JAKARTA – Hampir semua partai politik tidak berkenan melaporkan
secara transparan sumber keuangan dan pembelanjaan parpol. Padahal
transparansi keuangan itu merupakan salah satu rekomendasi yang
disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk pencegahan korupsi partai politik.
“Terus terang hampir semua partai politik tidak berkenan untuk
membuat transparan keuangan partai politik,” kata Komisioner KPK, Laode
Muhammad Syarif, saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR
di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11). Salah satu agenda
yang dibahas adalah soal program pencegahan korupsi.
Selain soal transparan keuangan parpol, KPK dan LIPI juga
merekomendasikan parpol agar membuka proses kaderisasi. Laode
mendapatkan banyak keluhan terkait mahalnya biaya untuk masuk ke dalam
partai politik. Masalah ini membuat banyak kader yang pindah-pindah
partai. “Banyak kader yang merasa tidak bisa sampai ke atas karena enggak punya
modal. Oleh karena itu, kita usulkan juga agar proses kaderisasi di
partai politik itu berdasarkan merit sistem,” ungkap dia.
Rekomendasi ketiga terkait penegakan etika di partai politik. Bila
masalah transparansi keuangan, kaderisasi, hingga etik ini sudah
terselesaikan, pemerintah pun bisa menambah sumbangan terhadap
pengelolaan partai politik.
KPK meminta ketiga isu atau rekomendasi ini menjadi syarat untuk
memperoleh dana parpol dari pemerintah. KPK dan LIPI mengusulkan agar
dana parpol dinaikkan dari 1.000 rupiah per surat suara menjadi 10 ribu
rupiah. Namun, kenaikan itu dilakukan secara bertahap selama 10 tahun.
“Jadi kalau semuanya itu sudah baik, kita berharap bahwa pemerintah itu
bisa menambah sumbangan pemerintah terhadap pengelolaan partai politik.
Tapi terus terang, belum ada satu partai politik yang memenuhi ketiga
syarat,” jelasnya.







0 comments:
Post a Comment