TANGERANG-Sepanjang Januari hingga Juni 2020, tercatat ada 35 kasus pelecehan
dan kekerasan seksual terhadap anak di Provinsi Banten. Setidaknya,
setiap lima hari, ada satu anak-anak gang menjadi korban. Pelaku bukan
hanya dilakukan orang dewasa, namun juga seseorang yang berusia masih
dibawah 18 tahun.
Modus dan tipu daya pun dilakukan oleh pelaku, seperti berkenalan
dengan korban di media sosial (medsos), kemudian janjian bertemu, dan
terjadilah tindakan kekerasan maupun pelecehan seksual.
“Miris, kebanyakan kasus ini pelakunya lebih dari satu orang dan
sebelum disetubuhi korban dicekoki obat terlarang dan minuman keras.
Dari jumlah kasus tersebut, pelaku tidak hanya kategori usia dewasa
namun ada juga yang kategori usia anak, yaitu usianya dibawah 18 tahun.
Dan ada kasus yang TKP nya di tempat penginapan,” kata Ketua Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) Banten, Uut Lutfi, melalui pesan singkatnya,
Jumat (24/07/2020).
Dosen di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten ini
mengharapkan semua pihak lebih peduli dengan kehidupan dan masa depan
anak-anak Indonesia. Orangtua bisa menjadi teman sekaligus guru bagi
putra putrinya.
Kemudian pemerintah dengan berbagai institusinya dan dunia usaha,
bisa mendorong kehidupan yang lebih aman dan nyaman bagi generasi
penerus bangsa itu.
“Kami pun mendorong bagi sahabat media untuk terus menyuarakan dan
menginformasikan terkait persoalan anak dengan tetap menjaga kode etik,”
jelasnya.
Menurut Uut, sangat disayangkan masih ada sekolah yang menolak atau
memindahkan siswanya yang menjadi korban pelecehan seksual dengan alasan
melanggar kode etik dan aturan disekolah tersebut. Meski saat peristiwa
itu terjadi, korban belum menjadi siswa di sekolah tersebut.Sudah saatnya dunia pendidikan harus mengedepankan prinsip-prinsip dan
tujuan perlindungan anak sebagaimana yang diatur Pasal 54 Undang-undang
(UU) Perlindungan Anak dan UU Sistem Pendidikan Nasional,”







0 comments:
Post a Comment