JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, menolak
lembaganya mengelola dana saksi partai politik Pemilihan Umum (Pemilu)
2019. Ia mengaku KPU sudah banyak pekerjaan. “Kalau ini mau diberikan
kepada KPU, terus terang saja kerjaannya sudah banyak. Jadi, mohon tidak
dibebankan kepada KPU,” kata Arief, di Jakarta, Minggu (21/10).
Badan Anggaran (Banggar) DPR telah menerima usulan dana saksi partai
dari Komisi II DPR untuk dianggarkan dalam APBN Tahun 2019. Badan
Anggaran memperkirakan dana saksi itu sebesar 3,9 triliun rupiah. Tetapi
usulan yang mengemukan dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi II DPR
tersebut banyak ditolak oleh sejumlah fraksi, termasuk usulan agar dana
saksi itu dikelola oleh penyelenggaran pemilu.
Arief menegaskan pihaknya bakal menolak bila diminta oleh DPR untuk
mengelola dana saksi. Pihaknya juga tidak mau ikut campur terkait usulan
dana saksi dari parpol yang dibiayai oleh negara “Pertama, hak
penganggaran ada di DPR, mereka mau mengusulkan apa pun silakan, mereka
merancang di sana (DPR).
Pengawasan juga dari mereka, kontrolnya juga dari mereka. Jadi, soal
itu (dana saksi) mau ada atau tidak, terserah mereka, bukan otoritas
KPU,” pungkas Arief. Hanya Pelatihan Penolakan yang sama juga datang
dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Komisioner Bawaslu, Mochammad Afifuddin (Afif), mengatakan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak mengamanatkan Bawaslu
melakukan fungsi untuk mengelola dana saksi parpol dalam Pemilu 2019.
“Kami tidak mendapat mandat mengelola dana tersebut. Dari diskusi
dengan temanteman kami tidak mau mengelola dana itu karena tugas
pengawasan sangat banyak. Ini akan sangat menyita perhatian kami jika
juga mengelola dana (saksi) itu, jadi kami tolak mengurusnya,” kata
Afif.
Menurut Afif, sesuai UU Pemilu pihaknya hanya berwenang untuk
melakukan pelatihan saksi Pemilu. “Kami hanya punya mandat melatih saksi
dan dalam posisi belum membahas hal itu (mengelola dana saksi),” ujar
Afif. Pasal 351 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
menyebutkan saksi peserta pemilu dilatih oleh Bawaslu.
Para saksi ini saat menjalankan tugas harus menyerahkan mandat
tertulis dari peserta pemilu (pasangan calon presiden-wakil presiden,
partai politik dan calon DPD) ke Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
(KPPS). “Selama ini memang tak semua TPS ada saksi dari beberapa
partai, biasanya tergantung kekuatan (dana) masing-masing partai,” ujar
Afif.
Tidak Wajib
Sementara itu, kelompok pemerhati politik dan pemilu, yang menamakan
diri sebagai Koalisi Mandiri untuk Pemilu Demokratis, menilai usulan
Komisi II DPR tentang dana saksi pemilu yang dibebankan kapada APBN tak
masuk akal.
Saksi dari partai politik bukan menjadi keharusan dalam pemilihan
umum. “Kita harus pahami bahwa saksi ini bukan keharusan oleh peserta
pemilu, katakanlah parpol. Ini bukan sebagai keharusan. Ini jangan
sampai keliru,” kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry
Sumampow.
Ray Rangkuti dari Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, juga mengatakan
pemerintah tidak memiliki kewajiban untuk membiayai saksi dari parpol.
0 comments:
Post a Comment