![]() |
SERANG – Walikota Cilegon nonaktif Tubagus Iman Ariyadi dituntut
pidana selama sembilan tahun penjara di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu
(2/5). Iman Ariyadi dinilai terbukti bersalah menggunakan kewenangan dan
pengaruhnya melakukan kejahatan suap rekomendasi atau izin pembangunan
mal Transmart Kota Cilegon selama izin analisis mengenai dampak
lingkungan (Amdal) diproses.
“Pidana penjara terhadap terdakwa Tubagus Iman Ariyadi berupa pidana
penjara selama sembilan tahun dikurangi selama terdakwa berada di dalam
tahanan,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Helmi Syarief.
Selain pidana penjara, Iman Ariyadi juga dituntut pidana denda
sebesar Rp275 juta subsider enam bulan dan pencabutan hak politik berupa
hak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun. “Menjatuhkan
hukuman tambahan kepada terdakwa Tubagus Iman Ariyadi berupa pencabutan
hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun setelah
terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya,” kata Helmi di hadapan
majelis hakim yang diketuai Efiyanto.
Perbuatan Iman Ariyadi dinilai JPU tidak mendukung program pemerintah
dalam program mewujudkan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme (KKN),
menggunakan pengaruh kekuasaannya untuk melakukan kejahatan serta
menggunakan atau melibatkan orang lain. Iman Ariyadi juga dianggap tidak
berterus terang dan tidak menyesali perbuatannya sebagai pertimbangan
memberatkan. “Hal meringankan, terdakwa belum menikmati uang hasil
kejahatan, memiliki tanggungan keluarga dan bersikap sopan di
persidangan, dan belum pernah dihukum,” kata Helmi didampingi anggota
JPU KPK Dian Hamisena dan Putra Iskandar.
Sementara, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (DPMPTSP) Kota Cilegon nonaktif Ahmad Dita Prawira dan politisi
Partai Golkar Cilegon Hendri dituntut lebih rendah. Dita Prawira
dituntut pidana selama delapan tahun penjara dan denda Rp225 juta
subsider lima bulan.
Dita Prawira dianggap tidak kooperatif lantaran tidak mengakui terus
terang dan tidak menyesali perbuatannya, beberapa kali mencabut
keterangan BAP tanpa alasan sah sehingga mempersulit persidangan. Lalu,
Dita Prawira berusaha mengambil alih peran dan kesalahan pelaku lain
untuk menutupi kesalahan atasannya sebagai pertimbangan memberatkan.
“Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan
keluarga,” kata JPU Dian Hamisena.
Sedangkan, Hendri dituntut pidana lima tahun penjara dan denda Rp200
juta subsider tiga bulan. Hendri dinilai memiliki peranan kecil dalam
kasus suap senilai Rp1,5 miliar tersebut sebagai hal memberatkan. “Hal
meringankan, terdakwa (Hendri-red) mengakui secara terus terang
perbuatannya,” kata JPU KPK Putra Iskandar.
Perbuatan ketiga terdakwa dinilai terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal
12 huruf a Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
Diungkapkan JPU, pemberian uang bertahap sebesar Rp1,5 miliar
masing-masing oleh PT KIEC Rp700 juta pada 19 September 2017 dan PT BA
sebesar Rp800 juta pada 22 September 2017 ditujukan kepada Iman Ariyadi
selaku Walikota Cilegon. Pemberian uang itu sesuai permintaan sebelumnya
terkait pembayaran biaya perizinan pembangunan mal Transmart Cilegon.
“Peristiwa penerimaan uang Rp1,5 miliar dari PT KIEC dan PT BA melalui
transfer ke rekening CU FC di Bank BJB atas pengetahuan dan kehendak
Iman Ariyadi, secara hukum haruslah dianggap telah diterima oleh Iman
Ariyadi,” kata Helmi Syarief.
Teknis penyerahan melalui mekanisme Sponsorship kepada Cilegon United
(CU) FC yang ditentukan Iman Ariyadi merupakan peristiwa saling terkait
antara satu dengan lainnya serta realisasi pertemuan dan komunikasi
sebelumnya. “Selaku Walikota Cilegon dan pembina CU FC, Iman Ariyadi
telah memanfaatkan kewenangannya mencari sumber dana dari pihak ketiga
atau mengalihkan peruntukkan anggaran yang akan atau telah diterima
untuk tujuan lain dari yang seharusnya,” kata Helmi Syarief.
Sebab, penerimaan hadiah berupa sejumlah uang melalui mekanisme
sponsorship itu dilakukan hampir bersamaan dengan proses pengajuan
perizinan pembangunan mal Transmart Cilegon. “Patut diduga pemberian itu
ada hubungannya dengan kekuasaan atau kewenangan jabatan Tubagus Iman
Ariyadi selaku Walikota Cilegon, walaupun sebagian tugas dan wewenang
yang berkaitan perizinan telah didelegasikan kepada bawahannya, pada
SKPD,” kata Helmi Syarief.
Sesuai fakta hukum di persidangan, sejak awal uang itu telah
dialokasikan untuk kepentingan biaya perizinan pembangunan mal Transmart
Cilegon. Permintaan uang itu atas inisiatif Dita dan persetujuan Iman
Ariyadi sebagai kompensasi rencana penerbitan rekomendasi jaminan dari
Walikota Cilegon agar pembangunan mal dapat dilaksanakan, walaupun
perizinan sedang diproses.
