KEPEMPINAN adalah salah satu aspek yang dianggap
sangat penting dalam Islam. Hal ini bisa dilihat dari begitu banyaknya
ayat dan hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam yang
membahas tentang ini. Hal ini bisa dimengerti. Karena pemimpin merupakan
salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan
suatu masyarakat.
Dalam agama Islam, semua persoalan yang menyangkut kehidupan ummat
manusia telah ada aturannya yang sangat jelas dan detail. Sebagai contoh
adalah aturan (syariat) tentang bagaimana tata cara bersuci (istinja’) dari najis saat buang air besar/kecil dan bersuci dari hadats (kentut, mandi junub). Demikian juga tata krama (‘adab) saat bersin, makan, minum, tidur, buang air dan seterusnya.
Padahal ini menyangkut hal yang dampaknya bersifat sangat individual.
Karena itu sangat logis jika dalam persoalan yang lebih besar dan luas
dampaknya, Islam juga sangat peduli. Contohnya soal kepemimpinan ini.
Hal ini karena aspek kepemimpinan ini luar biasa sangat besar dampaknya
bagi kehidupan seluruh rakyat (ummat) di suatu negeri.
Hadits Nabi berikut ini sebagai salah satu bukti begitu seriusnya Islam memandang persoalan kepemimpinan ini. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Hadits ini secara jelas memberikan gambaran betapa Islam sangat
memandang penting persoalan memilih pemimpin. Hadits ini memperlihatkan
bagaimana dalam sebuah kelompok Muslim yang sangat sedikit (kecil) pun,
Nabi memerintahkan seorang Muslim agar memilih dan mengangkat salah
seorang di antara mereka sebagai pemimpin.
Kisah pembaiatan Abu Bakar di Saqifah Bani Saidah sesaat pasca
wafatnya Rasulullah adalah bukti lain betapa pentingnya arti
kepemimpinan ini dalam Islam. Saat jasad Nabi yang belum lagi
dimakamkan, para sahabat lebih mendahulukan memilih khalifah pengganti
Nabi daripada menyelenggarakan jenazah beliau yang agung dan mulia.
Salah satu bagian dari topik kepemimpinan yang banyak dibahas dalam
al-Quran adalah soal memilih non Muslim bagi kaum Muslimin. Al-Quran
telah memberikan begitu banyak tuntunan dan petunjuk bagi kaum Muslimin
agar tepat dalam memilih figur seorang pemimpin. Al-Quran dengan sangat
benderang saat menjelaskan larangan memilih pemimpin non Muslim ini.
Tidak cukup dengan kalimat bernada anjuran, ayat-ayat yang
menjelaskan soal ini bahkan disampaikan dengan bahasa perintah dan
larangan yang sangat tegas. Tidak hanya sampai di sana, beberapa ayat
bahkan disertai dengan ancaman yang sangat serius bagi yang
melanggarnya.
Kesepakatan para ulama salaf dalam memahami ayat-ayat tersebut juga
menunjukkan bahwa ayat-ayat tentang larangan memilih pemimpin non Muslim
bagi kaum Muslimin telah menunjukkan derajat mutawattir (disepakati), sehingga tidak muncul perbedaan pendapat (khilafiyah)
di kalangan mereka. Jikapun ada beberapa pendapat yang berbeda yang
membolehkan memilih pemimpin non Muslim, itu umumnya difatwakan oleh
generasi muta’akhirin saat ini, bukan dari kalangan ulama
salaf. Karena itu, pemahaman demikian biasanya hanya dipandang
sebagai pemahaman yang nyeleneh (syadz) di kalangan para ulama ahli fiqh, bahkan batil.
Fakta-fakta ini sekali lagi, memperlihatkan bahwa persoalan memilih
pemimpin itu merupakan salah satu persoalan yang dipandang sangat
penting dalam pandangan Islam. Karena memilih pemimpin itu tidak hanya
mencakup dimensi duniawi, lebih dari itu juga memiliki dimensi akidah (ukhrowi).
Karenanya, tidak selayaknya seorang Muslim masih menggunakan dasar dan
acuan lain selain yang telah jelas dan tegas disebutkan dalam kitab
sucinya al-Quran, jika mereka benar-benar mengaku orang yang beriman.
Definisi Pemimpin
Banyak definisi pemimpin yang sering dipakai di dalam kehidupan
sehari-hari. Jika merujuk pada ayat-ayat yang berbicara tentang larangan
memilih pemimpin kafir/non Muslim, kata pemimpin yang digunakan dalam
ayat-ayat tersebut merujuk pada pengertian seseorang yang memegang dan
menguasai suatu wilayah kaum Muslimin. Dengan kata lain pemimpin yang
dimaksud di sini bermakna pemimpin yang kekuasaannya bersifat
kewilayahan dan memiliki wewenang penuh atas wilayah kaum Muslimin
secara penuh.
