JAKARTA ( KONTAK BANTEN) Rumah tahanan negara (Rutan) Kejaksaan Agung sebagai cabang Rutan Salemba hari ini bertambah penghuninya setelah dua direksi PT RBT ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah dan langsung ditahan di Rutan tersebut.
Keduanya yang merupakan tersangka baru dalam kasus timah di wilayah IUP PT Timah tahun 2015-2022 yaitu tersangka SP selaku Direktur Utama PT RBT dan tersangkanRA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Kuntadi mengatakan kedua tersangka ditahan selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung terhitung sejak 21 Februari hingga 11 Maret 2024
“Penahanan terhadap kedua tersangka yang dilakukan Timn penyidik untuk kepentingan proses penyidikan,” tutur Kuntadi kepada dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (21/02/2024) malam.
Kuntadi mengatakan sebelum menjadi tersangka baik SP dan RA diperiksa sebagai saksi. “Tapi statusnya kemudian ditingkatkan jadi tersangka setelah Tim penyidik menemukan alat bukti yang cukup dari hasil pemeriksaan terhadap keduanya dan dikaitkan alat bukti yang lain.
Dia pun mengungkapkan peran kedua tersangka yaitu SP dan RA sebagai Direksi PT RBT pada tahun 2018 menginisiasi pertemuan dengan PT Timah yang diwakili tersangka MRPT alias RZ selaku Dirut PT Timah dan tersangka EE selaku Direktur Keuangan PT Timah.
“Tujuan pertemuan untuk mengakomodir atau menampung timah hasil penambangan liar di wilayah IUP PT Timah. Selain itu kedua tersangka juga menentukan harga untuk disetujui MRT serta siapa saja yang dapat melaksanakan pekerjaan tersebut,” ucapnya.
Kuntadi menuturkan kegiatan ilegal tersebut kemudian disetujui dan dibalut oleh tersangka MRPT dan EE dengan dibuat perjanjian kerjasama seolah-olah ada kerjasama sewa menyewa peralatan processing peleburan timah PT Timah dan PT RBT dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan PT Timah.
“Tersangka SP dan RA selanjutnya bersama-sama dengan tersangka MRPT dan EE menunjuk perusahaan-perusahaan tertentu sebagai mitra guna melaksanakan kegiatan tersebut yaitu, PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN,” ungkapnya.
Selanjutnya pelaksanaan kegiatan ilegal tersebut dilakukan oleh tujuh perusahaan boneka yaitu CV BJA, CV RTP, CV BLA,CV BSP, CV SJP, CV BPR, dan CV SMS.
“Yang kegiatannya seolah-olah dicover dengan surat perintah kerja (SPK) kegiatan pemborongan pengangkutan sisa hasil pengolahan (SHP) mineral timah,” tutur Kuntadi.
Dalam kasus ini kedua tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
0 comments:
Post a Comment