JAKARTA ( KONTAK BANTEN) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah mengatakan perlu adanya penyamaan persepsi dan terobosan hukum dalam penerapan unsur kerugian kerugian perekonomian negara dalam kasus korupsi yang menyengsarakan rakyat.
Febrie merujuk sejumlah putusan pengadilan dalam kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung seperti dalam kasus kelapa sawit, impor tekstil, importasi baja, dan Crude Palm Oil (CPO).
“Karena meskipun sepakat unsur kerugian perekonomian negara terbukti secara sah dan meyakinkan, namun pengadilan tidak sepakat bila kerugian perekonomian negara dibebankan kepada terdakwa untuk menggantinya,” kata Febrie, Rabu (29/11/2023).
Dia pun mengungkapkan Kejaksaan telah berusaha membuktikan unsur merugikan perekonomian negara dalam perkara korupsi sejak tahun 1980-an yaitu pada perkara korupsi terdakwa Tony Gosal.
“Pada tingkat kasasi Mahkamah Agung, unsur perekonomian negara terbukti sebagaimana tertuang dalam putusan tersebut,” tutur mantan Aspidsus Kejati Jawa Timur ini.
Selain itu, katanya, salah satu konsep dalam hukum lingkungan yaitu asas Pencemar yang Membayar, yang artinya dalam konsep penerapan uang pengganti semestinya berpedoman pada penerapan konsep pertanggungjawaban absolut.
“Itu juga diartikan terdakwa serta merta menanggung akibat perbuatan pidananya,” ucap Febrie yang sebelumnya juga menyampaikan hal tersebut dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggaran Bidang Pidsus di Jakarta, Selasa (28/11/2023)
Kegiatan FGD tersebut bertemakan “Optimalisasi Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Rangka Pemulihan Dampak Tindak Pidana Korupsi”
Sementara Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Suharto yang menjadi pembicara dalam FGD menyampaikan masalah kerugian perekonomian negara telah dibahas dalam kamar pidana.
“Namun hingga kini belum tercapai kesepakatan di antara para Hakim Agung,” ujarnya.
Sedangkan Prof Indriyanto Seno Adji menyatakan unsur merugikan perekonomian negara merupakan unsur yang sifatnya futuristik.
”Tapi aparat penegak hukum terkadang tidak mau bertindak futuristik. Padahal praktek di Anglosaxon pembuktian biaya sosial tindak pidana sudah diterapkan,” ujar Indriyanto.
Dia mengakui memang masih terjadi perbedaan pemahaman kerugian perekonomian negara sebagai actual lose atau potential lose. “Karena itu diperlukan pengaturan lebih pasti dalam peraturan perundang-undangan.”
Sementara Ahli Perekonomian Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Rimawan Pradiptyo mengatakan keuangan negara tidak dikenal dalam ilmu ekonomi, tapi yang dikenal adalah keuangan pemerintah.
“Itu diartikan keuangan pemerintah merupakan bagian dari perekonomian negara,” katanya seraya menyebutkan dengan demikian semestinya cukup dibuktikan kerugian perekonomian negara.
“Karena tidak tepat dengan perumusan alternatif antara keuangan negara atau perekonomian negara. Sebab kedua unsur tidaklah setara. Secara ekonomi, kerugian perekonomian negara merupakan kegiatan yang nyata dan pasti (actual lose),” ujarnya.
0 comments:
Post a Comment