plasenta yang letaknya di dalam rahim itu juga.
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)(23:12-13).
Seiring dengan perjalanan waktu dengan izin Alloh SWT janin akan
tumbuh semakin besar menuju bentuk yang sempurna(bayi/manusia kecil)
dengan dilengkapi berbagai perangkat yang melekat pada tubuhnya, persis
seperti yang dimiliki oleh ayah dan ibunya, dan saat itu juga berat
badan bayi semakin bertambah berat, maka disitulah beban yang harus
dibawa seorang ibu semakin berat juga.
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
Seorang ibu harus mengandung bayi tersebut dan terus membawanya
kemanapun dia pergi, yang tidak mungkin dititipkan pada orang lain atau
ditaruh /diletakkan di tempat tertentu untuk sementara waktu agar tidak
lelah membawanya kesana kemari. Pekerjaan itu harus ibu lakukan sendiri,
tidak ada orang lain atau bahkan suaminya sendiri yang bisa membantu
membawa sang bayi yang ada dalam kandungannya, itu harus dia alami
selama kurang labih sembilan bulan sepuluh hari,dan semakin mendekati
hari kelahiran, akan semakin lemah dan bertambah kepayahan.
Sungguh luar biasa perjuangan seorang ibu yang mengandung
anaknya, maka ingatlah kepada Alloh SWT dan jangan lupakan orang tua
terutama ibumu
2. Ibu “melahirkan” bayi
Ketika bayi yang ada dalam kandungan sudah sempurna bentuknya, dan
sudah saatnya melihat dunia luar, maka sang Ibu harus berjuang dengan
taruhan nyawa untuk mengeluarkan bayi tersebut, yang proses itu disebut”melahirkan“.
Proses melahirkan merupakan pekerjaan yang hanya dimiliki dan harus
ditanggung oleh seorang wanita/ibu, sebagai konsekuensi dari mengandung
bayi.
Prosesnya melahirkan sangat luar biasa sakitnya, terutama disaat-saat
bayi membuka pintu keluar bagi dirinya sedikit-demi sedikit atau yang
sering disebut “kontraksi” sampai saat bayi mendapatkan pintu yang lebar
untuk keluar dengan mudah. Saat itulah sang ibu menahan dan melepas
nafas, menahan sakit, bahkan ada yang sampai tidak sadar menggigit orang
yang ada didekatnya hingga berdarah, karena saking sakitnya.
Maka sebagai seorang muslim/muslimah pada saat melahirkan harus
banyak berdzikir, menyebut nama Alloh SWT, dan sang suami beserta
keluarganya berdo’a meminta kemudahan dan keselamatan ibu dan anaknya
agar bisa lahir dengan lancar.
Begitu beratnya perjuangan saat melahirkan, jika atas takdir Alloh
SWT kemudian sang ibu muslim meninggal, maka termasuk dalam kategori
mati syahid, Subhanalloh.
الشُّهَدَاءُ سَبْعَةٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ : الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ ، وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ ، وَصَاحِبُ ذَاتِ
الْجَنْبِ شَهِيدٌ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ ، وَالْحَرِقُ شَهِيدٌ ،
وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ
بِجُمْعٍ شَهِيد .
“Syuhada’ (orang-orang mati syahid) yang selain terbunuh di jalan
Allah itu ada tujuh: Korban wabah tha’un adalah syahid, mati tenggelam
adalah syahid, penderita penyakit lambung (semacam liver) adalah syahid,
mati karena penyakit perut adalah syahid, korban kebakaran adalah
syahid, yang mati tertimpa reruntuhan adalah syahid, dan seorang wanita yang meninggal karena melahirkan adalah syahid.” (HR. Malik, Ahmad, Abu Dawud, dan al-nasai, juga Ibnu Majah. Berkata Syu’aib Al Arnauth: hadits shahih).
Walaupun pada zaman sekarang, seiring dengan perkembangan teknologi
kedokteran, seorang wanita yang akan melahirkan tidak harus melalui
jalan keluar yang normal, dengan alasan kondisi sang ibu dan bayinya
atau alasan medis lainnya, mengeluarkan bayi dari kandungan sang ibu
bisa melalui cara pembedahan perut, yang barang kali bisa dibilang
menjadi trend melahirkan jaman sekarang, karena pada saat dilakukan
operasi bedah, sang ibu akan dibius, sehingga tidak merasakan sakit,
sedangkan dalam melahirkan secara normal, sang ibu tidak mungkin dibius,
karena dia harus aktif untuk mendorong bayi keluar dengan tekanan
pernafasannya. Tetapi bagaimanapun juga dalam proses operasi pembedahan
yang menjadi taruhan nyawa juga sang ibu. Itulah perjuangan seorang
wanita/ibu dalam melahirkan bayi.
