JAKARTA – Kehidupan pejabat publik dan politikus kerap kali diidentikan dengan kemewahan dan hedonisme. Tak ayal, gaya hidup seperti itu disebut- sebut sebagai salah satu faktor maraknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia.
Atas dasar itu, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, mengatakan bahwa
para pejabat harus mengikuti teladan para tokoh bangsa, di mana walaupun
mereka seorang pejabat bahkan elite politik, namun tetap memiliki
kesederhanaan dan bersahaja. Tokoh bangsa yang dimaksud seperti Muhammad
Hatta, Agus Salim, dan tokoh-tokoh lainnya dalam buku ‘Untuk Republik:
Kisahkisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa,’ karya Politisi dan
Ekonom Faisal Basri.
“Menjadi kaya itu bukan satu yang haram, menjadi kaya bahkan
dicita-citakan oleh para pejuang ini. Oleh karena itu kalau kita lihat
tujuan itu adil sejahtera, tetapi mereka di dalam keterbatasan walaupun
ada kesempatan, mereka tetap memilih nilai-nilai kejujuran dan
integritas yang baik itu yang patut kita contoh,” ujarnya saat acara
peluncuran buku ‘Untuk Republik,’ di Galeri Nasional, Gambir, Jakarta,
Selasa (13/8).
Laode menyebut, meski memiliki tantangan yang besar, namun pola hidup
kesederhanaan serta kejujuran para tokoh bangsa tersebut pada zaman
sekarang. Ia mencontohkan, seorang lulusan sarjana hukum yang menjadi
hakim muda menerima gaji puluhan juta itu sangat cukup untuk hidup di
Indonesia, beda halnya kalau hakim tersebut tidak merasa cukup atas
penghasilannya.
“Tapi kenapa yang gajinya 40 juta, 100 juta menerima macam suap dan
lain-lain. Karena dia lupa, dia bahasa kasarnya itu greedy (tamak), gak
enak kalau di Indonesiakan,” sindirnya.
Contoh yang lain, lanjut Laode, adalah ketika dirinya hadir dalam
undangan kawinan anak bupati. Ia menuturkan, dengan gaji hanya 10 juta
rupiah, dirinya tidak memaksakan diri untuk memberikan amplop misal dua
juta rupiah, sehingga hanya menyumbang semampunya saja.
“Gandhi (Pemimpin kemerdekaan India) pernah bilang gini: natural
resources is enough for human being but is not enough for human greed,
jadi sumber daya alam itu cukup untuk seluruh umat manusia tetapi tidak
cukup untuk keserakahan manusia,” terangnya.
Gaya Hidup Pejabat
Kemudian, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Hilmar Farid, mengatakan bahwa kesederhanaan sebagai sebuah
kualitas kepemimpinan saat ini langka ditemui oleh elit politik.
Menurutnya, faktor perkembangan zaman yang memiliki andil besar dalam
gaya hidup pejabat saat ini.
“Sekarang tentu ada banyak perubahan, kemakmuran meningkat sehingga
ukuran kesederhanaan menjadi meningkat. Mungkin sekarang yang penting
mengartikan kesederhanaan itu apa. Di petikan lagu Indonesia raya tiga
stanza, ada petikan ‘marilah kita Mendoa Indonesia Bahagia.’ Konsep
bahagia ini penting sekali, karena tujuannya kita ini bernegara
membentuk bangsa menjalankan hidup,” tuturnya.
Atas dasar itu, Hilmar menyebutkan bahwa di dalam prosesnya untuk
mencapai kebahagiaan itu adalah menjalankan pola hidup yang sederhana.
Selain itu, ia menyampaikan cara lain untuk mengikis perilaku tamak dan
boros dari para pejabat, yaitu membentuk arus baru dengan meneladani
kepemimpinan dan keteladanan para tokoh pendiri bangsa.
“Contoh sederhana, misalnya soal gaji dan honor, yang namanya pegawai
negeri itu setiap kegiatan ada honornya, sebagian besar orang menolak.
Ini soal kebiasaan-kebiasaan sehingga harus membentuk arus baru termasuk
mengelola negara,” pungkasnya.







0 comments:
Post a Comment