Ustadz Muhammad Arifin Badri, MA
Read more https://pengusahamuslim.com/746-analisa-pakar-ekonomi-islam-krisis-ekonomi-global-dan-solusinya.html
Read more https://pengusahamuslim.com/746-analisa-pakar-ekonomi-islam-krisis-ekonomi-global-dan-solusinya.html
Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, sholawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam,
keluarga, dan seluruh sahabat.
Tentu kita semua belum melupakan
musibah besar yang melanda negri kita, tepatnya di bumi Propensi Nanggro
Aceh beberapa tahun silam. Badai tsunami yang telah menelan korban
ratusan ribu manusia, dan meluluhlantakkan seluruh hasil karya
saudara-saudara kita di sana.
Mungkin sebagian kita berkata:
bencana tsunami adalah petaka terdahsyat yang pernah terukirkan dalam
lembaran sejarah hidup mereka.
Akan tetapi, musibah dahsyat itu,
sekarang ini mulai dilupakan oleh banyak manusia. Bahkan mungkin,
sebagian pengamat berpendapat bahwa, musibah tersebut sudah sepantasnya
untuk dilupakan. Yang demikian itu, dikarenakan umat manusia di seluruh
belahan bumi sedang dilanda bencana yang lebih dahsyat. Musibah tersebut
adalah krisis ekonomi global yang menerjang perekonomian seluruh
negara, tanpa terkecuali negri kita tercinta Indonesia.
Telah
banyak pakar ekonomi yang menyampaikan ulasan, lalu menawarkan
solusinya. Bahkan para pakar ekonomi dan seluruh negara di dunia ini
terus bersinergi guna mencari solusi dan jalan keluar dari bencana
krisis ini. Walau demikian, hingga saat ini, mereka belum menemukan
jurus yang ampuh atau obat yang manjur.
Tidak mengherankan, bila
banyak dari pengamat ekonomi menyatakan bahwa krisis ekonomi global ini
akan masih berkepanjangan hingga beberapa waktu yang akan datang.
Sebagai
mana diketahui bersama, krisis ekonomi ini bermula dari negara Amerika
Serikat, kiblat perekonomian bagi kebanyakan negara pada zaman ini.
Suatu hal yang menjadikan krisis ini terasa lebih pahit dan berat untuk
dipikul. Betapa tidak, krisis ini telah menjadikan perusahaan-perusahaan
raksasa di negeri adi daya tersebut satu demi satu limbung atau
tumbang. Dimulai dari Lehman Brothers, perusahaan investment banking
terbesar keempat, hingga General Motors (GM), Ford, Chrysler, atau yang
sering disebut dengan Big Three (tiga perusahaan otomotif terbesar di
Amerika).
Bersama tulisan ini, saya ingin sedikit andil dalam menggambarkan tentang krisis ini.
Melalui tulisan singkat ini, saya berusaha meraba-raba akar permasalahan yang sebenarnya menurut perspektif Islam:
Biang Krisis Pertama: Kredit Macet Perumahan Di Amerika
Sejak
beberapa puluh tahun silam, di Amerika Serikat (AS) ada UU Mortgage,
yaitu undang-undang yang mengatur kepemilikan rumah melalui kredit
(sejenis dengan kredit pemilikan rumah/ KPR).
Berdasarkan
undang-undang ini, setiap penduduk AS yang telah memenuhi kriteria
tertentu, dapat membeli rumah dengan memanfaatkan undang-undang mortgage
ini.
Berdasarkan undang-undang mortgage ini, nasabah memiliki
tenggang waktu yang sangat lama (bisa sampai puluhan tahun) untuk
melunasi kreditnya. Bukan hanya tempo waktu yang sangat lama,
bunganyapun sangat lunak, yaitu hanya 6 persen.
Tidak cukup dengan
undang-undang mortgage, pemerintah AS juga memberikan dispensasi pajak
kepada para pembeli rumah. Dispensasi ini berlaku bagi semua pembeli
perumahan, tanpa membedakan antara pembeli rumah pertama dari pembeli
rumah kedua atau lebih.
Dengan berbagai kemudahan ini, bisnis
properti di AS menjadi pesat, harga tanah dan perumahanpun menjadi super
mahal. Tidak mengherankan bila berbagai badan usaha, baik yang
berpusatkan di AS atau di luar AS, tergiur untuk menginvestasikan
dananya di jalur ini.
