![]() |
Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Asep Saefuddin (kanan) dan pakar hukum yang juga Wakil Rektor UAI Agus Surono (kiri)
|
JAKARTA-DPR RI yang saat ini tengah membahas RUU Cipta Kerja (Ciptaker)
diminta terbuka terhadap berbagai masukan, agar pasal-pasal yang
dianggap berpotensi merugikan pihak tertentu atau menimbulkan masalah
dapat diperbaiki.
Hal ini diungkap akademisi dan pakar hukum dalam diskusi yang digelar
Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar
Indonesia (UAI), Kamis (23/4/2020) kemarin.
‘’Memang saat ini fokus kita, pemerintah juga DPR pada masalah
Covid-19. Tapi menurut saya, perlu membahas ini secara terbuka seperti
dalam diskusi ini. Tujuannya agar lebih banyak lagi orang paham dan juga
masalah-masalah yang muncul dari RUU bisa diperbaiki dengan
mengedepankan kepentingan rakyat,’’ kata Rektor UAI Asep Saefuddin,
melalui siaran pers kepada media di Tangerang, Jumat (24/4/2020).
Dalam diskusi yang bertema ‘’Mengenal Omnibus Law RUU Cipta Kerja:
Urgensi, Masalah dan Keberimbangan Informasi Tentangnya’’ ini, Asep
menyatakan RUU Ciptaker digagas antara lain untuk tujuan meningkatkan
kesejahteraan pekerja, dan menghidupkan dunia usaha.
"Karena itu, dibutuhkan pemikian jernih, obyektif dan netral dalam
membahasnya," jelas Agus yang juga profesor Statistik Institut Pertanian
Bogor (IPB) itu.
Sebagai akademisi, Asep enggan melihat RUU ini dari sisi politiknya,
namun dari perspektif yang jernih. Bahwa ada yang tidak setuju, ada juga
yang sebaliknya.
"Maka sebaiknya dibahas secara detil, komprehensif hingga celah
persoalannya hilang atau minimal. Kalau dianggap ada bagian yang keliru,
diberi masukan lalu diperbaiki,’’ kata anggota Dewan Etik Perhimpunan
Survey Opini Publik Indonesia (Persepi) itu.
‘’Publik harus mengerti soal RUU Omnibus Law ini secara jelas. Karena
itu perlu ada keberimbangan informasi juga. Makanya, diskusi ini sangat
baik supaya para mahasiswa, anak muda juga lebih paham peta
masalahnya,’’ tambahnya.
Sementara itu, Agus Surono, pakar hukum yang juga Wakil Rektor UAI
mengatakan, Omnibus Law merupakan peraturan perundangan yang mengandung
lebih dari satu muatan pengaturan.
Karena itu, RUU Ciptaker sifatnya multi sektor, terdiri dari banyak
pasal, mandiri terikat atau minimum terikat dengan peraturan lain serta
menegasikan, atau mencabut sebagian dan keseluruhan peraturan lain. Di
sinilah pentingnya perhatian semua pihak.
‘’Karena ini kompleks, maka sudah pasti ada sejumlah pasal di
sejumlah aspek itu mengandung kelemahan, bisa dikatakan bermasalah. Jadi
memang harus dikritisi agar diperbaiki. Ayo kita kasih masukan, DPR
harus bahas dengan serius dan mendalam. Tidak bijak juga kalau serta
merta ditolak semua,’’ kata Agus.
Tujuan Omnibus Law RUU Ciptaker kata Guru Besar Ilmu Hukum UAI itu,
antara lain mengatasi konflik peraturan perundang-undangan secara cepat,
efektif dan efisien.
Tujuan lainnya adalah menyeragamkan kebijakan pemerintah baik di
tingkat pusat maupun di daerah, untuk menunjang iklim investasi juga
diharapkan mampu memutus rantai birokrasi yang menyulitkan pertumbuhan
usaha, termasuk usaha kecil dan menengah.
‘’Apakah kesan RUU ini tidak memihak kepada pekerja? Tidak juga
menurut saya. Karena justru membuka peluang kerja lebih besar dengan
dipermudahnya birokrasi investasi. Kalau dunia usaha berkembang,
pengangguran kan terserap,’’ tutur Agus.
Meski demikian, Agus mengakui ada pasal-pasal dalam RUU Ciptaker yang harus dikawal pembahasannya secara kritis.
Misalnya pasal-pasal yang terkait kontrak karya dan perjanjian karya
pengusahaan pertambangan batubara di Pasal 169A dan turunannya.
"Ini harus diperbaiki saya kira, karena kalau disebutkan perpanjangan
dengan perizinan berusaha, sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui
lelang dengan mempertimbangkan penambahan nilai tambah (PNT), itu bahaya
juga,’’ kata Agus.
Singkatnya, kata Agus, RUU ini perlu kajian mendalam dengan
mendengarkan suara dan masukan berbagai kalangan dan pemangku
kepentingan.
‘’Karena itulah, kami dari UAI juga Insha Allah akan menguatkan
kajian dan memberikan masukan kepada DPR. Diskusi ini juga masukan, tapi
detilnya nanti kita susun lagi dan akan disampaikan ke DPR,’’ tambah
Agus.
Untuk diketahui, tak kurang dari 100 peserta mengikuti diskusi ini
terdiri dari dosen, mahasiswa Ilkom dan Magister Hukum FH UAI, dan
kalangan umum.
0 comments:
Post a Comment