![]() |
SERANG-ICMI angkat bicara menyikapi persoalan tingkat pengangguran di Provinsi Banten yang berada diposisi tertinggi tingkat nasional.
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) Banten, Lili Romli menegaskan, pengangguran masalah
yang harus diatasi secara kolektif.
“Data tingkat pengangguran terbuka di
Banten adalah angka agregat dari jumlah pengangguran di kabupaten/kota,”
kata Lili Romli di Kota Serang, Jumat (9/11/2018).
Lili Romli mengatakan, dari tingkat
pengangguran terbuka (TPT) Provinsi Banten sebesar 8,52 % harus
diidentifikasi dari masing-masing daerah yang menyumbang tingkat
pengangguran tersebut.
“Identifikasi masalahnya kita ambil dari
masing-masing kabupaten/kota, kenapa pengangguran di daerah A tinggi
dan bagaimana program setiap daerah dalam mengatasi penggangguran. Dari
identifikasi itu kemudian dicari solusinya,” ujar Peneliti senior LIPI.
Kata Lili, Pemprov Banten bisa
mengumpulkan para bupati dan wali kota untuk menyampaikan identifikasi
masalah pengangguran di masing-masing daerah.
“Rumuskan langkah konkret untuk
mengatasi pengangguran. Yang punya pengangguran siapa? Pemetaannya dari
kabupaten/kota, karena kewenangan tenaga kerja ada di kabupaten/kota.
Selanjutnya, apa yang tidak bisa ditangani kabupaten kota, dibantu oleh
provinsi,” katanya.
Lili mengungkapkan, ICMI Banten juga
akan turut andil untuk memecahkan masalah pengangguran di Banten, dengan
menggandeng lembaga Skill Development Center (SDC) yang concern
terhadap masalah pengangguran. Hasil kajiannya akan diserahkan kepada
pemerintah daerah.
“Masalah pengangguran ini bukan untuk
diperdebatkan, tapi harus dipecahkan. Karena dampak dari pengangguran
ini kemiskinan dan berujung ke kriminal,” tuturnya.
Ia menegaskan ICMI Banten akan memetakan
masalah, apakah di pemerintah, industri atau tenaga kerjanya. “Kami
akan gerak cepat supaya pemda juga membuat kebijakan, apa
program-programnya untuk mengatasi masalah pengangguran,” ujarnya.
Lili pun mengungkapkan langkah
identifikasi terhadap masalah yang menyebabkan adanya pengangguran.
Pertama, apakah kesempatan kerja diisi oleh orang luar karena SDM daerah
tidak match dengan kebutuhan perusahaan/industri, baik dari sisi soft
skill maupun hard skill.
Kedua, apakah memang karena tidak ada kebijakan afirmasi untuk SDM
lokal. Ketiga, apakah terjadi karena ada masalah dalam proses rekrutmen,
yakni adanya praktik percaloan tenaga kerja.
0 comments:
Post a Comment