Perlu diketahui, bahwa diantara aplikasi
undang-undang mortgage ini ialah: seseorang yang mendapat kredit membeli
rumah, maka ia harus menyerahkan rumah tersebut kepada pihak yang
memberi kredit. Selama cicilan belum lunas, pembeli hanya diperbolehkan
untuk menempati rumah itu, sedangkan kepemilikan rumah itu belum benjadi
haknya. Bila pembeli tidak mampu membayar cicilan kreditnya, maka
secara otomatis, ia harus keluar dari rumah tersebut, dan perjanjian
kreditnya dianggap hangus. Rumah itu disita dan menjadi milik kreditur
(bank atau perusahaan perkreditan).
Karena kepemilikan rumah
selama masa kredit berlangsung, adalah milik bank atau perusahaan
perkreditan yang memberi pinjaman, maka bank-pun memanfaatkan kesempatan
ini dengan menjaminkan rumah-rumah itu kepada bank atau perusahaan
lain. Dan hal yang sama (menjaminkan rumah tersebut) dilakukan juga oleh
perbankan kedua, dan demikianlah seterusnya. Dengan demikian praktek
penjaminan satu rumah ini terus berantai hingga beberapa kali.
Suatu
hal yang tidak diduga-duga telah terjadi, akibat berbagai faktor,
jumlah penerima kredit rumah (nasabah) yang mengalami gagal bayar,
melonjak tinggi. Sudah barang tentu, jumlah rumah yang disita oleh
perbankan atau perusahaan perkreditanpun mencapai jumlah yang diluar
dugaan.
Akibat dari banyaknya debitur yang gagal bayar, jumlah
rumah yang dipasarkan berlipat ganda, rumah yang baru dibangun ditambah
rumah sitaan perbankan.
Dalam keadaan seperti ini, hukum pasar
“Bila jumlah penawaran bertambah, maka harga akan turun” berlaku. Tidak
dapat dielakkan, harga perumahan yang telah dijaminkan kepada perbankan
kreditur pertama dan perbankan kreditur selanjutnya ikut turun.
Akibatnya, nilai jaminan rumah itu semakin hari semakin merosot dan
tidak sesuai dengan nilai piutang.
Keadaan ini menjadikan
perbankan raksasa sekelas Lehman Brothers mengalami krisis
finansial/keuangan. Karena proses menjaminkan perumahan tersebut terjadi
secara berantai, maka seluruh perbankan yang terlibat dalam lingkaran
kelam perkreditan dan penjaminan rumah tersebut turut tumbang.
Praktek
penyitaan rumah yang terjadi di AS, dengan ketentuan hangusnya
perjanjian jual-beli semacam ini, nyata-nyata diharamkan dalam syari’at
Islam. Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Pegadaian
itu tidak boleh dianggap gugur. Barang yang digadaikan adalah milik
debitur (penghutang), miliknyalah keuntungan yang mungkin diperoleh dari
barang yang ia gadaikan dan iapun berkewajiban menanggung resikonya.” Riwayat Imam As Syafi’i, Ibnu Majah, Al Hakim dan dihasankan oleh Al Albani.
Imam
Malik rahimullah menafsirkan hadits ini dengan berkata: “Yang dimaksud
dengan “menganggap gugur barang gadaian” ialah : seseorang menggadaikan
suatu barang kepada orang lain, sedangkan nilai barang tersebut melebihi
nilai piutangnya. Pada keadaan ini, tidak dibenarkan bagi debitur
(penghutang) untuk membuat kesepakatan dengan kreditur: bila debitur
tidak mampu melunasi piutangnya, maka barang yang digadaikan menjadi
milik kreditur.”(1)
Bahkan
bila kita meninjau proses perkreditan rumah yang biasa berlaku di
pasar, niscaya kita akan dapatkan kesalahan lain. Yang demikian itu
dikarenakan biasanya perbankan hanya perperan sebagai pemberi piutang,
sedangkan perumahan adalah milik perusahan properti. Dengan demikian,
perbankan nyata-nyata menghutangi uang kepada nasabah(debitur) sejumlah
harga rumah, kemudian perbankan memungut riba (tambahan) beberapa persen
dari total piutang.
Praktek semacam ini diharamkan dalam syari’at Islam:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa
Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya.” (Al Baqarah 275-280)
Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata: “Allah Ta’ala menekankan hukum keharaman riba
dengan suatu hal yang paling berat dan keras, yaitu berupa peperangan.
Pemakan riba pada hakikatnya sedang melawan Allah dan Rasul-Nya. Allah
Ta’ala berfirman
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu”.
