JAKARTA KONTAK BANTEN Pengusutan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa pada proyek Pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2024 yang dilakukan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat sejak awal telah membuat sejumlah pihak yang diduga terlibat “ketar-ketir”.
Apalagi Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat kini memberikan sinyal bakal segera menetapkan tersangkanya. Setelah tim penyidik bidang pidana khusus memeriksa lebih dari 70 saksi dan ditambah ahli, serta menggeledah sejumlah tempat atau lokasi di Jakarta dan luar Jakarta untuk mencari alat buktinya.
“Dari hasil penyidikan yang sedang berjalan penyidik telah mengantongi beberapa nama calon tersangka yang akan segera ditetapkan sebagai tersangka dan disampaikan kepada publik,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra melalui Kasi Intelijen Bani Immanuel Ginting pada Kamis (24/04/2025) malam.
Namun Bani tidak mau membocorkan nama-nama bakal tersangka dalam kasus yang disidik berdasarkan surat perintah penyidikan (sprintdik) Kajari Jakarta Pusat Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025.
Dia hanya menyebutkan untuk menambah alat bukti dan memperkuat hasil yang diperoleh selama penyidikan berjalan, Tim penyidik kembali menggeledah sejumlah lokasi di Jakarta Pusat dan Jakarta Timur serta di Kabupaten Tangerang Selatan.
“Lokasi tersebut antara lain PT STM (BDx Data Center), Kantor PT AL, Gudang atau Warehouse PT AL serta di rumah saksi yang diduga terkait dengan kasus yang sedang disidik,” katanya.
Dia menuturkan dari hasil penggeledahan Tim penyidik menyita dokumen-dokumen terkait pelaksanaan kegiatan PDNS dan beberapa barang bukti elektronik yang akan digunakan dalam pembuktian di persidangan.
Adapun kasus yang disidik Kejari Jakarta Pusat seperti pernah disampaikan Bani berawal ketika Kementerian Kominfo sebelum menjadi Komdigi (Komunikasi dan Digital) melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan pada PDNS periode 2020-2024.
Namun dalam pelaksanaannya tahun 2020 diketahui pejabat Kominfo bersama dari pihak perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL dengan nilai kontrak Rp60.378.450.000.
Kemudian pada tahun 2021 kembali perusahaan swasta yang sama menang tender dengan nilai kontrak Rp102.671.346.360. Sedang tahun 2022 kembali terjadi pengkondisian untuk memenangkan perusahaan yang sama.
Caranya, ucap Bani, dengan menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp 188.900.000.000.
“Begitupun perusahaan yang sama di tahun 2023 dan 2024 memenangkan kembali pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak tahun 2023 senilai Rp 350.959.942.158 dan tahun 2024 senilai Rp 256.575.442.952,” ujarnya.
Adapun, kata dia, perusahaan tersebut dalam pengadaan barang/jasa yang telah dikondisikan bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301.
“Akibat tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran. Sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia,” ujarnya.
Padahal, ungkap Bani, pengadaan PDSN dari periode tahun 2020-2024 telah menghabiskan total anggaran sebesar Rp959 miliar. Sementara pelaksanaan kegiatannya tidak sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
“Yanya mewajibkan pemerintah membangun Pusat Data Nasional (PDN), bukan PDNS serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai BSSN,” tuturnya seraya menyebutkan dugaan kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai ratusan miliar rupiah
0 comments:
Post a Comment