OLEH: FIRMAWATI*
SEJAK muncul kepermukaan, revisi Undang Undang Sistem Pendidikan
Nasional atau RUU Sisdiknas amat mencuri perhatian publik. Tak jarang
kita temui dukungan hingga penolakan mengudara diberbagai saluran media
maupun sosial media. Pro dan kontra terus bermunculan dengan ragam
argumentasinya masing-masing.
Sempat dimasukan secara resmi sebagai usulan prioritas Prolegnas
nampaknya harapan itu harus tertunda. Berdasarkan keputusan Badan
Legislasi Nasional pada Selasa tanggal 20 September 2022, draf naskah
akademik RUU Sisdiknas perlu diperbaiki sehingga tidak masuk Prolegnas.
Kabar ini tentu menjadi pil pahit bagi sebagian publik yang menantikan
adanya transformasi di dunia pendidikan.
Kesadaran pada situasi
yang dihadapkan pada tantangan zaman era industri 4.0 dan society 5.0
semakin nyata dihadapi bangsa Indonesia. Pembangunan sumber daya manusia
(SDM) merupakan never ending process yang gerbang utamanya melalui
pendidikan. Sumber daya manusia harus dipersiapkan agar tangguh,
kompeten dan adaptif.
Mengapa Omnibus Law?
Pada prinsipnya pemerintah ingin
menghadirkan sistem pendidikan yang ideal dan terintegrasi. Mulai dari
sistem kelembagaan hingga ke profesi pengajar yakni guru dan dosen.
Indonesia menggunakan satu sistem pendidikan tapi saat ini diatur dalam
tiga UU yakni UU 20/2003 tentang Sisdiknas, UU 14/2005 tentang Guru dan
Dosen, UU 12/2012 tentang Dikti.
Tiga UU ini memiliki sisi yang
masih abu-abu, ada klausul yang belum sinkron bahkan tumpeng tindih, ada
juga klausal yang diubah oleh peraturan lainnnya. Hal yang demikian
tentu menimbulkan kebingungan dalam tataran praktik.
Jika kita
ukur dari usia-nya UU sisdiknas sudah berusia sembilan belas tahun dan
UU Dikti berusia 10 tahun. Perkembangan kebutuhan di lapangan begitu
dinamis dan berlangsung cepat, maka kita memerlukan payung hukum yang
lebih fleksibel.Mengintegrasikan peraturan-peraturan dalam satu Omnibus Law diharapkan
menjadi solusi bagi peraturan di bidang pendidikan yang belum
terintegrasi. Omnibus Law memang terhitung masih baru di Indonesia namun
teknik ini dipergunakan untuk efektifitas dan efisiensi hukum.
Menurut
Maria Farida Indarti seorang apakar hukum menyatakan hakikat dari
omnibus law adalah suatu produk hukum/peraturan perundang-undangan yang
berisi lebih dari satu materi, isu, dan tema ketatanegaraan. Omnibus Law
substansinya adalah mencabut dan/atau merevisi peraturan lain sehingga
menjadi satu peraturan baru yang holistik, dengan tujuan untuk mengatasi
permasalahan regulasi di suatu negara.
Dalam RUU Sisdiknas
mengakomodir payung hukum bagi perluasan wajib belajar, memperjelas
pendanaan wajib belajar, fleksibelitas nomenklatur satuan pendidikan,
mempermudah mobilitas pelajar pesantren formal dengan satuan pendidikan
lain, pendidikan Pancasila menjadi mata pelajaran wajib.
Selain
itu RUU sisdiknas juga mengatur definisi guru yang lebih inklusif,
penghasilan yang layak bagi guru dan dosen, proporsi pelaksanaan
tridarma perguruan tinggi sesuai visi misi dan mandatnya, standar
Nasional Pendidikan lebih sederhana.
Perlu Penyempurnaan
Akhir
Agustus 2022 RUU Sisdiknas baru diusulkan dalam Prolegnas, memang
perubahan akan selalu menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan. Sehingga
sebagian publik yang menolak perubahaan terus berupaya menahan
gerbangnya.
Pun DPR memiliki pertimbangan lain sehingga menunda
RUU Sisdiknas masuk dalam prolegnas tahun ini. Setelah melakukan
pembicaraan informal, Menkumham Yasonna H Laoly menyatakan bahwa
pemerintah akan merapikann terlebih dulu draf naskah akademik dan RUU
Sisdiknas yang ada, serta menyosialisasikannya dengan baik kepada para
stakeholders.
Dari sisi lain ada sekitar 1,6 juta guru belum
menerima sertifikasi dan tunjangan amat menantikan RUU Sisdiknas
diundangkan. Menurut yang disosialisasikan RUU ini akan memberikan
jaminan kesejahteraan berupa tunjangan tanpa harus menunggu proses
sertifikasi dan mengikuti program PPG.
Kemendikbudristek melalui
diskusi interaktif yang dihadiri Nadiem Anwar Makarim menagaskan RUU
Sisdiknas memberikan jaminan tidak ada penurunan apapun pada guru-guru
yang sudah menerima sertifikasi dan tunjangan. Tunjangan akan terus
diterima hingga mereka pensiun, Itu artinya 1,3 juta guru akan aman
sampai mereka pensiun.
Jika kita menilai dengan objektif niat
baiknya tentu harus kita sambut sebagai kebijakan yang berkeadilan dan
responsif terhadap kesejahteraan guru. Mengingat potret di lapangan da
begitu banyak guru yang mengantri untuk dapat sejahtera.
Omnibus
Law RUU Sisdiknas akan memberikan kepastian hukum bagi guru yang belum
diberikan perlindungan dalam UU Sisdiknas. Uu seblumnya belum menjangkau
perlindungan bagi guru PAUD, Guru Kesetaraan dan Guru Pesantren, tentu
ini merupakan angin segar yang dinantikan.
Dengan fakta hari ini
RUU Sisdiknas gagal berlayar di tahun 2022, para stake holder perlu
kiranya berada di satu forum dengan waktu yang panjang. Selain itu harus
menambah lebih banyak lagi forum-forum interaktif yang akan menambah
masukan-masukan yang lebih komperhensif.
Memang tak akan ada
kebijakan yang benar-benar mampu mengakomodir semua aspirasi secara utuh
dan menyeluruh. Pada akhirnya win-win solution merupakan kompromi yang
harus menformulasikan jalan tengah. Pada akhirnya nanti kebijakan ini
menemukan formulasi yang tepat dan segera melenggang pada tahapan
legislasi yang lebih lanjut.
Omnibus Law Sistem Pendidikan
diharapkan menjadi solusi bagi permasalahan bangsa yang begitu kompleks.
Namun di sisi lain Omnibus Law ini juga harus meminimalisir gejolak
publik yang mungkin merasa aspirasinya tidak didengar dengan cara
berdialog seluas-luasnya.
Pro dan Kontra dan kontra pasti akan
selalu ada namun disisi lain perubahan zaman tak mungkin kita bending.
Transformasi sebuah keniscayaan yang harus kita sambut dan kawal
bersama-sama dengan persiapan dan kesigapan.
0 comments:
Post a Comment