JAKARTA (Kontak Banten)- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ( MUI) Buya Anwar abbas mengatakan pelaksanaan Kongres Ekonomi Umat II 2021 menyoroti ketimpangan yang terjadi pada masyarakat lapisan bawah. Kongres Ekonomi Umat II ini mengangkat tema mengenai Arus Baru Penguatan Ekonomi diselenggarakan di Jakarta, 10 Desember hingga 12 Desember 2021.
“Masyarakat yang berada pada level usaha mikro dan ultra mikro tampak belum begitu terjamah terutama oleh dunia perbankan, sehingga kesenjangan sosial di tengah masyarakat semakain terjal,” ujar Buya di Jakarta, Sabtu (11/12/2021).
Buya menyoroti indeks gini ekonomi yang berada pada angka 0,39, dan dalam bidang pertanahan 0,59, padahal jumlah usaha besar hanya 0,01%, dengan jumlah pelaku usaha sebanyak 5.550 dengan total aset diatas Rp 10 miliar. Sementara usaha menengah sebanyak 0,09% dengan jumlah pelaku usaha sebanyak 60.702 dengan total aset lebih dari Rp 500 juta, dan usaha kecil jumlahnya hanya 1,22% dengan jumlah pelaku sebanyak 783.132 dengan total aset di atas Rp 50 juta.
“Jadi total mereka yang sudah terperhatikan oleh pemerintah dan dunia perbankan hanya sekitar 1,32% atau 849.334 pelaku usaha. Sementara jumlah UMKM besarnya adalah 98,68% dan itu boleh dikatakan belum diurus dengan baik,” jelasnya.
Menurut Buya, jika kondisi itu terus terjadi maka akan menciptakan sesuatu yang tidak baik karena akan menimbulkan kesenjangan sosial dari tahun ke tahun, yang semakin tajam dan kurang baik dalam menjaga stabilitas dan rasa persatuan serta kesatuan bangsa.
MUI mengusulkan agar pemerintah memiliki langkah afirmatif bagi masyarakat golongan menengah ke bawah.
“Ini penting dilakukan agar bentuk dari struktur dunia usaha bertransformasi dari bentuk piramid menjadi belah ketupat, yang mana jumlah pelaku usaha menengah ke atas cukup 2%, menengah ke bawah 3%, dan menengah sebanyak 95%,” terang Buya.
Sementara itu Wakil Sekjen MUI, Muhammad Azrul Tanjung menyoroti agar jangan sampai terjadi intoleransi di dalam bidang ekonomi. Selama ini umat Islam kerap dipojokkan dengan kata-kata intoleran. Padahal kenyataannya, sudah terjadi intoleransi di bidang ekonomi terhadap umat Islam. Pasalnya, umat Islam yang mayoritas di Indonesia justru menjadi minoritas dalam hal ekonomi.
“Jangan sampai umat Islam selalu berada pada posisi menengah ke bawah. Untuk itu perlu upaya bersama agar dapat meningkatkan levelnya menjadi menengah, bahkan naik tingkat menjadi usaha besar,” ujarnya.
Oleh karena itu, MUI beserta ormas Islam memiliki komitmen untuk membangkitkan ekonomi umat. Azrul berharap jangan ada lagi anggapan bahwa umat Islam itu selalu di bawah dalam hal ekonomi, dan semuanya harus mempunyai kesempatan yang sama.
0 comments:
Post a Comment