Kepala Daerah yang menjadi tersangka hendaknya dibebas tugaskan dulu
Agenda Reformasi rupanya masih belum terlaksana sepenuhnya,
khususnya mengenai pemberantasan KKN. Kasus korupsi makin berkembang di
berbagai daerah. Pelakunya dari kalangan eksekutif maupun legislatif.
Rupanya belum ada Undang-Undang anti korupsi yang membuat pelaku
tersebut takut dan jera. Apalagi di era otonomi daerah ini, dimana
daerah diberi kewenangan untuk mengatur diri sendiri dengan anggaran
yang diberikan padanya. Makin subur dan tersebarlah praktik KKN tersebut
di berbagai daerah, tidak lagi banyak di pusat.
Memang telah banyak peraturan yang dikeluarkan untuk memagari uang
negara dari berbagai tikus KKN tersebut. Banyak sudah lembaga dan
institusi yang ditugasi untuk mengawasi keuangan negara itu bahkan
dibuat pula komisi untuk menunjangnya. Masyarakat juga tak mau kalah
dalam mengawasi keuangan negara melalu LSM atau lembaga yang mereka
bentuk, apapun itu. Namun, bagai tak takut dan tak punya hati nurani,
tetap saja para tikus KKN menggerogoti keuangan negara. Seakan mereka
beranak pinak menyebar ke berbagai daerah untuk ber KKN.
Coba bayangkan bila tidak ada peraturan dan Undang-undang pemagaran
keuangan negara. Bayangkan bila tidak ada aparat dan lembaga yang
mengawasi dan memeriksa keuangan negara. Akan hancurlah negara ini !
Oleh sebab itu bagai tak jera dan tak putus harapan dalam memberantas
hama KKN, pemerintah membuat lagi peraturan, merevisi lagi aturan yang
ada, mempertajam dan memperkokoh pemagaran keuangan negara. Seperti yang
kita amati akan ada revisi Undang-Undang nomor 22 tahun 1999, tentang
pemerintahan daerah, yang memfokuskan soal pemilihan Kepala Daerah.
Pemerintah berniat untuk merevisi Undang-undang ini dan mempertajamnya
dengan mengantisipasi tumbuhnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN).
Pakar hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia, Satya Arinanto,
mengatakan bahwa persyaratan integritas perlu diatur. Kepala Daerah yang
sudah menjadi tersangka, berapapun besar sanksinya, harus dibebas
tugaskan dulu untuk diperiksa. Manakala seorang Kepala Daerah
dibebastugaskan sementara, jabatan itu digantikan oleh Wakil Kepala
Daerah. Apabila Kepala daerah dan Wakilnya terlibat, maka perlu diangkat
pejabat sementara, caretaker.
Hal lain yang juga perlu diatur secara lebih terperinci adalah
pengelolaan secara transparan sumbangan kampanye dalam proses pilkada
langsung.
Pakar hukum Tata Negara dari UI ini melihat berbagai antisipasi tentang
munculnya praktik-praktik KKN, belum banyak dibahas Panitia Khusus
Rancangan Undang-Undang Pemda di DPR dan Pemerintah. Satya menyarankan
agar pembahasan RUU Pemda cukup memfokuskan pada materi pilkada dan
tidak meluas ke materi-materi lain mengingat beban yang berat serta
waktu pembahasan yang sangat sempit, yaitu hanya sampai September 2004.
Wakil Ketua Komisi II Ferry Mursyidan Baldan mengakui bahwa pembahasan
soal transparansi sumbangan kampanye maupun status pejabat daerah yang
menjadi tersangka belum dibahas secara mendalam dan mendetail.
Namun secara umum, dalam rapat-rapat pembahasan RUU Pemda ada semangat
untuk menerapkan berbagai aturan yang telah dituangkan dalam UU nomor 23
tahun 2003 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Gambaran umum
yang berkembang, dalam pembahasan RUU tersebut, anggota panitia khusus
rancangan Undang-undang pemda, tidak menghendaki kepala daerah yang
berstatus tersangka dapat di impeach. Dalam Pansus juga dibahas
kemungkinan non-aktif bagi pejabat yang menjadi tersangka tindak pidana,
kata Ferry yang juga anggota Pansus RUU Pemda.
Sementara itu, soal syarat menjadi kepala daerah, seperti halnya UU
Pemilu Presiden, adalah tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Hal ini, mengacu pada Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden.
Peraturan lain yang juga mengacu UU Pemilihan Presiden adalah pengaturan
dana kampanye. Detailnya belum, tetapi prinsipnya tetap ada batasan
sumbangan kampanye seperti di UU Pilpres, ujar Ferry. Semoga berhasil
pak !
Sumber Kompas, (DCH)
0 comments:
Post a Comment