JAKARTA KONTAK BANTEN Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mendorong pemerintah daerah (pemda) melakukan revisi terhadap peraturan daerah (perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) demi mencegah alih fungsi lahan pertanian.
Pemerintah pusat juga akan membentuk satuan tugas (satgas) lintas kementerian untuk mengawal proses revisi RTRW di daerah. Satgas ini melibatkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Kementerian Pertanian. “Follow-up-nya, kami akan membentuk satgas untuk mendorong daerah merevisi Perda RTRW demi melindungi lahan sawah dan menyiapkan lahan pertanian yang sudah ada,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (21/11).
Langkah ini dinilai penting untuk menjaga keberlanjutan pangan nasional dan mencegah lahan sawah terus tergerus pembangunan.
Mendagri juga menegaskan bahwa BIG akan melakukan pemantauan dan verifikasi berkala atas proses revisi RTRW daerah. Pemda yang menunjukkan kinerja baik akan diberikan insentif fiskal mulai tahun depan. “Kami akan evaluasi per bulan atau per tiga bulan. Daerah yang bagus akan mendapat reward dalam bentuk insentif fiskal dari Kemendagri. Anggarannya sudah tersedia,” ujarnya.
Kebijakan Mendagri tersebut mendapat dukungan dari Pakar Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor (IPB) Basuki Sumawinata. “Gagasan Mendagri Tito menurut saya sangat baik,” kata Basuki saat dihubungi, Jumat.
Ia menilai perlindungan lahan pertanian merupakan kunci keberhasilan ketahanan pangan yang menjadi bagian program Asta Cita Presiden Prabowo.
Namun Basuki mengingatkan, revisi RTRW harus dilakukan secara hati-hati dan tetap memperhatikan aspirasi pemda agar pelaksanaannya berjalan efektif. Tanpa menimbang masukan daerah, tata ulang RTRW daerah untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian, akan sulit terealisasi.
Basuki mengatakan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) di daerah tidak bisa dilepaskan dari Rencana Umum Tata Ruang Nasional (RUTRN) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Artinya, pemda tidak dapat mengubah tata ruang melampaui ketentuan nasional. “Pada PP itu sudah ada peta pola ruang nasional, dan diatur bahwa RUTR daerah mengacu pada peta RUTRN. Jadi daerah tidak mungkin membuat kawasan budidaya pada RUTR daerah lebih luas dari apa yang direncanakan pada RUTRN. Juga, tidak mungkin memperkecil kawasan lindung untuk memperluas kawasan budidaya,” kata Basuki.
Menurut Basuki, jika pemerintah ingin memastikan ketahanan pangan daerah dan nasional, maka diperlukan terobosan pemanfaatan lahan untuk pertanian pangan secara berkelanjutan. Dengan populasi Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa, kebijakan tata ruang tidak bisa menerapkan pendekatan konservatif. “Jadi usul Mendagri Tito sangat tepat, agar daerah sadar dengan kemampuannya, sehingga daerah-daerah yang tidak mungkin berproduksi karena aturan RUTRN, akan sadar dan bersuara di tingkat nasional. Kita harus memanfaatkan lahan yang tersedia sekarang untuk produksi, sambil meneliti lahan-lahan yang sulit dimanfaatkan. Tekanan penduduk sekarang jauh lebih besar dibanding 20–25 tahun lalu,” katanya.
Basuki juga menilai kebijakan perlindungan lahan tidak boleh membuat masyarakat daerah kesulitan bahan pangan. Ia mendorong skenario moderat yang tetap melindungi lahan pertanian, tetapi fleksibel dalam pengembangan kawasan sesuai kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan.






0 comments:
Post a Comment