Bisa juga jika dijabarkan lebih jauh, maka definisi pemimpin di sini
dapat juga bermakna seseorang yang memiliki kewengan yang sangat besar
dalam menentukan arah dan kebijakan strategis yang berdampak sangat
besar bagi kehidupan kaum Muslimin di suatu wilayah tertentu. Karena
itu, wilayah-wilayah yang dikuasai oleh mayoritas non Muslim tidak masuk
dalam pengertian/definisi ini. Selain itu, sifat kewilayahan ini juga
bermakna bahwa boleh memilih non Muslim dalam aspek-aspek yang tidak
menguasai wilayah kaum Muslimin atau tidak menguasai dan menyangkut
urusan yang sangat besar dampaknya dan strategis bagi ummat Islam.
Dalil-dalil al-Quran
Berikut ini ayat- ayat al-Quran yang menunjukkan dengan
jelas larangan memilih pemimpin non Muslim bagi wilayah yang mayoritas
penduduknya Muslim. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman yang artinya:
Pertama;
لاَّ يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُوْنِ
الْمُؤْمِنِينَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللّهِ فِي شَيْءٍ
إِلاَّ أَن تَتَّقُواْ مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللّهُ نَفْسَهُ
وَإِلَى اللّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir
menjadi WALI (waly) pemimpin, teman setia, pelindung) dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara
diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan
kamu terhadap diri (siksa)-Nya, dan hanya kepada Allah kamu kembali.” (QS: Ali Imron [3]: 28)
Kedua;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْكَافِرِينَ
أَوْلِيَاء مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَن تَجْعَلُواْ لِلّهِ
عَلَيْكُمْ سُلْطَاناً مُّبِيناً
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang kafir menjadi WALI (pemimpin) dengan meninggalkan
orang-orang mukmin. Apakah kami ingin mengadakan alasan yang nyata bagi
Allah (untuk menyiksamu)?” (QS: An Nisa’ [4]: 144)
Ketiga;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الَّذِينَ
اتَّخَذُواْ دِينَكُمْ هُزُواً وَلَعِباً مِّنَ الَّذِينَ أُوتُواْ
الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ
إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan,
(yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan
orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik) sebagai WALI (pemimpinmu).
Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang
beriman.” (QS: Al-Ma’aidah [5]: 57)
Keempat;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ آبَاءكُمْ
وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاء إَنِ اسْتَحَبُّواْ الْكُفْرَ عَلَى الإِيمَانِ
وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan
saudara- saudaramu menjadi WALI (pemimpin/pelindung) jika
mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan siapa di
antara kamu yang menjadikan mereka WALI, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim.” (QS: At-Taubah [9]: 23)
Lima;
لَا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ
أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلَئِكَ
كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ
وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُوْلَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ
أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan rasul-Nya, sekali pun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak
atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang
yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang daripada- nya. dan dimasukan-nya mereka
ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas
terhadap (limpahan rahmat)-nya. mereka itulah golongan allah.
ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung.” (QS: Al Mujaadalah [58] : 22)
Enam;
بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَاباً أَلِيماً
الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ العِزَّةَ
لِلّهِ جَمِيعاً
“Kabarkanlah kepada orang-orang MUNAFIQ bahwa mereka akan
mendapat siksaan yang pedih. (Yaitu) orang-orang yang mengambil
orang-orang kafir menjadi WALI (pemimpin/teman penolong) dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi
orang kafir itu ? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (QS: An-Nisa’ [4]: 138-139)
Masih ada beberapa ayat dalam al-Quran yang menegaskan larangan
memilih non Muslim (kafir) sebagai bagi kaum Muslimin yang juga
menggunakan pilihan kata WALI sebagaimana ayat di atas. Di antara
ayat-ayat tersebut adalah : QS. Al Maidah: 51, QS Al-Maidah: 80-81, QS
Al-Mumtahanah: 1 dsb.
Dari beberapa ayat di atas, Allah Subhanahu Wata’ala
menggunakan pilihan kata pemimpin dengan kata WALI. Padahal ada begitu
banyak padanan kata pemimpin dalam bahasa arab selain kata wali.
Misalnya kata Aamir, Raa’in, Haakim, Qowwam, Sayyid dsb. Mengapa Allah gunakan pilihan kata pemimpin dalam tersebut dengan kata WALI?
Jawabnya adalah karena barangkali secara bahasa, kata Waliy (WALI) ini memiliki akar kata yang sama dengan kata wilaayatan (wilayah/daerah). Karena itu, penggunakan kata waliy
dalam berbagai ayat di atas mengindikasikan bahwa definisi pemimpin
yang dimaksud ayat-ayat di atas adalah pemimpin yang bersifat
kewilayahan. Dengan kata lain, non Muslim yang dilarang umat Islam
memilihnya menjadi pemimpin adalah pemimpin yang menguasai suatu wilayah
milik kaum Muslimin.
0 comments:
Post a Comment