SERANG-Tepat 7 bulan setelah terpilih menjadi gubernur Banten, Wahidin Halim
bersama wakilnya, Andika Hazrumy sudah mulai menggebrak dengan berbagai
terobosan kebijakan dalam kepemimpinannya. Walaupun masih terikat
dengan aturan Undang-Undang selama 6 bulan dilarang melakukan rotasi dan
mutasi pejabat Pemprov, tapi geliat perubahan sudah mulai terasa dan
diakui oleh publik. Produk kepemimpinan yang nyata adalah pada upaya
keras gubernur WH merubah mindset dan kultur birokrasi di internal
Pemprov yang masih terwarisi budaya malas, tidak disiplin, koruptif,
kurang inovatif.
Lalu, WH mampu membangun relasi rasional dengan partai koalisi yang
mayoritas menguasai legislatif tanpa harus melakukan koorporasi
kekuasaan antara eksekutif, legislatif dan yudikatif untuk mencuri APBD.
WH juga berani tegas memotong alokasi anggaran yang tidak perlu dan
hambur untuk dialokasi ke pembangunan inprastruktur jalan, bidang
kesehatan dan pendidikan yang jadi prioritas. Dalam memberantas perilaku
koruptif, WH mulai dari diri dan keluarganya yang sejak menjadi
walikota berkomitmen untuk tidak bermain-main proyek-proyek APBD.
Dari sisi keterbukaan publik, WH menjadikan joglo rumah dinasnya
sebagai sarana diskusi dan menampung aspirasi dari berbagai kalangan
untuk mengambil kebijakan pemerintahannya ke depan. WH juga dinilai
sebagai sosok pemimpin yang tidak bisa didikte atau ditekan-tekan.
Namun demikian, ke depan Gubernur WH tetap harus lebih ketat dan
tegas terhadap perilaku bawahannya yang masih mewarisi tradisi masa lalu
dan harus konsisten dalam memberantas korupsi pada pemerintahan yang
dipimpinnya.
Itulah beberapa poin yang muncul saat diskusi catatan akhir tahun
Gubernur Wahidin Halim yang bertempat di rumah makan Saung Serpong, BSD
City, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Sekretaris bersama (Sekber)
Banten bersama Ikatan Jurnalis UIN Jakarta (IJU) Sabtu (30/12/2017)
siang, mengelar diskusi publik terbatas dengan puluhan awak media,
mengenai catatan akhir tahun kinerja Gubernur Banten Wahidin Halim (WH).
Hadir sebagai narasumber dalam diskusi publik akhir tahun tersebut
diantaranya, Syukri Rahmatullah selaku ketua Sekber Banten, Adi Prayitno
selaku pengamat politik UIN Jakarta, Dani Setiawan pengamat politik
AEPI, Acho Ardiansyah koordinator LSM anti korupsi Truth serta dipandu
oleh moderator Pipo Rahmatullah yang juga menjabat sebagai ketua IJU
(Ikatan Jurnalis UIN Jakarta ).
Dalam kesempatan itu, berbagai narasumber yang hadir menyoroti
beberapa persoalan yang paling mencolok, seperti ketimpangan mengenai
jumlah angka kemiskinan dan pengangguran, serta tata kelola birokrasi
yang transparan.
Ketua Sekber Banten, Syukri Rahmatullah menuturkan, dalam
visi-misinya WH mencantumkan banyak hal yang akan diperbuat dalam masa
kepemimpinannya. Namun yang paling mencuat untuk dikaji, adalah soal
tekadnya menjadikan Banten bebas korupsi dan menurunkan angka
kemiskinan.
“Bahwa persoalan Banten yang paling besar menurut saya hanya cuma
dua, yang paling populer diantara permasalahan banyak lainnya, yaitu
adalah persoalan korupsi dan kemiskinan,” tuturnya.
Dijelaskannya, Banten merupakan suatu wilayah yang terdiri dari 8
Kabupaten dan Kota. Namun infrastruktur pembangunannya, kontras terlihat
antara wilayah Tangerang Raya dengan wilayah lain di Banten yang tak
berbatasan langsung dengan ibukota.
Pemerintah Provinsi Banten dibawah Gubernur Wahidin Halim (WH)
masih terhitung bulan yakni 7 bulan dan 18 hari. Menurut aturan,
Gubernur baru tidak diperbolehkan merotasi kepala dinas selama enam
bulan, sejak dilantik. Artinya secara efektif, baru 1 bulan dan 18
hari. Namun kinerja pemerintahan Gubernur WH banyak yang telah
dilakukan, oleh sebab itu Wahidin Halim layak diapresiasi dan terus
ditingkatkan di tahun 2018 mendatang.
Pengamat Politik UIN Jakarta, Adi Prayitno menyatakan bahwa dalam
proses perjalanan memimpin Banten sekitar 7 bulan belakangan, Gubernur
WH mulai menggunakan waktu untuk mengkonsolidasikan birokrasi-birokrasi
dibawahnya. Hal itu dilakukan, untuk memastikan jajaran dibawahnya agar
berlaku profesional.
”Yang kita tahu sejak berkarir di birokrasi sampai menjadi walikota,
WH bukan tipe yang tidak bisa didikte atau ditekan-tekan oleh kekuatan
apapun, semoga saja tetap bertahan, karena pada koalisi besar seperti
parpol yang mengusungnya, potensi didikte sangat potensial. Juga jangan
sampai terjadi matahari kembar dalam hubungan dengan wakilnya, Andika
Hazrumy. Ini salah satu tantangan WH ke depan”. Ujar Adi Prayitno.
“Ini nggak mudah menata ulang birokrasi di Banten, karena yang
menjadi sebab dan faktor utama korupsi di Banten ini adalah soal
birokrasi yang carut-marut, mulai level Office Boy (OB), Satpam, sampai
tingkat elit lah kira-kira begitu. Ini menjadi sebab-musabab korupsi di
Banten yang cukup lama,” pungkasnya lagi
Dalam catatan di media massa beberapa gebrakan yang sudah dilakukan
Gubernur Banten antar lain, yakni; Satu bulan menjabat, WH sudah
memperoleh penghargaan dalam bidang keuangan dengan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) dari BPK RI, dari sebelumnya WDP dan Disclaimer.
Melakukan penghematan anggaran dengan memangkas alokasi APBD yang tidak
perlu. Melakukan pembatalan proyek-proyek yang yang kurang jelas dan
potensial bermasalah. Melarang para pejabat dan pegawai untuk dinas luar
yang tidak penting dan menghadiri acara-acara yang tidak signifikan
untuk percepatan pembangunan.
“Kita harus jujur, sebenarnya usia 6 bulan masih relatif dini untuk
diberi penilaian, akan tetapi jika dipaksa dengan melihat kinerja selama
enam bulan tersebut, ya bisa lah diberi rapor biru” ujar Ketua Sekber
Banten, Syukri Rahmatullah mengakhiri diskusinya







0 comments:
Post a Comment