Pada
ancaman ini, dinyatakan bahwa pemakan riba adalah orang yang memerangi
Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana Allah juga telah mengumandangkan
peperangan dengannya. Ancaman semacam ini tidak pernah ditujukan kepada
pelaku dosa besar selain memakan riba, perampokan dan upaya membuat
kerusakan di muka bumi.(2)
Hal ini dikarenakan masing-masing dari keduanya sedang berupaya membuat
kerusakan di muka bumi. Perampok membuat kerusakan dengan kekuatannya
dan tindak sewenang-sewenangnya terhadap orang lain. Sedangkan pemakan
riba berbuat kerusakan dengan sikapnya yang enggan memudahkan kesusahan
orang lain melainkan dengan cara membebankan kepada mereka kesusahan
yang lebih berat. Allah mengkhabarkan bahwa para perampok sedang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan Allah mengumandangkan kepada pemakan
riba peperangan dari-Nya dan dari Rasul-Nya.”(3)
Biang Krisis Kedua: Kredit Macet Bisnis Perminyakan
Setiap
kita pasti pernah membaca, mendengar, bahkan merasakan betapa cepatnya
perubahan harga BBM yang mengakibatkan melonjaknya harga barang-barang
kebutuhan. Kenaikan harga BBM ini sebagai akibat langsung dari kenaikan
harga minyak mentah di pasaran dunia, dari yang sebelumnya hanya dibawah
kisaran $US 40 per barel, hingga menembus $US 130 .
Mungkin ada
yang berkata, kenaikan harga minyak ini seiring dengan perkembangan
konsumsi masyarakat dunia terhadap BBM. Jadi tidak ada alasan bagi
siapapun untuk mengkambing hitamkan kenaikan harga minyak bumi.
Akhi,
ketahuilah bahwa banyak pengamat ekonomi yang menegaskan bahwa kenaikan
harga minyak ini tidaklah karena faktor lonjakan konsumsi pasar. Akan
tetapi dikarenakan oleh sistem penjualan dan pembelian yang tidak sehat.
Banyak
negara atau perusahaan yang ingin membeli minyak bumi untuk konsumsi
rakyatnya, -karena suatu hal- tidak langsung membelinya dari negara atau
perusahaan produsen. Negara konsumtif minyak bumi membelinya melalui
jalur lain, yaitu perusahaan “percaloan”. Perusahaan percaloan ini
membeli dari negara-negara produsen minyak, kemudian mereka berusaha
menjualnya kembali ke perusahaan serupa lainnya. Demikianlah proses
pembelian dan penjualan kembali terus berantai hingga beberapa kali,
sebelum akhirnya minyak tersebut dibeli oleh negara atau perusahaan
pengkonsumsi minyak.
Perlu diketahui, bahwa di pasar minyak dunia,
-biasanya- minyak yang dibeli baru dapat diterima pembeli setelah enam
bulan dari hari pembelian. Dan sudah barang tentu, pembeliannyapun
dengan cara kredit, dan bukan dengan cara tunai (salam/pemesanan dengan
pembayaran di depan dan dengan tunai).
Antum dapat banyangkan:
perusahaan “percaloan” yang beberapa saat lalu membeli minyak bumi
seharga $US130 per barel, sedangkan sekarang harga minyak hanya berkisar
sekitar $US 37 per barel. Keadaan ini pasti menjadikan
perusahaan-perusahaan tersebut tidak mampu memenuhi kewajibannya alias
kreditnya macet.
Paraktek perdagangan semacam ini adalah praktek
perniagaan yang diharamkan dalam syari’at, sebagaimana ditegaskan pada
hadits berikut:
Dari sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu ia menuturkan: Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Barang
siapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali
hingga ia selesai menerimanya” Ibnu ‘Abbas berkata: Dan saya berpendapat
bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan.” Muttafaqun ‘alaih.
Pemahaman Ibnu ‘Abbas ini didukung oleh riwayat Zaid bin Tsabit, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut:
“Dari
sahabat Ibnu Umar ia mengisahkan: Pada suatu saat saya membeli minyak
di pasar, dan ketika saya telah selesai membelinya, ada seorang lelaki
yang menemuiku dan menawar minyak tersebut, kemudian ia memberiku
keuntungan yang cukup banyak, maka akupun hendak menyalami tangannya
(guna menerima tawaran dari orang tersebut) tiba-tiba ada seseorang dari
belakangku yang memegang lenganku. Maka akupun menoleh, dan ternyata ia
adalah Zaid bin Tsabit, kemudian ia berkata: Janganlah engkau jual
minyak itu ditempat engkau membelinya hingga engkau pindahkan ke
tempatmu, karena Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam melarang dari
menjual kembali barang ditempat barang tersebut dibeli, hingga barang
tersebut dipindahkan oleh para pedagang ke tempat mereka masing-masing.” Riwayat Abu dawud dan Al Hakim.(4)
Para
ulama’ menyebutkan beberapa hikmah dari larangan ini, diantaranya :
barang yang belum diterimakan kepada pembeli, bisa saja -karena suatu
sebab- gagal dimiliki oleh pembeli pertama. Misalnya barang tersebut
hancur terbakar, atau rusak terkena air dll, sehingga ketika ia telah
menjualnya kembali, ia tidak dapat menyerahkannya kepada pembeli kedua
tersebut.
