Kota Bandung – Gedung Sate genap berusia 100 tahun
pada Senin (27/7/20). Meski sudah seabad berdiri, kemegahan dan
kekokohan Gedung Sate terekam jelas pada setiap sudut arsitektur. Nilai
historisnya pun terabadikan, dan tak akan tergerus oleh zaman.
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menilai Gedung Sate memiliki
nilai arsitektur yang tinggi. Tak ada gedung pemerintahan yang bisa
mengalahkan arsitektur maupun estetika Gedung Sate.
Selain
itu, Gedung Sate merupakan salah satu simbol perjuangan. Di balik
kemegahan, Gedung Sate menyimpan sebuah kisah perjuangan Angkatan Moeda
Pekerdjaan Oemoem, yang mempertahankan Gedung Sate dan Kemerdekaan
Indonesia dari serangan tentara Gurkha dan NICA. Histori tersebut akan
terus hidup di tengah masyarakat.
“Ingat Jabar. Ingat Gedung Sate. Ingat Bandung, ikonnya pasti Gedung
Sate. Tak ada yang bisa mengalahkan,” kata Kang Emil –sapaan Ridwan
Kamil.
Pembangunan Gedung Sate diawali peletakan batu pertama pada 27 Juli
1920 oleh putri Wali Kota Bandung saat itu, Johana Catherina Coops, dan
perwakilan Gubernur Hindia-Belanda di Batavia, Petronella Roelofsen.
Penggalian tanah pun dilakukan untuk menanam konstruksi beton
bertulang sebagai fondasi bangunan dan pembangunan ruang bawah tanah,
dilanjutkan dengan pembangunan lantai pertama hingga ketiga.
Setelah pengerjaan ruang tanah selesai, pembangunan dilanjutkan
dengan pengerjaan konstruksi lengkung untuk pintu dan jendela gedung,
serta kolom pojok gedung bagian dalam dan luar.
Pada 1922, pembangunan menara gedung beserta penyelesaian dinding
luar, perataan lahan sekitar, dan pengerjaan atap dilakukan. Tahun
berikutnya, penyelesaian bagian dalam aula lantai satu serta
penyelesaian ornamen kolom di aula gedung.
Pembangunan Gedung Sate melibatkan 2.000 pekerja dan menghabiskan
dana sebesar 6 juta gulden. ”Kenapa sate karena dulu ada 6 juta gulden
biaya pembangunannya. Satu juta disimbolkan dengan satu sate,” kata Kang
Emil.
Tak ada acara khusus untuk memperingati 100 Tahun Gedung Sate karena
sedang dalam pandemi COVID-19. Sejumlah rencana yang telah disusun
dibatalkan.
Kendati
begitu, Kang Emil menyatakan, peringatan 100 Tahun Gedung Sate tetap
terlaksana dengan merawat dan menjaganya. Perbaikan fasilitas Gedung
Sate di berbagai sudut menjadi bukti.
Salah satunya pemasangan pilar-pilar yang menggambarkan bahwa Gedung
Sate milik warga Jabar. Selain itu, pemasangan pilar dapat menggerakkan
ekonomi Jabar yang sempat terpukul pandemi COVID-19.
”Jadi satu pilar, satu kabupaten. Satu pilar Majalengka misalnya ada
sejarahnya juga, bagaimana Cirebon juga, jadi kepemilikan Gedung Sate
dan Gasibu dimiliki tidak hanya masyarakat Bandung Raya, tapi oleh
masyarakat lainnya,” ucapnya.
Kang Emil mengatakan, pada tahun ini, Gedung Sate terbuka untuk umum
dan menjadi salah satu destinasi wisata. Masyarakat dapat menyusuri
jejak-jejak historis Jabar dengan menghadirkan tour guide. Namun, hal
itu tertunda karena COVID-19.
“Ketika menjadi gubernur, memperingati 100 tahun Gedung Sate.
Sekarang COVID-19 juga bagi saya ini adalah ujian dari sejarah hidup
saya. Namun, saya berbangga dengan 100 tahun Gedung Sate,” kata Kang
Emil.
0 comments:
Post a Comment