Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Agustus
2016, terdapat 361 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Jika mau
jujur, jumlah pemimpin yang sebenarnya melakukan penyalahgunaan
wewenang tentu lebih banyak lagi. Metode untuk menghindarkan diri dari
pantauan aparat hukum pun semakin canggih sehingga mereka semakin sulit
dideteksi. Rakyat merasa banyak pemimpin mamanfaatkan jabatannya untuk
kepentingan pribadi, tetapi susah melakukan pembuktian secara formal.
Seperti kentut yang tidak berbunyi, kita mencium baunya, kita bisa
menginga-ngira siapa yang kentut, tetapi kita tidak berani
menyampaikannya secara terbuka, salah-salah kena damprat. Kita hanya
bisa menahan kedongkolan dalam hati.
Harapan
bahwa pemilihan langsung yang memberi hak rakyat untuk memilih
pemimpinnya mampu menghasilkan pemimpin yang baik ternyata masih jauh
panggang dari api. Kita berandai-andai pilkada langsung menghasilkan
kompetisi dari orang-orang terbaik. Tapi ternyata, sistem politik ini
hanya memberi kesempatan pada mereka yang memiliki uang saja yang bisa
mengikuti kompetisi dalam pilkada. Orang-orang jujur, berintegritas, dan
kompeten, tetapi tidak memiliki uang dari awal sudah tersingkir dari
gelanggang.
Dahulu, pemilihan kepala daerah
dilakukan hanya oleh DPRD. Dalam banyak kasus, suara yang muncul tidak
mencerminkan suara rakyat. Penentuan pemimpin daerah terpilih lebih
didasarkan pada lobi-lobi di antara anggota DPRD. Akhirnya sistem
pemilihan diubah menjadi pemilihan langsung, satu orang satu suara
dengan harapan suara rakyat lebih tercermin. Namun, pemilihan langsung
ini juga memiliki kelemahan karena mensyaratkan ongkos politik yang
sangat besar untuk biaya kampanye. Formula yang baik adalah pengurangan
biaya politik dengan transparansi pemilihan. Pilkada serentak ini
merupakan salah satu upaya untuk mengurangi biaya politik.
Pilkada
yang berlangsung pada 15 Februari 2017 ini belum akan banyak berubah.
Aturan permainan masih menggunakan pola-pola lama dan tentu yang bermain
adalah pemain lama pula yang bertengger sebagai calon-calon yang akan
dipilih. Namun, rakyat bagaimanapun juga harus memilih. Karena itu,
silakan pilih yang terbaik dari yang ada, sembari dilakukan upaya-upaya
perbaikan dari berbagai aspek lainnya.
Rakyat
sudah bosan dengan janji-janji yang disampaikan oleh para politisi.
Janji yang berbusa-busa dan mulut manis saat bertemu warga pada masa
kampanye ternyata berubah setelah terpilih. Janji tidak ditunaikan dan
pemimpin susah ditemui. Akhirnya, sebagian pemilih bersikap pragmatis.
Ambil uangnya daripada sama sekali tidak dapat apa-apa. Selesai
perkara.
Kita harus belajar dari masa lalu
bahwa memilih pemimpin karena mereka memberikan bingkisan, uang
transportasi menuju TPS dan segala jenis politik uang lainnya yang
ujung-ujungnya adalah pengeluaran uang yang besar oleh calon cenderung
menghasilkan pemimpin yang korup. Mereka nantinya akan mengambil balik
uang yang sudah diberikan kepada rakyat sekaligus imbal hasilnya.
Akhirnya, pembangunan tidak berjalan dengan baik, jalanan rusak, layanan
publik buruk, suap untuk memudahkan berbagai urusan, dan ragam-macam
bentuk korupsi lainnya.
Tentu masing-masing
kandidat memiliki nilai lebih dan kurang. Lalu, atas dasar prioritas apa
kita memilih calon. Integritas dan kapasitasnya dalam memimpin adalah
kriteria utama. Ibarat memilih sopir, kita mencari orang yang dapat
dipercaya dan bisa menjalankan kendaraan dengan baik. Jika sopir kita
kurang amanah, bisa-bisa mobilnya dilarikan, minimal melakukan korupsi
kecil-kecilan seperti menilep uang bensin atau uang untuk reparasi
kendaraan. Jika sopirnya tidak kompeten, bisa-bisa kendaraan mengalami
kecelakaan. Soal lain, seperti wajah tampan dan identitas-identitas
lainnya sifatnya bonus.
Memilih dengan
pertimbangan-pertimbangan yang rasional akan membantu kita memilih
pemimpin yang buruk. Kita bisa melihat rekam jejak para calon pemimpin
dan program prioritas sehingga bisa bisa mengantisipasi kemungkinan yang
akan terjadi. Kampanye yang dikemas secara bagus oleh konsultan
pencitraan bisa menjebak kita memilih pemimpin-pemimpin kacangan yang
tidak berkualitas. Kitalah yang harus berani mengangkat dan memberi
kesempatan kepada mereka yang paling baik, demi kesejahteraan negeri
ini.
Yang dipilih oleh rakyat pada Rabu, 15
Februari akan menentukan nasib baik-buruknya masing-masing daerah
pemilihan selama lima tahun mendatang. Karena itu, mari kita gunakan
kesempatan untuk memilih tersebut dengan sebaik-baiknya, jangan sampai
kita terus terjebak pada persoalan yang sama.
0 comments:
Post a Comment