Dan hikmah kedua: Seperti yang dinyatakan oleh Ibnu
‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu ketika muridnya yaitu Thawus mempertanyakan
sebab larangan ini:
“Saya
bertanya kepada Ibnu ‘Abbas: Bagaimana kok demikian? Ia menjawab: Itu
karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan dirham,
sedangkan bahan makanannya ditunda (menjadi kedok belaka).”(5)
Ibnu
Hajar menjelaskan perkatan Ibnu ‘Abbas di atas sebagaimana berikut:
“Bila seseorang membeli bahan makanan seharga 100 dinar -misalnya- dan
ia telah membayarkan uang tersebut kepada penjual, sedangkan ia belum
menerima bahan makanan yang ia beli, kemudian ia menjualnya kembali
kepada orang lain seharga 120 dinar dan ia langsung menerima uang
pembayaran tersebut, padahal bahan makanan masih tetap berada di penjual
pertama, maka seakan-akan orang ini telah menjual/ menukar uang 100
dinar dengan harga 120 dinar. Dan berdasarkan penafsiran ini, maka
larangan ini tidak hanya berlaku pada bahan makanan saja.”(6)
Biang Krisis Ketiga : Bisnis Mata Uang
Allah
Ta’ala menciptakan manusia dengan segala kelemahan, dan kakurangan.
Tidak mungkin bagi siapapun untuk mandiri penuh, sehingga mampu memenuhi
seluruh kebutuhannya dengan sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan, kita
sering membutuhkan kepada orang lain.
Umat manusia menggunakan
uang sebagai alat untuk berinteraksi, bertukar kemaslahatan, dan
menghargai kemanfaatan orang lain. Dan barang yang paling tepat untuk
memerankan peranan ini adalah emas dan perak. Emas dan perak adalah
barang berharga yang nilai ekonomisnya langgeng dan disepakati oleh
seluruh manusia. Nilai ekonomis emas tidak ditentukan oleh kepercayaan
pasar atau faktor lain. Nilai emas ditentukan oleh dirinya sendiri,
karena emas adalah barang yang telah disepakati oleh seluruh manusia
sebagai barang berharga.
Karena tujuan utama manusia membuat uang
adalah sebagai standar nilai barang atau jasa, maka syari’at Islam
mempersulit sedemikian rupa pertukaran mata uang.(7) Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah
engkau jual emas ditukar dengan emas melainkan sama dengan sama, dan
janganlah engkau lebihkan sebagiannya diatas sebaian lainnya. Janganlah
engkau jual perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan sama, dan
janganlah engkau lebihkan sebagiannya diatas sebaian lainnya. Dan
janganlah engkau jual sebagiannya yang diserahkan dengan kontan ditukar
dengan lainnya yang tidak diserahkan dengan kontan.” Riwayat Al Bukhary
dan Muslim.
Ibnu Rusyud Al Maliky berkata: “Permasalahan
tukar-menukar mata uang adalah permasalahan riba yang paling sulit.
Akibatnya, orang yang profesinya adalah tukar-menukar uang, akan
kesulitan untuk selamat dari riba. Yang mampu selamat darinya hanyalah
orang yang benar-benar orang sholeh (wara’) dan menguasai apa yang
dibolehkan dan apa yang diharamkan dalam hal tukar-menukar mata uang.
Sudah barang tentu orang yang demikian adalah sangat sedikit. Tidak
mengherankan bila dahulu Al Hasan (Al Bashry) berkata: Bila engkau minta
minum, kemudian engkau diambilkan minum dari rumah pedagang mata uang,
maka jangan engkau minum. Dahulu Al Ashbagh tidak sudi untuk berteduh di
bawah tenda pedagang mata uang. Ibnu Habib menjelaskan tentang alasan
perbuatan Al Ashbagh: Karena kebanyakan mereka terjerumus kedalam
riba.”(8)
Umat
manusia pada zaman sekarang, sedang merasakan betapa pahit dan beratnya
kerusakan yang menimpa mereka, akibat memperdagangkan mata uang. Mereka
kehilangan standar baku bagi nilai barang dagangan dan jasa mereka.
Mata uang mereka diperniagakan, dan nilainya dipasrahkan kepada
kepercayaan/hukum pasar, layaknya barang perniagaan lainnya. Bila
permintaan terhadap suatu mata uang meningkat, maka nilai tukar mata
uang tersebut meningkat. Sebaliknya, bila permintaan menurun, maka
nilainyapun ikut menurun.
