SERANG, (KB).- Sebanyak 12 pasien positif difteri di
Provinsi Banten, hingga saat ini belum mendapatkan anti difteri-serum
(ADS). Selain belum menerima ADS dari Kementerian Kesehatan, Dinas
Kesehatan (Dinkes) Banten juga kesulitan mendapatkan obat penetral
toksin difteri tersebut, karena mulai langka di pasaran.
“Ada 12 (pasien yang belum diobati ADS),” kata Kasi Surveilans
Imunisasi dan Krisis Kesehatan Dinkes Banten, drg. Rostina kepada Kabar
Banten, Selasa (19/12/2017). Belum tertanganinya belasan pasien tersebut
karena Banten kesulitan mendapatkan penawar racun difteri tersebut.
Sementara, hingga kemarin jumlah pasien semakin bertambah menjadi total
114 orang.”ADS enggak ada. Kemenkes belum ngasih. Pasien sampai sekarang
masih terus bertambah, jadi 114 orang,” ujar dokter Una, sapaan
akrabnya.
Sementara, Kepala Dinkes Banten Sigit Wardojo mengatakan, Surat
Keputusan (SK) Gubernur Banten terkait status kejadian luar biasa (KLB)
difteri sudah dikeluarkan 16 Desember 2017. “Per Sabtu kemarin SK KLB
sudah ada. Tetapi, prosedur pencairan dana tak terduga (DTT) tetap harus
dijalankan, nanti kan ada SK lagi, ada RAB-nya. Itu lagi proses ke
sana. Nanti kan ada SK pengguna anggaran. Seharusnya kalau yang
gitu-gitu mbok ya langsung saja karena ini terkait dengan kondisi KLB,”
kata Sigit, ditemui seusai apel di KP3B, kemarin.
Ia mengungkapkan, 5 kabupaten/kota sudah menyampaikan usulan
kebutuhan anggaran untuk operasional pelaksanaan outbreak response
immunization (ORI). Jika ditotal usulan tersebut mencapai Rp 15
miliaran.”Teman-teman kabupaten/kota sudah usul RAB-nya. Tapi kita
rasionalisasi. Misal Tangsel itu lebih besar, padahal kalau melihat
kasus kan Kabupaten Tangerang paling banyak. Jadi nanti didiskusikan
lagi lah. Rata-rata (usulannya) Rp 3 miliar,” ucapnya.
Menurutnya, untuk operasional pelaksanaan ORI memang dibutuhkan
anggaran yang tidak sedikit. “Coba bayangkan sasaran kita itu 3 juta
lebih loh. Ya lumayan, sekali jalan, misal 100 orang saja sudah berapa
itu. Yang jelas untuk operasional. Kalau bisa buat beli obat ADS. Stok
di Kemenkes menipis. Pasien positif tanpa ASD kan susah sembuhnya,”
tuturnya. Dia mengatakan, ketersediaan ADS di pasaran kini kian langka.
“Ternyata kita cari di pasaran pun tidak ada,” katanya.
Mengimpor
Kementerian Kesehatan akan menyiapkan 4.000 obat Antidifteri Serum
(ADS) untuk memenuhi kebutuhan pengobatan pasien difteri di Indonesia.
Untuk memenuhi kebutuhan pada kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri,
Kemenkes akan mengimpor obat ADS. Sekretaris Jenderal Kementerian
Kesehatan Untung Suseno Sutarjo di Jakarta, Selasa, mengatakan,
pemenuhan ADS juga didapatkan dari sumbangan oleh Biofarma sebanyak 700
vial untuk pasien difteri. “Biofarma menyumbang 700 vial ADS. Kita juga
minta Badan POM untuk mempermudah impor ADS. Jadi bulan ini mungkin
sudah bisa dapat 4.000-an vial,” ujar Untung.
Sementara, untuk kebutuhan vaksin difteri dalam pelaksanaan imunisasi
ulang atau Outbreak Response Immunization (ORI), Kementerian Kesehatan
juga sudah meminta Biofarma meningkatkan jumlah produksi vaksin difteri.
Kementerian Kesehatan sebelumnya hanya menetapkan tiga provinsi, yakni
Jawa Barat; DKI Jakarta; Banten, untuk melaksanakan ORI.”Kita juga
meminta dorongan dan dukungan kementerian lain seperti Kemendagri,
Panglima TNI, Kapolri, dalam penanganan ini,” tutur Untung.
0 comments:
Post a Comment