Tahun
2020, Indonesia menemui berlembar
bab baru yang arah ceritanya sangat membingungkan. Kalau biasanya permulaan
kisah diawali dengan pendahuluan yang masih bahagia, entah mengapa kasusnya
berbeda dengan negeri ini. Sebab sudah sedari awal, cerita dibuka dengan banjir
yang mengguyur daerah-daerah yang rawan. Dilanjutkan dengan rentetan polemik
kritis lainnya, dengan yang paling parah adalah pandemi covid-19. Virus yang
disebut-sebut menjadi ancaman terbesar umat manusia setelah SARS dan flu.
Kehadiran covid-19 atau corona sendiri
ibarat efek domino. Corona yang idealnya hanya menyerang kesehatan manusia,
secara berangsur-angsur menjatuhkan sektor lainnya, seperti ekonomi, politik,
ketahanan, dan lain sebagainya. Hingga titik ekstremnya, corona bisa saja
melumpuhkan total sebuah negara. Itu pun terjadi jika negara tersebut belum
memiliki kapasitas ekonomi yang mumpuni dan kepiawaian politik yang baik.
Bagaimana dengan Indonesia? Negara ini
termasuk segelintir yang ketakutan dengan marabahaya corona. Jika di antaramu
ada yang berani menginjakkan kaki ke luar rumah, cobalah tengok. Alam terlampau
sunyi, bahkan klakson mobil yang biasa menemani hari seolah lenyap begitu saja.
Makhluk sosial bernama manusia yang biasanya memenuhi jalan dengan kelantangannya,
kini hanya terhitung setengah atau malahan seperempatnya. Akibatnya, mereka
“dikarantina” di dalam rumahnya sendiri dan diliburkan dari pekerjaannya.
Implikasinya,
sektor industri, perhotelan, dan restoran dengan pendapatan yang bergantung
dengan jumlah pengunjung, terancam roboh. Berbagai perusahaan yang diuntungkan
dari banyaknya pembeli, akan dihadapkan dengan beribu konsumen yang memilih
untuk menimbun barang beliannya. Listrik perusahaan yang surplus, akan semakin
surplus sehingga terbuang percuma. Baik perusahaan dan penyedia listrik,
sama-sama dirugikan dengan pengeluaran yang terus membengkak.
Otomatis dalam jangka panjang, perusahaan akan
merugi sangat banyak. Pandemi corona yang didesas-desuskan bakal menjumpai
epilognya di akhir tahun, tentu memperparah siklus ekonomi perusahaan. Ihwal
ini berakselerasi cepat sekali, dari sebuah wabah corona menjadi “pembuka hari
kiamat”.
Lantas pertanyaannya, apakah
benar-benar tidak ada solusi dalam keterpurukan ini? Apakah bencana corona
menjadi akhir dari segala-galanya bagi umat manusia, terkhususnya Indonesia?
Mari mengheningkan cipta sejenak.
Memejamkan mata yang terlampau lelah meratapi nasib. Dan menyantaikan sekujur
tubuh yang terlalu tegang lantaran merespon kenyataan. Kemudian memulai
algoritma berpikir dengan mendentingkan “setelah kesulitan ada kebaikan”.
Terutama dalam sektor ketenagalistrikan, percayalah ada jalan terbaik untuk
mewujudkan megaproyek 35.000 MW di tengah badainya angin.
Kendati telah berulang diucapkan,
bahwa banyak investor hendak menarik investasinya dari pasar karena corona.
Kita bisa mengamini satu bentuk investasi yang sekiranya cocok dengan kondisi
dunia sekarang. Investasi tersebut tak lain adalah investasi asing langsung
atau Foreign Direct Investment (FDI).
FDI sendiri menyimpan beberapa aset yang masuk dalam
negeri, yaitu modal, tenaga kerja, teknologi, keahlian, dan barang. Inilah yang
menyebabkan likuiditas FDI yang sulit cair dan susah dikirim balik ke negara
asal. Sehingga FDI bisa menjadi salah satu peluang untuk meningkatkan investasi
ketenagalistrikan di kala corona menyerang. Investasi ini bisa dialokasikan
untuk pembangkit listrik, sekaligus menambah transmisi dan distribusi listrik.
Pasokan listrik, dikabarkan jumlahnya sangat
berlebih dan menganggur. Sebab, pertumbuhan konsumsi listrik 4%, berbeda jauh
dengan asumsi pertumbuhan konsumsi listrik 6,5%. Pasokan listrik PLN yang
berlebih, bisa didistribusikan ke industri yang notabenenya memerlukan listrik
sangat banyak. Alhasil, industri pun bisa menghemat ongkos perusahaan.
Selain itu, revisi regulasi omnibus law turut
membawa angin segar untuk ketenagalistrikan tanah air. Sebab, reformulasi
sejumlah perundang-undangan, mempermudah peningkatan investasi. Investor yang
selama ini menarik diri dari ketidakpastian pasar listrik Indonesia, akan mulai
menyuntikkan dananya untuk membantu pertumbuhan ketenagalistrikan nasional.
Telah jelas terlihat bahwa terdapat berbagai ragam
sinyal positif ketenagalistrikan yang tidak mustahil
dicapai. Covid-19 membawa berkah mujarab untuk restorasi ketenagalistrikan,
dengan caranya sendiri. Tinggal bagaimana kita mengubah sudut pandang dan
mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Nama: Habibah Auni
Instansi: Mahasiswa S1 Program Studi Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada
Atribusi: Kepala Departemen Pendidikan Perhimpunan Mahasiswa Cendekia; Penulis 64 Opini Media Massa; Penulis Buku "Menyelami Jejak Warta Nusantara"
Alamat: Pogung Kidul no.15 A, Sleman, Yogyakarta
Domisili asal: Tangerang Selatan, Banten
Nomor Handphone: 082223248310
Akun media sosial: habibah_auni (Instagram), @carbink98 (Line)
Nomor Handphone: 082223248310
Akun media sosial: habibah_auni (Instagram), @carbink98 (Line)
0 comments:
Post a Comment