![]() |
Kebijakan Perkotaan - Sekitar 40% Wilayah Jakarta Berada di Bawah Permukaan Laut
JAKARTA - Kota Jakarta terancam tenggelam lebih cepat. Selain karena
faktor alam, seperti perubahan iklim yang mengakibatkan naiknya
permukaan Laut Jawa, tenggelamnya Ibu Kota RI itu juga disebabkan oleh
faktor manusia.
Penyedotan air tanah secara masif, pembangunan yang mengabaikan
ketersediaan ruang terbuka hijau, perawatan saluran air yang buruk, dan
pengelolaan kota yang sembrono merupakan penyebab Jakarta bakal
tenggelam lebih cepat akibat ulah manusia. Manajer Kampanye Pesisir,
Laut dan Pulau-Pulau Kecil, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi),
Oni Mahardika, mengemukakan setelah diperkirakan bakal tenggelam secara
perlahan, ancaman Jakarta bakal tenggelam lebih cepat merupakan
peringatan yang sangat masuk akal.
“Sebab data menunjukkan bahwa penurunan permukaan air tanah dari
tahun ke tahun menjadi lebih cepat dari kota besar lain di seluruh
dunia, sehingga 40 persen wilayah Jakarta sekarang berada di bawah
permukaan laut,” papar dia, ketika dihubungi, Jumat (22/12). Menurut
dia, daya dukung dan daya tampung beban di Jakarta sudah sangat tidak
mencukupi akibat kerusakan yang dibuat oleh penduduk Jakarta yang sangat
masif dan sistematis.
Sebelumnya, laman The New York Times, Kamis (21/12), juga
memperingatkan kemungkinan Jakarta tenggelam lebih cepat. Penyebab
utamanya adalah banyak warga menggali sumur tanpa kendali untuk
kebutuhan sehari-hari, akuifer atau lapisan bawah tanah yang mengandung
air dan dapat mengalirkan air menjadi kering.
Kondisi itu seperti bantal raksasa di bawah tanah yang kempis.
Akibatnya, sekitar 40 persen wilayah Jakarta sekarang berada di bawah
permukaan laut. Bahkan, daerah pesisir seperti Muara Baru telah
tenggelam sedalam 14 kaki dalam beberapa tahun terakhir. Dengan kondisi
seperti itu, upaya meningkatkan infrastruktur, seperti membangun tanggul
untuk menahan arus sungai atau kanal untuk menahan air Laut Jawa naik
akan sia-sia.
Jakarta diperkirakan akan menjadi kota yang tenggelam paling cepat.
Itu karena selama puluhan tahun, Jakarta mengalami pertumbuhan yang
sembrono dan kepemimpinan yang lalai. Akibatnya, krisis telah mengantre
di Jakarta seperti efek domino.
Konsesi Pemerintah
Oni menambahkan, pengembang di Jakarta dan pihak lain secara ilegal
menggali sumur yang jumlahnya sudah tidak terhitung lagi karena air
dialirkan melalui pipa kepada kurang dari separo populasi, yang menurut
laporan dikenakan biaya mahal oleh swasta yang diberi konsensi
pemerintah. “Akuifer tak bisa diisi air lagi.
Meski hujan lebat, air sulit lagi merembes ke dalam tanah karena 97
persen wilayah Jakarta telah tertutup beton dan aspal. Ruang terbuka
sebagai resapan air telah tertutup aspal. Pantai mangrove yang berfungsi
menahan gelombang dan banjir telah berubah menjadi kawasan apartemen,”
ungkap dia.
Peneliti iklim, Irvan Pulungan, juga mengkhawatirkan kemungkinan
naiknya suhu beberapa derajat Fahrenheit dan naiknya level air laut
sekitar tiga kaki di kawasan Jakarta pada abad mendatang. “Hal itu saja
sudah memunculkan potensi bencana di kota metropolis yang padat penduduk
ini,” tukas dia.
Menurut Oni, agar Jakarta tidak tenggelam, penggalian sumur harus
dihentikan. Ini berarti Jakarta harus menyediakan air bersih beserta
jaringan pipa air yang terintegrasi dengan baik. Kalangan pencinta
lingkungan juga menekankan jika Jakarta tidak terlebih dahulu
membersihkan sungai dan kanal, tanggul akan mengubah Teluk Jakarta yang
tertutup menjadi tempat pembuangan limbah terbesar di dunia.
0 comments:
Post a Comment