Banyak dari pedagang valas yang
berspekulasi dengan menempuh cara short sell, yaitu membeli suatu mata
uang dalam jumlah tertentu, dan dengan pembayaran tidak kontan.
Pembelian dengan cara ini, biasanya hanya berlaku untuk satu hari saja,
sehingga pada sore hari, pembeli berkewajiban untuk menjual kembali
kepada penjual pertama (broker).
Misalnya: Bila pada pembukaan
pasar di pagi hari, krus rupiah terhadap dolar US adalah : $US 1= Rp
10.000. Seorang pedagang valas bernama Pak Ahmad membeli uang rupiah
–misalnya- sejumlah Rp.150 milyar dari seorang broker dengan harga $US
15.000.000 (lima belas juta dolar US). Pada pagi hari itu, pak Ahmad
tidak membayarkan sedikitpun kepada sang broker uang dolar miliknya,
sebagaimana sang broker juga tidak menyerahkan sedikitpun dari uang
rupiah milik pak Ahmad. Pada sore hari, pada penutupan perdagangan, bila
krus rupiah menguat menjadi $US 1= Rp 9.990,- maka pak ahmad akan
mendapatkan dari sang broker uang sebesar Rp 10 x 15.000.000 = Rp
150.000.000,- (Seratus lima puluh juta rupiah), sebagai keuntungannya.
Sebaliknya;
bila pada sore hari, krus rupiah melemah menjadi $US 1= Rp. 10.010,-
maka pak Ahmad berkewajiban membayar kepada sang broker uang sejumlah
Rp. 150.000.000, sebagai kerugian yang ia derita.
Praktek-praktek
semacam ini sering didapatkan di pasar valas, dan praktek-praktek
semacam ini dapat menghancurkan nilai tukar mata uang yang
diperdagangkan. Terlebih-lebih bila praktek semacam ini disengaja, dan
dengan tujuan yang kurang baik.
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya
kelak pada hari qiyamat, para pedagang akan dibangkitkan sebagai
orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah,
berbuat baik dan berlaku jujur.” Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albany.
Demikianlah
apa yang terjadi di pasar valas (valuta asing), banyak pihak-pihak
kejam yang dengan sengaja dan dengan berbagai cara berusaha meruntuhkan
mata uang suatu negara.
Sebagai misal nyata yang sedang kita alami
sekarang ini, disaat AS dilanda krisis ekonomi, pemerintah AS tidak
ingin menderita seorang diri. Pemerintah AS memerintahkan seluruh
rakyaknya -terutama perusahaan-perusahaan AS yang menanamkan modalnya di
luar negri- agar menarik kembali modal tersebut.(9)
Akibat kebijaksanaan ini, nilai tukar dolar US di pasar valas dunia
melonjak, sedangkan berbagai mata uang negara lain nilai tukarnya
rontok.
Memperdagangkan valas dengan cara tidak kontan semacam
contoh di atas, nyata-nyata bertentang dengan hadits di atas, atau
disebut dengan riba nasi’ah.
Tidak heran, bila pemerintah
Indonesia melarang keras perdagangan valas dengan cara short sell
semacam ini, guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Pada
kesempatan ini penulis merasa perlu untuk memuji usulan brilian yang
diajukan oleh Prof Dr. Mahatir Muhammad (mantan perdana menteri Malesia)
kepada OKI, agar anggota OKI kembali menggunakan mata uang dinar.
Dengan memberlakukan mata uang dinar, negara Islam akan lebih mudah
menjaga kesetabilan nilai tukarnya, dan mempersempit gerak para
spekulan, terutama yang berniat jahat. Nilai tukar dinar tidak mungkin
dapat dipermainkan oleh para spekulan jahat, karena mempermainkan nilai
tukar dinar, berartikan menghancurkan harga emas di seluruh belahan
dunia. Dan bila emas tidak lagi berharga, maka tidak akan ada barang
lain yang memiliki harga.
Saudaraku, apa yang mendera ekonomi dunia sekarang ini adalah salah satu wujud nyata dari firman Allah Ta’ala:
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” Al Baqarah 276
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya (harta) riba, walaupun banyak jumlahnya, pada akhirnya akan menjadi sedikit.” Riwayat Imam Ahmad, At Thabrany, Al Hakim dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dan Al Albany.
Oleh
karena itu, satu-satunya solusi jitu yang dapat mengentaskan umat
manusia dari krisis ekonomi global ini, adalah dengan menerapkan
syari’at Islam. Dengan menerapkan syari’at Islam dalam segala aspek
kehidupan, dan diantaranya hal perekonomian, keadilan, kemakmuran, dan
stabilitas dalam segala aspek akan terwujud. Karena hanya syari’at
Islamlah yang benar-benar dapat mewujudkan keadilan dan kebenaran dalam
segala aspek kehidupan.
“Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan
mengerjakan Amal sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan ornag-orang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.
Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu
apapun dengan-Ku. Dan barang siapa yang tetap kafir sesudah janji itu,
maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An Nur 55)
Biang Krisis Keempat: Idiologi Karun Terkutuk
Kehebatan
dunia barat yang telah menjadi kiblat perekonomian dunia sata ini
mengingatkan kita kepada ikon tokoh perekonomian zaman dahulu. Ketokohan
orang tersebut -menurut banyak orang- benar-benar fenomatis dan
legendaris, sampai-sampai namanya diabadikan hingga zaman sekarang.
Tokoh tersebut adalah Karun.
“Sesungguhnya
Karun adalah salah seorang kaum nabi Musa, maka ia berlalu aniaya
terhadap mereka, dan Kami telah menganugrahkan kepadanya kekayaan, yang
kunci-kuncinya sungguh berat untuk dipikul oleh sejumlah orang yang
gagah perkasa”. Al Qashash 76.
Karun adalah ikon seorang
pengusaha yang sukses, cerdas dan kaya raya. Oleh karena itu, banyak
orang yang mengimpi-impikan untuk berhasil dan menjadi kaya raya
layaknya Karun. Bahkan -mungkin- banyak dari kita yang mendambakan untuk
mendapatkan walau hanya sedikit dari harta (peninggalan) karun.
“Orang-orang
yang mendambakan kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai
(kekayaan) seperti yang telah diberikan kepada karun; sesungguhnya ia
benar-benar mendapatkan keberuntungan yang besar.” Al Qashash 79.
Karun
merasa bahwa ia berhasil dan sukses dalam perniagaannya karena
kehebatan dan kecerdasannya sendiri. Oleh karena itu, tatkala ia ditegur
dan dikatakan kepadanya:
“Dan
carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negri di akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan
kehidupan dunia, dan berbuatlah baik sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu. Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Al Qashash 77
Demikianlah
halnya dengan kehebatan dan keberhasilan dunia barat. Banyak dari kita
yang merasa bahwa dunia barat berhasil dalam segala aspek kehidupan,
berkat kecerdasan, pengalaman, dan kegigihan mereka. Mereka menjadi maju
berkat mereka menganut paham sekuler; memisahkan jauh-jauh antara
kehidupan dunia dengan aneka ragam ajaran agama.
Tidak heran bila
banyak dari umat Islam yang menyeru agar negara-negara Islam menjiplak
segala yang ada pada barat. Kita sering bercita-cita dan berjuang agar
maju seperti negri-negri barat, dengan meniti setiap jejak yang pernah
mereka lalui. Diantara wujud nyata dari sikap napak tilas yang ada pada
umat Islam ialah kesiapan banyak aktifis untuk membelak-belokkan
berbagai prinsip, dalil dan hukum islam agar selaras dengan berbagai
teori barat. Semua ini demi mewujudkan impian menjadi negara maju
seperti negri barat.
Bila kita sedikit jujur saja, niscaya kita
menyadari bahwa impian kita di atas serupa dengan impian masyarakat
Karun kala itu. Kita beranggapan bahwa keberhasilan, kekayaan dan
kemajuan pasti dapat digapai dengan pendidikan yang maju, kerja keras,
dan sistem yang bagus.
Kita semua lalai, bahkan banyak dari pakar
ekonomi kita yang tidak percaya bahwa rizqi dan segala kenikmatan dunia
adalah karunia dan nikmat dari Allah. Banyak dari kita yang berusaha
untuk melupakan bahwa hanya Allah Ta’ala yang menurunkan dan mengatur
segala urusan makhluq-Nya?!.
Saudaraku, camkanlah firman Allah Ta’ala pada hadits qudsy berikut :
“Wahai
hamba-hamba-Ku; kalian semua dalam kelaparan, kecuali orang yang telah
Aku beri makan, maka memohonlah makan kepada-Ku, niscaya Aku akan
memberimu makan. Wahai hamba-hambaKu, kalian semua dalam keadaan
telanjang (tidak berpakaian), kecuali orang yang telah Aku karuniai
pakaian, maka mohonlah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengaruniaimu
pakaian.” Riwayat Muslim
“Sesungguhnya
Allah Ta’ala-lah Yang menentukan harga (menciptakan berbagai hal yang
mempengaruhi harga-pen), Yang Menyempitkan dan melapangkan rizqi, serta
Maha Pemberi Rizqi.” Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albani.
Demikianlah
Karun -sang pencetus paham ekonomi ini- dengan kekayaannya yang
berlimpah ruah, merasa telah berhasil mencapai kejayaan dan kemajuan.
