CILEGON, (KB).-Pembayaran iuran premi (kepesertaan) Badan penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan di Kota Cilegon diduga bermasalah. Sebab,
terjadi data ganda Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sumber Kabar Banten
menuturkan, masalah tersebut diketahui berdasarkan hasil audit Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Banten. Hasil audit BPK mendapati
kurang lebih tiga ribu jiwa masyarakat Cilegon terdata ganda. Mereka
diketahui terdata sebagai peserta PBI APBN (Penerima Bantuan Iuran
Anggaran Pendapatan Belanja Negara), namun mereka pun terdata pada PBI
APBD (Penerima Bantuan Iuran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
Menurut sumber tersebut, BPK pun mencatatkan adanya kerugian negara
akibat data ganda tersebut. Dimana terjadi kelebihan pembayaran iuran
premi (kepesertaan) BPJS dari anggaran PBI APBD oleh Dinas Kesehatan
(Dinkes) Kota Cilegon sebesar Rp 1,9 miliar. Penyebab data ganda versi
BPK, akibat tidak dilakukannya updating data kepesertaan secara rutin
antara Dinkes Kota Cilegon, Dinsos Kota Cilegon, dan BPJS Cabang Serang.
Karena itulah BPK mengeluarkan sejumlah rekomendasi, di antaranya
meminta Dinsos Cilegon melakukan updating data kepesertaan PBI APBD
secara periodik. Dinsos diminta mengupdate bersama Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil (DKCS) Cilegon dan BPJS Cabang Utama Serang. Ini guna
memastikan tidak terdapat data ganda pada kepesertaan PBI APBD.
Tanpa NIK
Namun sejumlah pihak menyatakan, sumber utama penyebab terjadinya
data ganda bukan pada persoalan updating. Melainkan akibat data
kepesertaan PBI APBN dari BPJS Pusat, dilampirkan tanpa Nomor Induk
Kependudukan (NIK). Kepala BPJS Kesehatan Kota Cilegon, Aang Muhammad
Muchyi mengatakan, adanya data PBI APBN tanpa NIK akibat hijrahnya para
peserta Jamkesnas ke program BPJS Kesehatan. Dimana data Jamkesnas
sendiri berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2011, data ini tidak
dilengkapi NIK. "Dulu pelayanan kesehatan Jamkesnas kan dikelola oleh
Kemenkes, dimana kepesertaannya oleh PT Askes (Asuransi Kesehatan).
Data-data ini belum online ke dinas kependudukan, makanya tidak
ber-NIK," ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (27/2/2017).
Disaat yang sama, pemerintah daerah menjalankan program Jamkesda untuk
membantu warga miskin yang tidak mendapatkan pelayanan Jamkesnas.
Berbeda dengan Jamkesnas, data Jamkesda sudah berdasarkan NIK. Kemudian
pada 2014, pemerintah pusat meluncurkan program BPJS Kesehatan dengan
data berasal dari Jamkesnas. Lagi-lagi, program bantuan kesehatan milik
pemerintah pusat ini tidak mencover semua masyarakat miskin di Cilegon.
"Ada 84 ribu jiwa yang mendapatkan pelayanan BPJS Kesehatan di Cilegon.
Tapi ternyata masih ada 14 ribu jiwa yang tidak tercover PBI APBN,"
tutur Aang. Karena itulah, Pemkot Cilegon bersedia membayar iuran premi
untuk 14 ribu jiwa tersebut. Dimana per bulan pemkot menyetor iuran Rp
320 juta kepada BPJS Kesehatan Cilegon. Namun lagi-lagi muncul masalah
lain. Nyatanya, 3.000 jiwa peserta PBI APBD telah terdaftar pada PBI
APBN. "Sistem aplikasi kepesertaan kami tidak bisa mendeteksi itu.
Karena data pada PBI APBN tidak ber-NIK. Barulah ketika BPKP (Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Banten melakukan audit pada 2016
lalu, terdeteksi ada data ganda. Nah ini sedang ditindaklanjuti BPK,"
kata Aang.
Kesepakatan
Terkait hal itu, pihaknya telah melakukan sejumlah kesepakatan dengan
Pemkot Cilegon. Di antaranya pemkot tidak membayarkan premi selama enam
bulan, sehingga kelebihan pembayaran dapat terlunasi. "Kelebihan
pembayaran kan Rp 1,9 miliar, iuran premi Pemkot Cilegon per bulan Rp
320.000. Jadi hitung-hitungannya, Pemkot tidak perlu bayar premi
sebanyak kelebihan pembayaran. Itu mulai Maret," ucap Aang. Sementara
itu Kepala Dinkes Cilegon Arriadna membenarkan hal tersebut. Selain
akibat data PBI APBN tanpa NIK, ada sejumlah masalah teknis lain yang
menyebabkan data ganda terjadi. "Ada pula masyarakat miskin terdaftar
pada PBI APBN, namun belum menerima kartu BPJS. Karena tidak tahu, orang
itu mendaftar sebagai peserta PBI APBD. Setelah diverifikasi oleh
Dinsos Cilegon dan lulus, kami rekomendasikan orang tersebut sebagai
peserta PBI APBD ke BPJS Kesehatan Cilegon. Oleh BPJS orang ini tidak
terdeteksi sebagai peserta PBI APBN, karena ada dari pusat tidak
berdasarkan NIK," ujar Arriadna. Arriadna telah memprediksi munculnya
kasus data ganda sejak lama. Ini menyikapi data PBI APBN diambil dari
data BPS. "Melihat penyebab utama ini, saya yakin data ganda tidak hanya
di Cilegon. Tapi di seluruh pemerintah daerah yang telah bekerja sama
dengan BPJS," tutur Arriadna. (
0 comments:
Post a Comment