JAKARTA ( Kontak Banten) – Di tengah perang melawan pandemi Covid-19,dan Panca pendemi seperti tali tiga uang peran Industri Pers Sulit berkembang di karena kebijakan di setiap daerah atau wilayah ada perbedaan aturan yang di gunakan seperti lelang yang membuat kalangan industri Pers hanya sebagian yang merasakan sedangkan peran Pers adalah pilar ke 4 Demokrasi
Peran industri
pers seakan menjadi adagium manis untuk menjalankan fungsinya sebagai
pilar demokrasi keempat. Di tengah kepentingan sebagai wadah informasi,
aspek finansial menjadi kerikil untuk melangkah.
Padahal,
keberhasilan menanggulangi peperangan ditentukan oleh keberhasilan dalam
menangani komunikasi. Namun, di lapangan sejumlah industri media sulit
untuk fokus menjadi garda terdepan di sektor informasi. Industri ini
justru mulai terseok, terhimpit masalah ekonomi.
"Dalam ekosistem
kebangsaan dan demokrasi, kalau ada satu mata rantai lemah akan
pengaruhi mata rantai lain. Pers sangat strategis dan berperan dalam
tugas komunikasi. Jadi kalau mata rantai ini melemah atau putus, maka
mata rantai lain tidak akan berfungsi," ungkap jurnalis senior Rikard
Bagun dalam diskusi virtual, Kamis (25/8/2022) .
Menurutnya, dunia pers sudah berusaha sekeras mungkin untuk melakukan
penghematan dengan berbagai macam cara di tengah pandemi Covid-19.
Bahkan, selama beberapa tahun terakhir media telah digegoroti
habis-habisan oleh datangnya era digital.
Bayang-bayang pemutusan
hubungan kerja (PHK) pun menjadi gelombang selanjutnya yang menghantam
industri media. Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers Pusat, Januar P
Ruswita pun mengungkapkan bahwa keadaan ini menjadi penting dan mendesak
pemerintah agar membantu industri media, para wartawan, dan seluruh
pekerja media yang terdampak oleh krisis akibat pandemi Covid-19 ini.
Senada,
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi
Perusahaan Media dan Asosiasi Profesi Media pun mendorong pemerintah
untuk menaikkan stimulus di luar stimulus ekonomi Rp405 triliun yang
sudah diputuskan pemerintah.
Menurutnya, urgensi tersebut adalah untuk menyelamatkan daya hidup
pers nasional yang sedang menghadapi krisis ekonomi akibat pandemi
COVID-19, asosiasi ini menyampaikan aspirasi sebatas dalam konteks
periode pandemi Covid-19.
Pada kesempatan itu, Anggota Dewan Pers,
Arif Zulkifli mengatakan tujuh butir insentif bisnis media semata-mata
untuk menyelamatkan pers nasional.
"Bukan semata-mata untuk
kepentingan pers tapi publik, karena tanpa informasi kredibel dan teruji
lewat proses verifikasi kuat, publik akan tidak punya informasi akurat,
dan kita tidak punya alat ukur untuk tentukan arah penyelesaian
pandemi," katanya.
Sependapat, Anggota Dewan Pers, Ahmad Djauhar mengatakan sudah
menjadi kewajiban pemerintah untuk tetap menghidupkan media nasional.
"Bukan
berarti media itu ngemis-ngemis, minta-minta tidak. Tapi pemerintah
harus tetap menghidupkan media. Karena memang ini kondisi luar biasa,"
tegasnya.
Dia pun memberikan contoh bahwa beberapa belahan dunia,
kejadian saat ini hampir serupa. Salah sataunya di Amerika Serikat, di
mana media mainstream besar juga mengajukan permintaan ke pemerintah
untuk membantu menghidupkan pers. Dia menegaskan bahwa status uang
negara memang berfungsi untuk menghidupkan apa yang selama ini membantu
negara.
Di lain pihak, Abdul Manan dari Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) mengatakan bahwa terdapat dampak dari minimnya
pendapatan yang mana membuat industri perlu melakukan efisiensi dengan
terpaksa. Tak hanya pemotongan gaji, langkah terberat juga harus
diambil, yaitu pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sekretaris Jenderal
Serikat Penerbit Pers (SPS) Pusat Asmono Wikan pun mengamini bahwa
krisis Covid-19 ini memberikan ancaman PHK yang sangat nyata.
"Sudah
hampir separuh sudah dan sedang merencanakan PHK. Sebanyak 70 persen
anggota sudah tidak mampu melihat jalan terang di balik pandemi. Ini
persoalan besar. Mereka menganggap tidak ada lagi ruang untuk berkreasi,
tidak ada peluang di balik krisis," jelasnya.
Kini, pilihan
kembali kepada pemerintah, media dan pers akan tetap bergerak baik ada
atau tidaknya insentif ke depan. Namun, jangan bertanya bila suara untuk
memberikan informasi ini meredup atau mungkin hilang terbawa arus
krisis pandemic Covid-19.
0 comments:
Post a Comment