Akan tetapi tidak di duga-duga, pada saat itulah Allah Ta’ala menimpakan
kemurkaan dan azabnya :
“Maka
Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada
baginya suatu golongan yang kuasa menolongnya dari azab Allah, dan tiada
pula ia termasuk orang-orang yang kuasa menyelamatkan /memmbela
(dirinya sendiri).” Al Qashash 81. Ini semua sebagai bukti dari sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya
Allah Ta’ala menunda orang yang berbuat kezhaliman, hingga bila telah
datang saatnya Ia menimpakan azab kepadanya, niscaya ia tidak dapat
mengelak.” Lalu Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam membaca firman
Allah : “Dan demikianlah azab Tuhanmu, apabila Dia menimpakan azab
penduduk negri-negri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya azab-Nya itu
adalah sangat pedih lagi keras. (Hud 102)” Muttafaqun ‘alaih.
Saudaraku,
tahukah anda apa yang dikatakan oleh orang-orang mendambakan agar
memiliki kekayaan dan keberhasilan seperti yang dicapai oleh Karun, di
saat mereka menyaksikan azab yang menimpa idola mereka? Mereka serentek
mengakui bahwa kepandaian, kegigihan, dan kehebatan Karun tidaklah
berguna. Rizqi, kebahagiaan, keselamatan, dan kesengsaraan adalah bagian
dari ketentuan Allah yang berlaku pada makhluq-Nya. Oleh karen itu
mereka berkata:
“Aduhai,
benarlah (hanya) Allah-lah yang melapangkan rezki bagi siapa yang Dia
kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. Kalaulah Allah tidak
melimpahkan karunia-Nya kepada kita, niscaya Dia telah membenamkan kita
(pula). Aduhai, benarlah tidak beruntuk orang-orang yang kufur
(mengingkari nikmat Allah).” Al Qashash 82.
Saudaraku, coba
bandingkanlah ucapan mereka di atas dengan keadaan kita pada saat ini.
Kita semua ramai-ramai mengakui bahwa tidak semua apa yang ada dan
diterapkan oleh dunia barat layak untuk ditiru. Mungkin sekarang ini
-dengan terpaksa- banyak dari pakar ekonomi yang mengakui bahwa berbagai
paham dan teori ekonomi yang mereka pelajari dari para pewaris Karun
tidak dapat menyelamatkan dan memakmurkan dunia. Di berbagai mas media,
kita dapatkan berbagai ulasan yang merinci berbagai kesalahan dan
kebobrokan paham ekonomi yang dianut oleh dunia barat.
Solusi Permasalahan
Saudaraku,
tidakkah krisis ekonomi global ini cukup menjadi peringatan bagi kita
untuk kembali kepada Syariat Allah?! Bukankah kita semua menyadari dan
beriman bahwa dunia berserta isinya adalah ciptaan Allah? Akan tetapi
mengapa, kita tidak mengindahkan dan menerapkan aturan dan ketentuan
yang telah Allah turunkan dalam memakmurkan dunia?!
Bukankah bila
kita membeli suatu mesin dari suatu perusahaan, dengan sepenuhnya kita
mematuhi tata cara pengoprasian dan perawatan yang mereka tentukan?!
Akan tetapi, mengapa kita menyelisihi kebiasaan ini, tatkala kita hendak
menggunakan dan merawat dunia yang merupakan ciptaan Allah?!
Saudaraku! Simaklah janji Allah Ta’ala:
“Dan
barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan
beginya jalan keluar dan memberinya rizqi dari arah yang tiada
disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya
Allah akan mencukupinya. Sesungguhnya Allah (berkuasa untuk)
melaksanakan urusan yang dikehendakai-Nya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap urusan.” At Tholaq 2-3.
Pada ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya
yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki
kepadamu, maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan beribadah dan
bersyukurlah kepada-Nya,. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.” Al Ankabut 17.
Janji
Allah Ta’ala pada ayat kedua ayat ini bukan berarti bila kita telah
sholat, puasa, dan berdzikir lalu akan segera turun hujan emas dan
perak. Tidak demikian, ayat ini ditafsiri oleh Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam dalam sabdanya:
“Andaikata
engkau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal,
niscaya Allah akan melimpahkan rizqi-Nya kepadamu, sebagaimana Allah
melimpahkan rizqi kepada burung, yang (setiap) pagi pergi dalam keadaan
lapar dan pada sore hari pulang ke sarangnya dalam keadaan kenyang.” Riwayat Ahmad, dan lain-lain.
