BADAN Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Banten
mencatat sebanyak 174 ribu pecandu narkoba di wilayahnya. Namun, dari
jumlah tersebut yang tertangani baru 7 hingga 8 persen.
Hal tersebut disebabkan akses informasi yang lemah, ditambah stigma
di masyarakat terhadap para pecandu yang dianggap penjahat dan pantas
dihukum.
Kepala Bidang (Kabid) Rehabilitasi BNN Banten Yanuar Sadewa
menjelaskan, pecandu narkotika tidak akan ditangkap. Mereka justru akan
dirawat dan direhabilitasi agar berhenti mengonsumsi obat-obatan
terlarang.
Untuk rehabilitasi rawat jalan, kata Yanuar, bisa dilakukan oleh BNN Banten, Cilegon, Tangerang Selatan, dan BNN Kota Tangerang.
“Kami tidak akan menangkap pecandu, justru kami akan rawat. Informasi
bisa didapatkan melalui situs kami, dan untuk rehabilitasi ini tidak
dikenakan biaya apapun. Dan kami memiliki tempat rehabilitasi di BNN
Banten, BNN Cilegon, BNN Tangsel dan BNN Kota Tangerang, untuk rawat
jalannya. Kalau inap hanya ada di Bogor dan Bekasi,” kata Yanuar, Kamis
(24/10/2019).
Pihaknya juga menyayangkan pihak rumah sakit (RS) di Kota Serang yang
tidak menerima pecandu narkoba. Pihak RS berdalih hanya melayani
Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Padahal, kata dia, penting para
pecandu ini mendapatkan perawatan di RS.
“Mohon maaf, RSUD di Kota Serang tidak menerima pecandu. Mereka hanya
melayani PTRM, tentu ini sangat disayangkan. Mereka hanya melayani
metadon saja. Padahal, mereka (pecandu) juga berhak untuk mendapatkan
perawatan. Bahkan, di beberapa daerah rumah sakit itu menerima dan
melayani rawat jalan bagi pecandu,” ujarnya.
Menurutnya, kurangnya pemahaman masyarakat inilah yang menyebabkan
BNN Banten belum bisa mencapai target. Oleh karena itu, pihaknya mencoba
untuk memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat terkait
masalah pecandu narkoba.
“Paling enggak, masyarakat bisa tahu kalau BNN Banten juga melayani rehabilitasi pecandu. Dan itu gratis,” katanya.
Ia mengungkapkan, seseorang yang mengonsumsi narkotika memiliki hasrat untuk melakukan hubungan kepada lawan jenisnya.
“Sehingga, secara otomatis pecandu ini berganti-ganti pasangan dan dapat terinfeksi AIDS atau HIV,” ucapnya.
Sementara, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Banten Santoso
Edi Budiono menjelaskan, epidemi AIDS di Indonesia tidak terlalu besar
apabila dibandingkan dengan penduduknya. Namun, jika ini terus dibiarkan
akan meluas. Misalnya dari sepertiga penduduk hingga separuh dari
jumlah penduduk.
Menurutnya, Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) saat ini masih banyak yang berkeliaran.
“Tentu ini menjadi ancaman baru. Kemudian, pecandu narkotika ini juga
sangat berpengaruh dalam penyebaran HIV. Sebab, orang yang berada di
bawah pengaruh obat-obatan siapapun bisa menjadi lawan mainnya di atas
tempat tidur,” tuturnya.
Selain itu, ODHA didominasi usia produktif, yakni 19 sampai 49 tahun. Bahkan, yang tertinggi merupakan ibu rumah tangga (IRT).
“Ini biasanya yang pasangannya tidak setia. Terus kadang, ada juga
yang mengonsumsi narkotika atau sejenisnya. Memang, saat ini jarum
suntik sangat jarang digunakan. Akan tetapi pergaulan atau seks bebas di
masyarakat semakin banyak,” ujarnya.
0 comments:
Post a Comment