Ruang publik masih diramaikan dengan pemberitaan perihal jalan rusak di daerah. Setelah Lampung, jalan rusak di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jambi menyusul menyita perhatian. Jalan dengan lubang menganga lebar pada dasarnya dapat kita temui di banyak daerah. Persoalan yang tidak asing ini terjadi bukan hanya karena kurangnya anggaran pembangunan jalan, melainkan juga korupsi.
Dari Sosial Media ke Kunjungan Presiden
Berawal dari kritik warga atas buruknya kualitas jalan di Lampung yang direspon arogan oleh pejabat daerah setempat, topik “jalan rusak” viral di sosial media. Pemerintah dinilai tidak becus membangun jalan dan juga antikritik. Padahal, kritik atas jalan yang rusak parah tersebut adalah kritik berdasar. Jalan adalah fasilitas publik yang diakses warga sehari-hari. Baik dan buruknya kualitas jalan dapat dirasakan dan dilihat secara nyata oleh warga.
Kekuatan sosial media atas kasus ini membuat Presiden Jokowi beserta Menteri Pembangunan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan jajarannya turun langsung menikmati sensasi berkendara di jalan rusak. Tidak hanya menyidak jalan rusak di Lampung, rombongan Presiden juga melakukan aksi serupa di jalan rusak yang menjadi keluhan warga di Sumatera Utara dan Jambi. Warga di daerah lain pun beramai-ramai mengeluhkan kondisi jalan yang tak jauh beda di daerahnya.
Langkah Presiden Jokowi banyak diapresiasi. Terlebih, presiden menjanjikan perbaikan jalan dari anggaran pemerintah pusat. Solusi tersebut dinilai solusi konkret menjawab persoalan. Namun, komitmen dan alokasi anggaran saja tidak cukup. Bak ada gula ada semut, pembangunan berada di bawah ancaman korupsi. Transparansi dan pengawasan pembangunan mulai dari tahap perencanaan menjadi satu hal yang penting.
Anggaran Besar, Korupsi Besar
Pemerintah pusat dan daerah mengalokasikan anggaran pembangunan jalan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Sebagaimana disebutkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemerintah pusat menganggarkan Rp 203,5 triliun untuk pembangunan jalan daerah dan nasional dalam APBN 2023. Pembangunan terbesar dilakukan di Pulau Sumatera, yaitu mencapai Rp 71,5 triliun atau 35% dari anggaran pembangunan jalan. Anggaran itu untuk membangun jalan tol maupun non-tol dan mencakup biaya pembebasan lahan hingga pembangunan jalan dan jembatan.
Alokasi anggaran besar untuk pembangunan jalan bukan hanya terjadi pada tahun ini. Tahun-tahun sebelumnya, pemerintah pusat juga mengalokasikan anggaran puluhan miliar dari APBN. Demikian pula pemerintah daerah dalam APBD. Proyek pembangunan jalan tidak pernah absen dari agenda pembangunan nasional-daerah. Pemerintah Provinsi Lampung, misalnya, mengalokasikan lebih dari Rp 650 miliar untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan. Masalahnya, pembangunan jalan tidak lepas dari persoalan korupsi.
Inventarisir Indonesia Corruption Watch (ICW) atas penindakan kasus korupsi setiap tahunnya menemukan masih tingginya jumlah kasus dan kerugian negara akibat korupsi Pengadaan Barang/ Jasa (PBJ), khususnya pembangunan infrastruktur. Sebanyak 250 dari 579 (43%) kasus korupsi yang ditindak aparat penegak hukum sepanjang 2022 berkaitan dengan PBJ, dimana. 58% diantaranya merupakan PBJ infrastruktur, termasuk pembangunan jalan dan jembatan. Korupsi infrastruktur diyakini lebih tinggi di lapangan dibanding angka penindakan yang dilakukan penegak hukum.
Salah satu kasus korupsi jalan dengan nilai kerugian negara tertinggi terjadi di Lampung Selatan. Pada 2022 lalu, Kepolisian Daerah Lampung menyidik kasus korupsi pengadaan Jalan Ir. Sutami Ruas Tanjung Bintang-Sribhawono tahun anggaran 2018-2019. Dari nilai kontrak Rp 143 miliar, kerugian negara disebut melebihi Rp 29 miliar. Kasus ini sekaligus menunjukkan kondisi kronik korupsi infrastruktur karena kerugian negara mencapai 20,3% dari nilai kontrak.
Korupsi dalam pembangunan berdampak signifikan pada kualitas pembangunan. Sudah banyak contoh kasus di mana ada pembangunan mangkrak dan pembangunan berkualitas rendah akibat korupsi. Adapula pembangunan fiktif atau pembangunan yang ada anggaran dan pelaporannya, namun tak terlihat wujud hasilnya. Korupsi pembangunan juga berdampak pada kesejahteraan dan keselamatan warga. Bangunan sekolah yang tidak kokoh akan beresiko roboh dan membahayakan warga sekolah. Jalan yang dipenuhi lubang lebar akan sangat membahayakan pengendara.
Awasi Pembangunan Infrastruktur
Korupsi patut dilihat sebagai benalu pembangunan. Agenda pemerintah untuk pembangunan dan agenda pencegahan serta pengawasan korupsi semestinya berjalan satu paket. Jika pencegahan korupsi lemah, pembangunan akan tidak optimal. Penguatan agenda anti korupsi bukan untuk menjegal atau menghambat pembangunan, melainkan untuk menjaga pembangunan.
Selain dari sisi pemerintah, upaya menjaga pembangunan dari korupsi perlu menjadi perhatian publik. Semangat mengkritisi hasil PBJ dan menelusuri proses PBJ perlu dilakukan terus menerus. Informasi PBJ dapat diakses di situs pemerintah, seperti Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) dan Layanan Pengadaan Secara Elektrinik (LPSE). ICW juga mengembangkan platform yang mempublikasi informasi PBJ dengan disertai analisis resiko korupsi, Opentender.net. Beragam situs ini dapat publik manfaatkan untuk mengawasi PBJ. Dengan begitu, ruang sempit untuk pemerintah dan penyedia PBJ melakukan korupsi akan menyempit seiring dengan menguatkan gerakan publik mengawal pembangunan.
Penulis: Almas Sjafrina
0 comments:
Post a Comment