Fakta itu sesuai keterangan Kepala Dina Lingkungan Hidup (DLH) Kota
Cilegon Ujang Iing. Sesuai arahan Dita Prawira, surat keputusan
kelayakan lingkungan hidup (SKKLH) tidak diberikan kepada PT BA dan PT
KIEC. Alasannya, menunggu petunjuk dari Walikota Cilegon.
Padahal, permohonan PT BA dan PT KIEC telah memenuhi seluruh
persyaratan serta SKKLH telah ditandatangani. “Tetapi, belum diberi
tanggal dan stempel DLH Kota Cilegon,” kata Helmi Syarief.
Namun, di persidangan Iman Ariyadi membantah pemberian uang tersebut
terkait perizinan. Iman Ariyadi menegaskan pemberian uang Rp700 juta ke
CU FC murni sponsorship dan bukan kepentingan pribadi Iman Ariyadi.
Keterangan Iman Ariyadi dinilai JPU tidak beralasan dan patut
dikesampingkan. “Berdasarkan keterangan saksi, surat dan petunjuk
bersesuaian dengan barang bukti, bantahan Iman Ariyadi menjadi tidak
logis menurut hukum,” jelas Helmi Syarief.
Helmi Syarief membeberkan ketidaklaziman penerimaan bantuan
sponsorship Rp1,5 miliar oleh CU FC dari PT KIEC dan PT BA. Pertama,
permintaan bantuan sponsorship itu tidak dituangkan melalui suatu
kontrak yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Kedua, kaos para pemain CU FC tidak terpasang logo perusahaan PT KIEC
dan PT BA dan banner sesuai harga paket yang telah ditentukan.
Sementara, logo PT BA tidak pernah terpasang sama sekali di kaos para
pemain CU FC hingga akhir musim pertandingan 2017.
Ketiga, nilai bantuan sponsorship ditentukan sepihak oleh Iman
Ariyadi melalui Akhmad Dita Prawira atau Hendri. Semula bantuan
sponsorship sebesar Rp2,5 miliar turun menjadi Rp1,5 miliar. “Dimana
seharusnya permohonan bantuan sponsorship diajukan sukarela atau bukan
paksaan dan terdapat beberapa pillihan paket harga sesuai kemampuan
finasial pemberi dan jumlah bantuan tidak ditentukan secara sepihak oleh
calon penerima,” beber Helmi Syarief.
Secara yuridis normatif, Iman Ariyadi selaku Walikota Cilegon
berwenang baik lisan atau tertulis memberikan jaminan kepada PT BA dan
PT KIEC melaksanakan kegiatan pembangunan mal Transmart, selama
pengurusan perizinan diproses. “Iman Ariyadi sesuai kewenangan atau
pengaruhnya dapat saja atau memungkinkan untuk melakukan hal itu,” kata
Helmi Syarief.
JPU juga menilai alasan staff CU FC Wahyu Ida Utama dan manajer CU FC
Yudhi Apriyanto mencabut keterangan rencana penyerahan uang sebesar
Rp1,1 miliar kepada Iman Ariyadi yang tertuang dalam berita acara
pemeriksaan (BAP) tidak memiliki alasan yang sah dan tidak sesuai
Undang-Undang. Sehingga, perubahan keterangan kedua saksi tersebut dari
penyerahan menjadi dilaporkan harus dikesampingkan. “Tidak ditemukan
fakta bahwa jawaban tersebut diperintahkan atau diarahkan, dipaksa,
diancam atau diintimdasi penyidik,” kata Helmi Syarief.
Usai mendengar pembacaan tuntutan tersebut, ketiga terdakwa melalui
penasehat hukumnya menyatakan pembelaan atau pledoi. “Ditunda dua
minggu, pada Rabu tanggal 15 Mei 2018 dengan agenda pembelaan dari
pribadi terdakwa dan kuasa hukum terdakwa,” kata Ketua Efiyanto.
Sementara, Iman Ariyadi mengaku pasrah atas tuntutan pidana yang
dibacakan oleh JPU KPK. Iman Ariyadi percaya majelis hakim dapat
memberikan putusan yang adil dengan mempertimbangkan fakta-fakta di
persidangan. “Kalau saya ikhlas saja. Pengadilan ini bukan hanya di
dunia, tapi pengadilan di akhirat,” kata Iman Ariyadi.
Iman Ariyadi menilai surat tuntutan pidana yang dibacakan oleh JPU
KPK tidak menimbang fakta di persidangan. “Makanya, nanti dilihat di
majelis hakim. Kan fakta-fakta di persidangan, tadi (tuntutan-red)
seperti tidak ada persidangan gitu ya. Semuanya, dikesampingkan,” ujar
Iman Ariyadi.
Iman Ariyadi menegaskan tidak pernah berniat menerima suap dalam
bentuk apa pun terkait perkara tersebut. “Saya sudah menyatakan. Insya Allah, Demi Allah Rasulullah, saya tidak pernah berniat untuk menerima suap,” tegas Iman Ariyadi.
0 comments:
Post a Comment