JAKARTA – Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) sebesar 20 persen pada sektor pendidikan yang telah
berjalan selama kurang lebih 10 tahun dinilai belum maksimal dan
efektif untuk dapat mengangkat kinerja dari sektor pendidikan.
“Anggaran APBN untuk pendidikan sebesar 492,5 triliun rupiah itu
belum mampu mengangkat Indonesia berada pada deretan atas yang diisi
oleh negara-negara yang mempunyai kualitas pendidikan yang baik,” kata
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) dan Kepala Bappenas,
Bambang Brodjonegoro, pada saat acara seminar nasional di Gedung
Bappenas, Jakarta, Senin (12/8).
Menurut Bambang, hal tersebut terjadi karena selama ini pemerintah
masih menjadikan belanja pendidikan berdasarkan kuantitas sebagai
prioritas, sedangkan untuk kualitasnya masih belum diperhatikan.
“Negara kita belum mampu untuk mengarahkan belanja pendidikan yang
tidak hanya berdasarkan kuantitas angka partisipasi kasar karena
sebenarnya sudah harus mengarah ke kualitas,” ujarnya.
Menurut Bambang, jika ingin mendapat hasil yang baik maka orientasi
belanja harus seimbang antara kuantitas dan kualitas. “Kita masih
transisi dan belum arah ke kualitas. Sebenarnya kalau angka
partisipasi kasar sudah dirasa cukup baik, sudah saatnya belanja
pendidikan diarahkan kepada kualitas,” ujarnya.
Belanja pendidikan yang mengarah pada kualitas, kata dia, antara lain
seperti perbaikan kurikulum, proses belajar, kualitas guru, dan
berbagai hal lainnya yang bisa berdampak langsung pada peningkatan
sumber daya manusia khususnya untuk para siswa.
“Jadi intinya, arahannya agar belanjanya tidak hanya terpaku kepada
sarana fisik, namun juga sarana nonfisik terutama yang bisa secara
langsung meningkatkan kualitas dari siswanya,” katanya.
Selain itu, salah satu faktor yang cukup berpengaruh pada perbaikan
kualitas pendidikan adalah setiap daerah harus memenuhi 20 persen
anggaran APBD sehingga tidak terjadi ketimpangan sosial yang kontras
dalam dunia pendidikan. “Intinya pertama memenuhi 20 persen di level
semua daerah, provinsi, kabupaten, dan kota,” katanya.
Ia menambahkan, hal tersebut juga berlaku untuk program pemerintah
terkait pembangunan SDM melalui vokasi atau pendidikan keterampilan
yang berfokus pada keahlian teknis dan bertujuan untuk memperkaya
kompetensi angkatan kerja.
“Belanja pendidikan ke depan untuk vokasi ditingkatkan, tapi jangan
sekadar menambah gedung atau peralatan, melainkan juga menyentuh
kurikulum jadi bisa mengurangi miss match antara pendidikan dan dunia kerja,” katanya.
Peringkat Rendah
Sementara itu, Direktur Keuangan Negara dan Analisis Moneter
Bappenas, Boediastoeti Ontowirjo, mengatakan sepanjang 2013 sampai 2017
belanja pada bidang jasa pendidikan memiliki elastisitas sebesar 0,39
persen, atau tertinggi keempat setelah konstruksi, jasa keuangan, dan
administrasi pemerintahan.
Namun, hal tersebut belum mampu mendongkrak sektor pendidikan. Ini
terbukti dengan peringkat pendidikan Indonesia yang dihitung dari The
Programme for International Student Assessment (PISA) hanya berada di
level 63 dari 71 negara pada 2015.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan akan
mengevaluasi anggaran pendidikan. Alasannya, alokasi anggaran yang
“jumbo”, namun belum mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia
(SDM).
Sementara dalam rapat Rapat Kerja dengan Komisi X DPR beberapa waktu
lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, justru
meminta adanya penambahan anggaran pendidikan untuk tahun anggaran
2020.
Kemendikbud menyampaikan penambahan anggaran sebesar 12,22 triliun
rupiah untuk tahun anggaran 2020. Adapun pagu indikatif rencana APBN
tahun anggaran (RAPBN TA) 2020 sebesar 34,534 triliun rupiah.







0 comments:
Post a Comment