CILEGON – Menteri Dalam Negeri (Mendagri)
Tito Karnavian mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang Penegasan dan
Penjelasan Terkait Pelaksanaan Pilkada Serentak tahun 2020 dengan Nomor 273/487/SJ, tertanggal 21 Januari 2020 yang ditujukan untuk Gubernur, Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.
Menurut Plt Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri
Bahtiar, edaran tersebut dikeluarkan dalam rangka menyukseskan
pelaksanaan pilkada serentak Tahun 2020, sesuai ketentuan Undang Undang
nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
Undang nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang Undang, maka perlu penegasan dan penjelasan
terkait pelaksanaan pilkada serentak 2020.
“Pak Mendagri telah mengeluarkan Surat Edaran yang
menegaskan penjelasan untuk menyukseskan Pilkada Serentak Tahun 2020,
dari mulai dukungan Pemda, penggantian pejabat oleh Kepala Daerah yang
melaksanakan Pilkada, pengisian kekosongan jabatan kepala daerah, sampai
pada dukungan PNS pada Sekretariat KPU maupun Bawaslu,” kata Bahtiar
dalam rilisnya Puspen Kemendagr Selasa (11/2/2020).
Bahtiar juga mengatakan, SE dikeluarkan sebagai upaya
pencegahan dini untuk mengantisipasi potensi terjadinya pelanggaran oleh
kepala daerah, pejabat negara maupun pejabat daerah dalam
kewenangannya, terutama bagi petahana yang akan kembali mencalonkan
dirinya di Pilkada Tahun 2020.
“Ini upaya preventif, jangan sampai di kemudian hari ada
kepala daerah terutama petahana yang menyalahgunakan wewenang dengan
melakukan pergantian jabatan, mutasi dan lain sebagainya. Oleh karena
itu, SE ini betul-betul harus dipedomani oleh Kepala Daerah terutama
yang hendak kembali mencalonkan diri di Pilkada 2020,” tegas Bahtiar
yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan (Puspen) Kemendagri
ini.
Adapun objek larangan yang dimaksud dalam Pasal 71 UU nomor
10 Tahun 2016 adalah, melakukan pergantian (dalam hal ini hanya
dibatasi untuk mutasi dalam jabatan) pejabat 6 (enam) bulan sebelum
tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan
kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri (pasal 71 ayat (2)).
Sementara itu dalam pasal 71 ayat (3) disebutkan larangan menggunakan
kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan dan merugikan salah
satu pasangan calon, baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam
waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai
dengan tanggal penetapan pasangan calon terpilih.
Meski demikian, larangan itu tidak berlaku jika dilakukan
pengisian jabatan karena ada jabatan yang kosong pejabatnya, pejabat
yang meninggal dunia, sakit atau tak dapat menjalankan tugasnya dengan
syarat telah melalui persetujuan Kemendagri.
Kemendagri mengawal dan memastikan seluruh pelayanan publik
tetap berjalan normal sebagaimana biasanya walaupun sedang berlangsung
proses Pilkada. Proses pemilihan pemimpin daerah setiap lima tahun
sekali adalah hal biasa rutin dilakukan sebagai negara demokrasi.
0 comments:
Post a Comment