Demikianlah
aplikasi ayat ini, umat Islam harus bekerja keras, berjuang dengan
pantang menyerah. Gambaran tawakkal umat Islam adalah bagaikan seekor
burung yang bekerja jeras pantang menyerah. Pada setiap pagi setiap
burung meninggalkan sarangnya menuju ke berbagai arah, guna mengais
rizkinya, dan pada sore hari, masing-masing kembali ke sarangnya dalam
keadaan kenyang.
Alangkah indahnya jiwa seorang mukmin yang
mengamalkan ayat dan hadits di atas. Ia bekerja keras, pantang menyerah,
dan pada saat yang sama, ia beriman bahwa rizkinya ada di Tangan Allah.
Setiap usahanya senantiasa diiringi dengan iman, doa dan tawakkal.
Semboyannya adalah sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:
“Wahai
umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang
baik dalam mencari rizqi, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba
akan mati, hingga ia benar-ebnar telah mengenyam seluruh rizqinya,
walaupun telat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah
jalan yang baik dalam mencari rizqi. Tempuhlah jalan-jalan mencari rizki
yang halal dan tinggalkan yang haram.” Riwayat Ibnu Majah, Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan Al Hakim, serta dishohihkan oleh Al Albani.
Keindahan
jiwa seorang mukmin akan semakin lengkap, disaat ia memperoleh karunia
dari Allah berupa rizki yang halal. Yang demikian itu, karena itu segera
mensyukuri kinikmatan tersebut. Sehingga dengan syukur tersebut,
kenikmatan Allah yang dikaruniakan kepadanya semakin bertambah dan
melimpah.
“Dan
ingatlah tatkala Tuhanmu mengumandangkan :”Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (ni’mat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” ( Ibrahim 7).
Bukan
hanya bersyukur, sebagai seorang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan
hari akhir, ia akan menggunakan kenikmatan dalam jalan-jalan yang
dibenarkan dan mendatangkan kebaikan. Kabaikan bagi dirinya, keluarga
masyarakat dan agamanya.
“Sebaik-baik harta yang halal adalah harta halal yang dimiliki oleh orang sholeh.” Riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani.
Semoga tulisan singkat ini menggugah iman dan ketakwaan kita semua, sehingga kita tidak tersengat berkali-kali dari satu lubang.
“Ya
Allah, Tuhan malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Dzat Yang telah
Menciptakan langit dan bumi, Yang Mengetahui hal gaib dan lahir, Engkau
mengadili antara hamba-hambamu dalam segala perselisihan mereka.
Tunjukilah kami –atas izin-Mu- kepada kebenaran dalam setiap hal yang
diperselisihkan, sesungguhnya Engkau-lah Yang menunjuki orang yang
Engkau kehendaki menuju kepada jalan yang lurus. Shalawat dan salam dari
Allah semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga, dan seluruh sahabatnya. Dan Allah-lah Yang Lebih Mengetahui
kebenaran. Akhir dari setiap doa kami adalah: “segala puji hanya milik
Allah, Tuhan semesta alam”.
Catatan Kaki :
1 ) Muwattha’ Imam Malik 2/728.
2 ) Sebagaimana disebutkan dalam ayat 33 dalam surat Al Maidah.
3 ) Thariqul Hijratain wa Babus Sa’adatain, oleh Ibnul Qayyim 558-559.
4
) Walaupun pada sanadnya ada Muhammad bin Ishaq, akan tetapi ia telah
menyatakan dengan tegas bahwa ia mendengar langsung hadits ini dari
gurunya, sebagaimana hal ini dinyatakan dalam kitab At Tahqiq. Baca
Nasbur Rayah 4/43 , dan At Tahqiq 2/181.
5 ) Riwayat Bukhary dan Muslim.
6 ) Fathul Bari, oleh Ibnu Hajar Al Asqalany 4/348-349.
7
) Kemadharatan dan resiko yang dapat timbul dari memperdagangkan mata
uang lebih besar bila dibandingkan dengan kemaslahatannya. Krisis
ekonomi yang melanda negri kita beberapa tahun silam, yang dampaknya
masih kita rasakan hingga saat ini, dan juga krisis ekonomi global yang
sedang kita derita saat ini adalah bukti nyata dari apa yang saya
paparkan.
8 ) Al Muqaddimat Al Mumahhidaat oleh Ibnu Ar Rusyud Al Maliky 2/14.
9
) Sudah barang tentu, perusahaan-perusahaan tersebut menanamkan
modalnya dalam bentuk dolar US, dan ketika mereka menarik kembali
dananya, merekapun menariknya dalam bentuk dolar US. Inilah yang
menjadikan nilai tukar dolar menguat, walaupun negara asalnya, yaitu AS
sedang didera oleh krisis ekonomi.







0 comments:
Post a Comment