JAKARTA - Indonesia dinilai bisa lolos dari risiko ketidakpastian
global dan beranjak menjadi negara maju jika mampu membangun kemandirian
pangan dan energi, serta memangkas tingginya utang luar negeri akibat
menanggung beban obligasi rekapitalisasi perbankan eks Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Kebergantungan yang sangat masif pada impor pangan dan energi, serta
utang luar negeri hanya akan membuat Indonesia jadi korban
ketidakpastian global akibat perang dagang, dan berakhirnya era dana
murah, seperti yang terjadi saat ini.
Ekonom Indef, Abra Talattov, mengemukakan kunci strategi global
adalah Indonesia harus menjadi pemenang dan mampu melepaskan diri dari
kebergantungan pada impor pangan dan energi, serta lepas dari beban
obligasi rekap yang merongrong keuangan negara dalam dua dekade
terakhir.
“Indonesia bisa jadi pemenang jika tahu strateginya, yakni lepas dari
kebergantungan impor dan beban utang BLBI,” ungkap dia, di Jakarta,
Jumat (12/10). Abra menambahkan, persoalan utama ekonomi Indonesia,
yakni defisit transaksi berjalan harus mampu dibalik menjadi surplus.
Caranya, mengambil peluang bisnis yang diabaikan negara besar akibat
perang dagang.
“Ini bisa dilakukan bila kita mandiri. Kemandirian kita akan membuka
peluang di tengahtengah perselisihan dagang negara maju,” ujar dia.
Selain itu, kata Abra, kebijakan lain yang mesti dilakukan untuk menjadi
negara maju adalah memangkas angka kemiskinan. Hal itu membutuhkan
kepastian hukum dan keadilan ekonomi.
“Kalau saat ini 260 juta rakyat harus menanggung utang BLBI dari
segelintir orang, ini kan tidak adil, nggak bener itu,” tukas dia.
Menurut Abra, Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan momentum perang
dagang untuk membenahi daya saing. Sayangnya, Indonesia tengah
menghadapi banyak persoalan domestik, seperti defisit neraca perdagangan
dan utang warisan masa lalu, yakni obligasi rekap.
“Kondisinya sekarang ini ketidakpastian global makin besar. Bahkan,
lembaga internasional mewanti-wanti akan terjadi krisis keuangan global
di 2020,” kata dia. Terkait dengan beban bunga rekap BLBI, Abra
mengungkapkan hal itu menjadi warisan masalah yang menuntut
penyelesaian.
Sebab, stimulus fiskal APBN menjadi tidak optimal karena digunakan
untuk membayar obligasi rekap. Dia menambahkan, salah satu bukti bahwa
utang BLBI menjadi beban adalah porsi utang yang terus meningkat tiap
tahun, sebab pemerintah membayar bunga obligasi rekap dengan menarik
utang baru melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Ini
menyebabkan tumpukan utang di atas utang, gali lubang tutup lubang.
Pidato Presiden
Sementara itu, sambutan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang
mengibaratkan persoalan dunia dengan serial populer, Game of Thrones
saat membuka Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank
Dunia menuai banyak komentar.
Managing Director IMF, Christine Lagarde, dan Presiden Bank Dunia,
Jim Yong-kim, pun mengapresiasi pidato tersebut. Jokowi memulai
pidatonya dengan mengapresiasi kinerja para pemimpin ekonomi, sehingga
dunia berhasil lolos dari ancaman krisis 2008. Namun, tantangan tetap
ada.
Menurut dia, sementara AS menikmati pertumbuhan yang pesat, banyak
negara lain justru melemah. Begitu juga perang dagang, hingga disrupsi
teknologi membuat negara berkembang tertekan. “Dengan banyaknya masalah
perekonomian dunia, sudah cukup bagi kita untuk mengatakan bahwa, Winter
is Coming,” kata Jokowi, di Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10).
Dalam beberapa dekade terakhir, Jokowi menyebut negara ekonomi maju
telah mendorong negara ekonomi berkembang untuk membuka diri dan ikut
dalam perdagangan bebas dan keuangan terbuka. Globalisasi dan
keterbukaan ekonomi internasional ini telah memberikan banyak
keuntungan.
“Namun akhir-akhir ini, hubungan antarnegara-negara ekonomi maju,
semakin lama semakin terlihat seperti Game of Thrones,” ujar dia. Kepala
Negara menilai ada keretakan dalam aliansi antarnegara-negara maju.
Lemahnya kerja sama dan koordinasi telah menyebabkan terjadinya
banyak masalah, seperti peningkatan drastis harga minyak mentah dan juga
kekacauan di pasar mata uang yang dialami negara-negara berkembang.
Jokowi menyatakan beberapa negara maju di dunia bertindak seperti Great
Houses dalam serial Game of Thrones. Mereka berperang satu sama lain
untuk memperebutkan takhta besi, atau Iron Throne.
0 comments:
Post a Comment