Sungguh luar biasa perjuangan seorang ibu yang melahirkan
anaknya, maka ingatlah kepada Alloh SWT dan jangan lupakan orang tua
terutama ibumu.
3. Ibu”menyusui dan mengasuh ” bayi
Setalah bayi keluar dari kandungan, sang ibu juga tidak beristirahat
begitu saja, tetapi dia harus menyusuinya setiap saat dan setiap waktu
bayi itu kelaparan, karena pada saat umur masih dibawah 3(tiga) bulan
lambung sang bayi belum begitu kuat menerima makanan, selain dalam
bentuk susu, dan air susu ibu(ASI) mempunyai kandungan yang luar biasa,
selain mengenyangkan juga memberi antibody bagi sang anak dari serangan
penyakit. Islam memerintahkan sang ibu menyusui anak dalam waktu 2(dua)
tahun, dan ketika asi itu tidak dikeluarkan, juga berpanguruh pada sang
ibu, terkadang mengalami demam dan sakit.
Belum lagi kalau malam hari harus terjaga, karena bayi biasanya
sering bangun malam-malam, menangis dan rewel… maka sang ibu yang masih
dalam kondisi kelelahan pada saat melahirkan atau kurang tidur harus
bangun menyusuinya untuk menenangkan, apabila masih tetap menangis harus
menggendongnya,menghiburnya, mengayun-ayunnya sambil mata sang ibu
menahan kantuk dan itupun dilakukannya dengan ikhlash dan kasih
sayang…disaat yang sama terkadang sang ayah masih terlelap tidur..seolah
tidak peduli.
Kalau sang bayi buang kotoran atau buang air kecil(ngompol)….…sang
ibu juga akan dengan sabar membersihkannya dalam setiap saat dan setiap
waktu..tanpa merasa jijik dan menyesal, tetapi dilakukan dengan senang
hati.
Disaat sang ibu harus melakukan pekerjaan lain seperti memasak,
menyapu, mencuci piring, harus sambil mengendong bayi yang tidak mau
ditidurkan ditempat tidur.
Namun ada juga seorang ibu yang membuang bayinya karena malu atau
tega menyakiti bayinya karena punya persoalan kemisikinan, bertengkar
dengan suaminya, atau bahkan ada yang tega membunuhnya, tetapi perbuatan
itu semua merupakan perbuatan yang diluar kenormalan manusia atau
ketidakwajaran pada umumnya sebagai seorang ibu. Ada pepatah
“sebuas-buas harimau tidak akan memakan anaknya”.
4. Ibu “mendidik” anak
Pendidikan usia dini sangatlah penting bagi perkembangan seorang
anak, dan kedekatan seorang anak tentunya lebih kepada ibunya dibanding
pada ayahnya, karena jika ibunya tidak bekerja diluar rumah, maka hampir
setiap saat dan setiap waktu akan mendapatkan belaian sang ibu,
sedangkan sang ayah yang mencari nafkah diluar rumah terkadang jarang
bertemu. Kedekatan ibu terhadap anaknya inilah yang lebih mudah memberi
pengajaran kepada anak, dan pendidikan seorang ibu kepada anaknya
terbukti lebih berhasil.
Banyak peristiwa yang terjadi diamana seorang ibu yang berpisah
dengan suaminya, entah karena suami meninggal atau perceraian, tetapi
sang ibu tetap tegar, mandiri dan berhasil mengantarkan anak-anaknya
dewasa serta meraih kesuksesan, walaupun harus merangkap sebagai kepala
keluarga yang harus mencari nafkah buat diri dan anak-anaknya, yang hal
itu sangat berbeda dengan seorang suami yang berpisah dengan istrinya.
Makanya ada guyonan” jika istri berpisah dengan suami lebih banyak
memikirkan pendidikan anak-anaknya, tetapi jika suami berpisah dengan
istri lebih berfikir bagaimana dan kapan mencari pengganti ibunya
anak-anak”
Dengan empat alasan itulah kita harus selalu menghormati orang tua
kita dan selalu mendoakannya serta memeliharanya ketika sudah berumur
senja seperti mereka memelihara kita diwaktu kecil.
0 comments:
Post a Comment